Kisaran Opini dan Asumsi di Sekitar Konflik Iran-Amerika

Bagikan artikel ini

Usai penyerangan rudal Iran (Rabu, 8/1/2020) dini hari ke pangkalan militer termegah milik Amerika/AS di Ain Assad dan Erbil, Irak, agaknya masing-masing pihak saling menunggu reaksi publik terutama respon global atas apa yang tengah terjadi. Apa opini dunia?

Nah, tulisan ini tidak membahas apa hasil serangan Iran ke Ain Assad dan Erbil yang masih pro-kontra, sebab di satu sisi, Trump menyebut tidak ada korban sama sekali. All is well, rilis Trump usai peristiwa. Tetapi di sisi lain, Iran menyatakan ada 80-an korban tewas, ratusan personel luka-luka, dan base camp militer AS porak poranda. Sekali lagi, catatan ini juga tidak membahas berita bahwa ratusan tentara AS terluka dan dilarikan ke rumah sakit di Israel. Berita ini bersumber dari akun twitter jurnalis Haaretz, media Israel. Namun akun tersebut langsung hilang, dan si jurnalis membuat statemen bahwa itu bukan akun aslinya.

Narasi berikut ini —sesuai judul— sekedar opini dan/atau kisaran asumsi berkembang pasca terjangan rudal Iran ke camp militer AS. Apa boleh buat, karena masih opini/asumsi maka sifatnya bebas, terkadang tidak logis, bahkan cenderung liar. Harap maklum. Inilah kisaran opini dan asumsi dimaksud, antara lain yaitu:

Pertama, bahwa kesalahan tembak pada Boeing 737-800 milik Ukraina di ketinggian 8000 kaki oleh militer Iran, selain dinilai shock therapy bagi AS dan sekutu, juga seolah-olah Ingin menyampaikan pesan, “Jangan bermain-main di wilayah udara Iran, akan kami jatuhkan dengan mudah. Termasuk 9 (sembilan) maskapai jenis C-130 yang membawa ratusan tentara AS yang luka, jika mau maka kami bisa jatuhkan sebelum mereka tiba di Israel!”;

Kedua, tunggu serangan lanjutan Iran terhadap kepentingan AS di Selat Hormuz yang mentarget kapal-kapal tanker pembawa minyak di satu pihak, sedang di pihak lain, Iran tidak mungkin menutup Selat tersibuk di dunia (Hormuz) karena setiap hari melintas 19-an juta barel dari dan/ke banyak negara. Dan serangan lanjutan nanti akan dilakukan secara selektif prioritas terhadap aset dan kepentingan AS. Apa hendak dikata, langkah ini niscaya menaikkan harga minyak;

Ketiga, untuk insiden kali ini (tewasnya Panglima Qassem), AS tidak akan didukung lagi oleh para sekutu (NATO, ISAF, dan lain-lain) karena secara internal, selain tindakan Trump tanpa kajian, tak ada persetujuan senat dan kongres, juga Inggris selaku sekutu tradisonil AS pun tidak diajak bicara terlebih dulu. Ya. Sepertinya, AS akan sendirian menghadapi Iran;

Keempat, (geo) strategi dan metode yang akan diintensifkan untuk menghadapi Iran, barangkali tinggal dua cara, yaitu: (1) propaganda secara masif ke publik global bahwa Qassem adalah tokoh teroris dunia yang tersembunyi, dan (2) meningkatkan modus adu domba antara Syiah dan Sunni melalui para proxy agent di berbagai belahan dunia guna melemahkan perlawanan Iran dari sisi moral;

Kelima, AS cenderung melakukan diplomasi damai secara silent kepada negara aliansi Iran (Rusia, Cina, dan lain-lain) agar membujuk Iran menghentikan konfrontasi dengan AS dengan kompensasi tertentu, seperti pencabutan embargo, dan lain-lain.

Itulah kisaran opini dan asumsi di sekitar konflik terbuka antara Iran versus AS. Entah benar atau tidak, namanya opini sah-sah saja.

M Arief Pronoto, Direktur Kajian Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute (GFI)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com