JSII Dorong Jepang Bertanggung Jawab Terhadap Kejahatan Perang di Indonesia

Bagikan artikel ini

Jaringan Solidaritas Ianfu Indonesia (JSII) akan terus mendorong pemerintah Jepang melaksanakan tanggung jawab politik terhadap kejahatan perang selama perang Asia Pasifik pada acara Asian Solidarity Conference 12th untuk penyintas “ianfu” korban perbudakan seksual militer Jepang di seluruh Asia Pasifik dan Belanda yang akan diadakan di tiga kota yaitu Tokyo, Osaka dan Fukuoka dari 30 Mei hingga 4 Juni.

Hal tersebut disampaikan Eka Hindra pada Konferensi Pers Asian Solidarity Conference 12th Rabu, 28 Mei 2014 lalu bertempat di Aula Kantor Indonesia untuk Kemanusiaan (IKA), Jl. Cikini Raya No. 43, Jakarta Pusat.

“Kami ingin mendorong pemerintah Jepang untuk menerima tanggung jawab politik terhadap para “ianfu” tersebut,” kata koordinator JSII Eka Hindra. Eka mengatakan bahwa banyak orang Jepang tidak menganggap perbudakan seks adalah masalah penting.

Asian Solidarity Conference 12th merupakan salah satu gerakan masyarakat internasional untuk mendorong pemerintah Jepang melaksanakan tanggung jawab politik terhadap kejahatan perang selama Perang Asia Pasifik. Konferensi ini telah dimulai sejak tahun 1991 yang dimotori oleh gerakan masyarakat sipil Jepang dan Korea Selatan yang pro demokrasi. Sedikitnya 1 tahun sekali pertemuan ini digelar atau tergantung dari suasana politik di Asia Pasifik.

Pada Asian Solidarity Conference 12th tersebut, JSII akan mengikutsertakan Sri Soekanti, selaku penyintas “ianfu” yang akan bersaksi menyampaikan testimoninya sebelum acara konferensi. Sri Soekanti akan hadir bersama penyintas “ianfu” lainnya dari Cina, Korea Selatan dan Utara, dan Filipina.

“Jepang sejauh ini tidak pernah mengakui bahwa perbudakan seksual secara resmi diselenggarakan di bawah persetujuan selama kepemimpinan Kaisar Hirohito,” kata Eka Hindra. “Militer Jepang telah merekrut sekitar 19.000 perempuan dari berbagai negara selama pendudukan Jepang di tahun 1942-1945,” tambah Eka.

Lebih lanjut Eka mengatakan Jepang telah berulang kali marah terhadap negara tetangganya dan menolak untuk meminta maaf atas kekejamannya selama zaman pendudukan. Perdebatan yang berkepanjangan tentang masalah “ianfu” telah mengakibatkan penerbitan RUU yang akan mengakui keberadaan perbudakan seksual di bawah militer Jepang dalam Perang Dunia II, sementara banyak orang Jepang telah mengklaim bahwa “ianfu” tersebut adalah wanita pelacur profesional.

Dalam kesempatan Konferensi Pers dilakukan pemutaran film “Nyah Kran Tawanan Gedung Papak”  Karya Becky Soetomo dan Ivan Meirizio. Sebuah film dokumenter yang mengangkat kisah tentang Sri Soekanti yang akan ditayangkan pada konferensi di Jepang tersebut.

Penyintas “ianfu” Sri Soekanti mengatakan bahwa dia dibawa pada usia sembilan tahun dari rumahnya di Salatiga, Jawa Tengah.  Wanita tua berusia 79 tahun itu mengatakan tentara Jepang mengancam akan membunuh orangtuanya jika tidak membiarkannya dia pergi.

“Saya diperlakukan seperti kuda. Alat kelamin saya berdarah parah. Pada waktu itu, saya hanya ingin mati, “ ujar Soekanti dalam video dokumenter yang diputar tersebut.

Sri Sukanti diculik didepan keluarganya usia 9 tahun. Lalu ia disekap di Gedung Papak, ex rumah dinas seorang belanda yang menjabat sebagai kepala jawatan kereta api Purwodadi yang dirampas militer Jepang dijadikan markas militer. Selama 4 hari Sri Sukanti diperkosa perwira Jepang bernama Ogawa. Ia pulangkan ke rumah orang tuanya dengan vagina rusak dan mengalami pendarahan hebat. Sehingga ia tidak pernah bisa memiliki anak.

Sehubungan dengan hal tersebut, Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI), dalam pidato sambutan pembukaan press conference tersebut, sudah saatnya pemerintah Indonesia mendesak pemerintah Jepang bertanggungjawab terhadap para korban “ianfu”. “Dibukanya 39 dokumen kejahatan perang Jepang di Cina beberapa waktu lalu, sudah seharusnya dipandang oleh para advokator “Ianfu” Indonesia sebagai inspirasi untuk semakin bersemangat memperjuangkan rehabilitasi dan kompensasi bagi para korban Ianfu di Indonesia,” demikian tukas Hendrajit.

 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com