Kita Dikendalikan Rezim Importir Pro Pasar

Bagikan artikel ini

Ahmad Baso, Penulis B uku Pesantren Studies, dan Wakil Ketua Pengurus Pusat Lakpesdam NU

Sering dikeluhkan masyarakat kita soal lonjakan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok dan kecenderungan pemerintah mengimpor kebutuhan pokok untuk menekan harga.

Ini menunjukkan begitu kuatnya intervensi pasar (para pengusaha, pedagang dan para spekulan) mengendalikan harga-harga hingga pemerintah kita tidak berkutik. Impor pun menjadi tidak berarti karena ternyata yang memanfaatkan mekanisme itu adalah para pemain-pemain besar di pasar, dan bukan mencerminkan kebutuhan riil dalam masyarakat.

Lebih parah lagi, cara impor dipakai untuk mengamankan stok – atas nama “ketahanan pangan nasional” dari manapun asal kebutuhan pokok itu – tanpa peduli pada usaha kerja keras mencapai target produksi nasional dalam bidang pangan.

Berbagai kebijakan ekonomi makro dan perdagangan yang dihasilkan kedua orang menteri Susilo Bambang Yudhoyono ini berkontribusi besar pada matinya sektor-sektor perkenomian masyarakat yang berbasis padat kerja di sektor pangan ini. Semuanya akhirnya dikembalikan kepada pasar.

Dan pasar itu sendiri ternyata dikuasai oleh pemodal besar dan menguntungkan perusahanaan-perushaan asing (ya karena doyan impor semua, hingga impor garam dari Australia!). dan pemerintah tidak terlalu bersemangat untuk menggenjot produksi pangan nasional, apalagi untuk mencapai target swasembada pangan!

Implementasi Pasal 33 pasca amandemen konstitusi kita di tahun 2002 itu jelas mengarah pada penguatan rezim importir pro pasar asing itu. Sepuluh tahun pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014) jelas mengamini posisi mengenakkan rezim tersebut. Munculnya nama Sri Mulyani dan Mari Elka Pangestu, masing-masing sebagai Kepala Bapenas lalu Menteri Keuangan dan sebagai Menteri Perdagangan, adalah satu contoh dari kuatnya rezim pro pasar asing itu, bukan penguatan produksi nasional.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com