Kolom kosong menjadi kontroversi pada pilkada Makassar, Sulsel. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan pemerintah menunggu hasil keputusan rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait hasil hitung cepat pemilihan walikota Makassar, yakni pasangan Munarif Arifuddin-Andi Rahmatika Dewi (Appi-Cicu) yang kalah dari kolom kosong. Menurutnya, hitung cepat adalah hasil sementara. Sedangkan, hasil akhirnya tetap berada di bawah kewenangan KPU.
“Makassar kampung saya. Kita tunggu keputusan KPU, quick count tidak menentukan, tapi hasil akhirnya adalah di KPU,” ujar Jusuf Kalla, Kamis (28/6).
Sebelumnya, diberitakan bahwa quick count yang dilakukan beberapa lembaga survei dalam Pilkada Makassar menyebutkan, kolom kosong unggul atas calon tunggal dengan nilai 53 persen. Sementara, pasangan Appi-Cicu memperoleh suara sebanyak 46 persen. Kemudian, Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto (Danny Pomanto) yang membentuk real count dari seluruh TPS di Kota Makassar.
Real count tersebut menyebutkan bahwa kolom kosong menang dengan suara 53 persen, sementara pasangan Appi-Cicu memperoleh suara sebesar 46 persen.
Penghitungan cepat yang dilaksanakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui penginputan data hasil pemilihan atau formulir C1 Pemilihan Wali Kota-Wakil Wali Kota Makassar, kolom kosong unggul sementara melawan calon tunggal di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (29/6).
Berdasarkan data entri model C1 dilansir di laman infopemilu.kpu.go.id, data yang masuk melalui sistem server KPU RI telah mencapai pada persentase 80,41 persen. Jumlah tempat pemungutan suara (TPS) 2.147 unit dari total keseluruhan 2.670 TPS tersebar di 15 kecamatan.
Perolehan kolom kosong hingga pada pukul 07.30 WITA mencapai 236.785 suara atau persentasenya 52,50 persen. Calon tunggal pasangan Munafri Arifuddin-A Rachmatika Dewi (Appi-Cicu) memperoleh 214.219 suara dengan persentase 47,50 persen.
Menurut Jusuf Kalla, banyaknya partai pengusung logikanya bisa berpengaruh terhadap kemenangan calon yang diusung. Tapi, di sisi lain bentuk dukungannya juga harus dilihat, apakah partai-partai pendukung tersebut ikut aktif dalam kegiatan kampanye.
“Tergantung kegiatan (kampanye) juga, turun langsung atau tidak, biasanya yang turun langsung relawan calonnya. Memang begitu sejak dulu,” kata Kalla.
Komisioner KPU Ilham Saputra juga meminta masyarakat menunggu hasil resmi pemungutan suara Pilkada Kota Makassar. Jika hasil akhir secara resmi dimenangkan oleh kolom kosong, Pilkada Kota Makassar akan kembali diulang pada 2020.
“Soal Pilkada Kota Makassar, kita menunggu hasil resmi saja. Walaupun menurut hasil hitung cepat dan juga hasil dari rekapitulasi KPU yang menang adalah kolom kosong. Tapi, mari kita lihat lagi //final result// (hasil akhir) seperti apa,” ujar Ilham, Kamis (28/6).
Jika hasil resmi penghitungan KPU menyebutkan kolom kosong yang menang, pilkada akan diulang. Hal ini, kata Ilham, sesuai dengan aturan pada UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016. Dalam aturan itu, seharusnya pilkada diulang pada tahun berikutnya. Namun, karena 2019 itu kita menyelenggarakan pilpres dan pileg maka jika kolom kosong yang menang nanti akan diulang, kemungkinannya pada 2020.
Pemerintah meminta masyarakat yang mendukung kolom kosong untuk tidak larut dalam euforia kemenangan mereka. Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sumarsono meminta pendukung kolom kosong tidak berlebihan merayakan euforia kemenangan. Menurutnya, hasil resmi pemungutan suara Pilkada di kota tersebut saat ini masih menanti data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Saya harap, semua pendukung kolom kosong, jangan merayakan euforia kemenangan dulu. Saya lihat, sekarang di Makassar ada euforia kemenangan (kolom kosong). Saya harap, hal tersebut dihentikan,” ujar Sumarsono, Kamis (28/6).
Dia pun mengingatkan kepada pemangku kepentingan agar tidak ikut larut dalam euforia tersebut. Pasalnya, pemangku kepentingan atau pemerintah daerah setempat adalah simbol dari pengayoman kepada semua kontestan pilkada. Dengan begitu, pemerintah daerah setempat semestinya tidak memihak kepada kolom kosong atau sebaliknya.
Sumarsono juga mengingatkan penghitungan hasil pemungutan suara secara resmi masih diproses oleh KPU. Karena itu, nanti akan ada pengumuman resminya. Angka perolehan suara saat ini adalah hasil dari hitung cepat. “Menang atau kalah adalah kemenangan bagi rakyat. Siapa yang menang akan jadi pemimpin di daerah itu yang harus menghormati siapa yang dulu mendukung atau tidak mendukungnya,” tambah Sumarsono.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni menilai, kemenangan kolom kosong merupakan hukuman rakyat untuk partai politik (parpol). Parpol, kata dia, harus evaluasi dan tidak lagi memaksakan pencalonan yang tidak mencerminkan aspirasi rakyat dengan tidak menyediakan pilihan.
“Ini menjadi pembelajaran bahwa rakyat itu menghukum parpol, ini harus menjadi evaluasi dan pembelajaran bagi parpol ketika memborong dukungan atau memaksakan hanya ada satu calon tunggal,” kata Titi.
Menurut Titi, rakyat Indonesia sudah cerdas dalam menunjukkan ekspresi politiknya. Jika tidak ingin kehilangan kepercayaan rakyat, parpol tidak seharusnya mengulang calon tunggal di Pilkada 2020.
“Jangan sepelekan suara rakyat, calon tunggal bukan berarti rakyat bodoh atas politik yang berlangsung,” tegas dia.