Rusman, Peneliti Global Future Institute
Langkah pemerintah dalam mengefektifkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk mendampingi KPU untuk Pemilu, Pilpres dan Pemilukada tahun 2014 adalah langkah yang benar.
Namun berbagai keluhan tentang lemahnya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan kelemahan personalia KPUD seperti terjadi di Jawa Timur, nampaknya sangat diperlukan aktifnya lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat yang memfokuskan diri mengamati pelaksanaan KPU dan KPUD diseluruh Indonesia, disamping kerja keras dari DKPP yang diperkirakan akan semakin banyak menampung pengaduan para Peserta Pemilu dan masyarakat tentang kelemahan-keleahan KPU dan KPUD.
Demikian dikemukakan pengamat politik Bustaman Al Rauf seraya mencontohkan kasus Walikota Depok yang setelah tiga tahun menjabat dinyatakan ada kesalahan KPUD dengan penetapan Nurmahmudi sebagai Walikota Depok, merupakan skandal politik yang ditinggalkan KPUD 2009 tetapi tidak jelas follow upnya dewasa ini.
“Kasus legitimasi KPU sebenarnya sudah terjadi pada saat Pemilu 2009, meskipun tidak semua kasus yang terjadi berujung di Pengadilan. Dugaan penyalah gunan anggaran sampai kesangsian terhadap akurasi angka-angka hasil Pemilu telah terjadi pada KPU Pemilu tahun 2009, namun rumitnya masalah sehingga justru masalah tersebut menguap tidak berbekas,”tegasnya.
Menurut Bustaman al Rauf, mungkin masih ada contoh-contoh lain betapa KPU yang membidani lahirnya perangkat penting dari NKRI ternyata catatan yang bukan sekedar salah dalam mengambil keputusan tetapi tidak jujur.
“KPU merupakan pemegang peranan sentral dalam menyelenggarakan Pemilu 2014. Ketidakprofesionalan kerja KPU daerah maupun pusat membuat masyarakat khawatir terhadap pelaksanaan Pemilu 2014. Terlebih masalah Daftar Pemilih Sementara(DPS), dimana KPU harus terus melakukan sosialisasi agar masyarakat memastikan keberadaan nama mereka di situs www.kpu.go.id. Masalah timbul ketika kritik masyarakat terhadap DPS mencuat, dimana KPU menyatakan data pemilih di situs KPU belum bisa menjadi acuan. Sikap tersebut seakan-akan menutupi ketidaksanggupan KPU dalam mengelola DPS,” ujarnya.
Menurut aktivis Lembaga Analisa Politik dan Demokrasi ini, masyarakat berharap KPU memberikan ruang kepada mereka untuk melakukan koreksi DPS, sehingga pada Pemilu 2013 masyarakat yakin dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang bersih. Anggota KPU Jatim sebenarnya sudah tidak memiliki legitimasi moral dan politik untuk menyelenggarakan pemilihan gubernur. Vonis pelanggara kode etik yang diterima mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan Pemilu.
Sejumlah pengamat menilai vonis DKPP yang menegur dan memberhentikan sementara anggota KPU Jatim dianggap sebagai vonis banci. Jika memang terbukti, sanksi pemecatan lebih layak diberikan agar kepercayaan KPU terhadap penyelenggaraan Pemilu tidak merosot.