Laut Cina Selatan dan Asean dalam pandangan Geopolitik dan Geostrategi Cina

Bagikan artikel ini

Ghuzilla Humeid-Network Associate Global Future Institute (GFI)

Pendahuluan
Dalam konstelasi global kunjungan Panetta ke Bali untuk menghadiri pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi negara-negara ASEAN pada tanggal 23 Oktober 2011 yang lalu sangatlah menarik untuk diurai benang merahnya. Mengapa? Jawabannya tiada lain ternyata AS mendukung pembentukan ASEAN Security Community yang akan diwujudkan pada 2015. Panetta juga menegaskan, bahwa AS akan memperluas pengaturan militer di Asia Tenggara dan kawasan Samudera Hindia, termasuk peningkatan kerja sama dengan Australia dan penempatan sebuah kapal perang di Singapura.

Secara khusus terkait isu Laut Cina Selatan, Panetta menyatakan kepada para menteri pertahanan ASEAN, bahwa AS mendukung ASEAN mengambil tindakan seragam, dan menyusun kerangka aksi terkait Laut Cina Selatan  yang berkekuatan hukum. Hal ini, berarti, AS sedang aktif berpartisipasi dalam urusan keamanan di Laut Cina Selatan.

Seusai kunjungannya di Indonesia dan pertemuan dengan menteri-menteri pertahanan negara-negara ASEAN, mantan Direktur CIA ini melanjutkan lawatannya dengan berkunjung ke Jepang. Negara ini merupakan salah satu mitra penting AS di Asia Timur yang menyediakan wilayahnya untuk pangkalan militer AS.

Di Jepang, Panetta mengadakan pembicaraan secara terpisah dengan beberapa negarawan Jepang

termasuk Perdana Menteri Yoshihiko Noda, pada Rabu, 25 Oktober 2011. Panetta menyatakan, AS saat ini berada pada “tiik balik”. Asia akan menjadi titik berat strategis utama bagi AS setelah perang antiterorisme selama sepuluh tahun.

Dalam pembicaraan, AS dan Jepang berpendapat, bahwa instabilitas keamanan di kawasan Asia dan Pasifik terus meningkat. Oleh karena itu, kedua negara akan meningkatkan kerja sama lebih lanjut di bidang penjagaan keamanan.

Kunjungan terakhir dalam lawatan Panetta ke Asia kali ini, adalah Korea Selatan. Negara ini merupakan sekutu dekat Washington di Asia. 26 Oktober 2011, Panetta bertemu dengan tentara di pangkalan militer besar AS Yongsan, di pusat kota Seoul. Pasukan AS telah berpangkalan di Korea Selatan sejak berakhirnya perang dengan Korea Utara 1950-1953, dan saat ini sekitar 28.500 tentaranya ditempatkan di negara itu.

Di tahun 2012 pun Panetta kembali menegaskan kepentingan negaranya melalui serangkaian kerjasama dengan Negara ASEAN yang dipusatkan di Singapura (Shangri-La Dialogue) beberapa waktu lalu, termasuk kunjungannya  ke kapal perusak rudal USS John S McCain yang mengunjungi Da Nang untuk terlibat dalam latihan bersama di Laut Cina Selatan.

Sementara itu disatu sisi Jendral Martin Dempsey mengunjungi bekas pangkalan militernya di Subic dengan menggunakan kapal selam bertenaga nuklir USS Carroline, yang mengisyaratkan bahwa AS sewaktu-waktu bisa menggunakan bekas fasilitas angkatan laut dan udaranya di Subic, Zambales dan Clark Field Pampanga – Philipina, mengutip Wakil Menteri Pertahanan Honorio Azcueta setelah ia bertemu dengan Dempsey.

Hasrat Cina dan Laut Cina Selatan

Tak bisa dipungkiri bahwa sejak jaman kekaisaran Cina doeloe hingga saat ini laut Cina Selatan merupakan akses strategis dan tercatat dalam sejarah peradaban Cina dari generasi ke generasi dalam hal kewilayahan laut, sementara wilayah daratan membentang disepanjang Jalur Sutra yang dimulai dari Xinjiang – Cina hingga membelah daratan Eropa dan jalur lainnya yang membelah hingga ke Asia dan Afrika.

