Sebuah laporan intelijen menyebutkan, Amerika Serikat sebagai kekuatan hegemoni akan kehilangan pengaruhnya. Demikian kesimpulan pertama dari laporan baru yang dirilis oleh Dewan Intelijen Nasional, sebuah lembaga pemerintah yang mengulas strategi jangka pendek dan jangka panjang bagi komunitas intelijen AS.
Laporan setebal 140 halaman dengan judul “Tren global pada tahun 2030” secara tegas menjelaskan bahwa penurunan relatif dari hegemoni AS adalah sesuatu yang tak terelakkan, tetapi menambahkan peran masa depan dalam sistem internasional adalah jauh lebih sulit.
Laporan itu juga menyatakan tingkat dominasi AS terhadap sistem internasional secara signifikan akan berbeda.
Ada faktor-faktor yang menentukan bentuk peran AS dalam urusan global kurang dari dua dekade lagi, seperti apakah dolar AS akan tetap menjadi mata uang dunia atau tidak, bagaimana cara menangani transisi Cina dari sebuah negara pekerja miskin dan petani menuju negara besar dan maju, dan apakah AS akan dapat bekerja sama dengan mitra baru untuk merestrukturisasi sistem internasional.
Laporan tersebut menambahkan bahwa Cina akan menjadi negara dengan perekonomian terbesar, melampaui AS beberapa tahun sebelum tahun 2030. Sementara itu, ekonomi Eropa, Jepang dan Rusia terus akan turun.
Penelitian ini menarik karena secara penuh menolak Proyek Abad Baru Amerika, sebuah cetak biru neokonservatif untuk hegemoni jangka panjang AS atas dunia. Ini juga filosofi yang mendasari kebijakan domestik dan luar negeri pemerintah Bush-Cheney pada dekade pertama abad ini.
Proyek Abad Baru Amerika itu juga menyerukan Paman Sam untuk membangun dominasi global yang tak tertandingi dan melakukan apa pun yang diperlukan untuk mencegah bangsa lain menentang dominasi mereka.
Para penyusun laporan itu berasumsi bahwa kejayaan AS telah berakhir. Mereka juga menyebut era untuk dunia unipolar telah usai dan Pax Americana – era kekuasaan AS dalam politik internasional yang dimulai pada tahun 1945 – dengan cepat akan meredup.
Meski demikian, mereka menyatakan optimis bahwa AS kemungkinan akan tetap menjadi yang pertama “di antara kekuatan-kekuatan yang setara” setidaknya sampai tahun 2030, karena keunggulan mereka di berbagai dimensi kekuasaan dan warisan peran kepemimpinannya. Namun, itu tidak cukup untuk bisa mendikte seluruh dunia.
Berkenaan dengan Timur Tengah, AS terus menyatakan ambisinya untuk menghentikan program energi nuklir Iran. Anggota Dewan Intelijen Nasional khawatir bahwa jika Republik Islam tampil di puncak kekuasaan dan mampu mengembangkan senjata nuklir, maka Timur Tengah akan menghadapi masa depan yang tidak stabil. Akan tetapi, ini adalah sebuah ketakutan yang aneh, karena fakta menunjukkan saat ini hanya Israel yang memiliki senjata nuklir dan secara tegas menolak tunduk pada inspeksi internasional.
Jelas tidak seorang pun yang dapat memprediksi dengan yakin bagaimana kondisi dunia di 2030, terutama mengingat ancaman serius yang ditimbulkan oleh bencana perubahan iklim.
Menurut catatan analis intelijen, AS sendiri bahkan tidak akan lepas dari dampak perubahan iklim, mereka juga akan menghadapi kekeringan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Jika kecenderungan lain juga terus terjadi – terutama terhapusnya dolar sebagai mata uang global dan utang AS terus naik – AS akan dipaksa untuk menarik diri dari kepemimpinan global dan fokus ke dalam negeri. (The Global Review/IRIB Indonesia)