Dalam konteks Geostrategi maupun Geopolitik, adalah wajar bilamana ulah 2 orang mak comblang di atas tadi membuat Beijing gusar dan makin meningkat kegusarannya bilamana negara maju sekelas Jepang melalui PM Yoshihiko Noda sudah mulai ikutan mengobok-obok jantung Beijing melalui rencananya untuk membeli Kepulauan Diaoyu. Dan Beijing-pun membalasnya dengan protes keras agar Jepang meminta ma’af atas sikap “usil” Jepang tersebut. Ibarat pepatah bilang: Berani karena ada yang diandalkannya, maka hasrat Jepang untuk membeli kepulauan Diaoyu di atas dianggap sebagai ancaman langsung terhadap kedaulatan Cina.

Dalam konteks Geostrategy militernya kemarin hingga saat inipun Cina gencar melakukan serangkaian latihan perang di laut  Cina Selatan yang utamanya ditujukan ke beberapa pulau sengketa yang melibatkan dua anggota Asean yaitu Vietnam maupun Philipina yang dalam perpekstif Cina dianggap sudah sangat keterlaluan karena menggunakan kerangka kerjasama DOC yang ditanda tangani di tahun 2002 maupun COC (The Code Of Conduct) sebagai tamengnya yang menurut sumber Beijing dalam laporannya sudah sangat premature dan tidak mengenai sasaran. Dikatakannya bahwa perjanjian dengan Asean itu dalam kerangka mutual partnership yang saling menguntungkan dan bukan dalam kerangka penyelesaian sekitar issue laut Cina Selatan, kata juru bicara menteri luar negeri Liu Weimin.

Seperti Philipina dan Vietnam, menurut Ji kepada Global Times Cina, mengungkapkan bahwa dia memanfaatkan bantuan dari USA dalam masalahnya yang menurutnya AS tidak mungkin duduk bersama dalam forum ini karena terikat oleh perjanjian SINO – US Cooperation.

Dalam perjanjian DOC dijelaskan bahwa dalam beberapa dekade ke depan masalah perdamaian merupakan isu penting dengan melarang penggunaan kekuatan militer sebagai jalan keluarnya.

Sedangkan COC lebih menekankan solusi secara detail dan terbaik saat terjadi konfrontasi ataupun konflik secara fair dan lebih menekankan respek secara histories dan perkembangan situasi terkini.

Sementara itu gelombang protes dan semangat nasionalisme yang digerakkan oleh pemerintah Cina baik melalui media televisi dan cetak dari hari ke hari kian meningkat.

Di Hongkong saja, kemarin beberapa federasi perdagangan Cina mengutuk keras atas keinginan Jepang untuk membeli kepulauan Diaoyu dan meminta Jepang untuk segera meminta ma’af. Kalau tidak maka beberapa komoditas langka yang selama ini diperlukan Jepang dalam skala besar (hampir 49%) seperti mineral langka untuk industrinya bakalan disetop.

Asean Mandul dalam urusan Laut Cina Selatan

Disatu sisi pertemuan ke 45 negara-negara Asean yang dipusatkan di Phnom Penh, Camboja yang berakhir besok dianggap mandul oleh sejumlah pengamat Cina karena mereka melupakan beberapa kerangka kerjasama sebelumnya dengan Cina seperti DOC maupun COC, dimana dianggap bahwa Asean belum siap untuk itu terutama saat isu yang dibahas seputar masalah Laut China Selatan dalam agenda utamanya yang ternyata itu merupakan kata kunci dalam “EVOLUSI” mendasar di dalam peranan Geopolitik ASEAN sendiri. Dan ternyata ya…Asean tidak siap sama sekali.

Trio US, Cina dan Asean ternyata tidak seperti biasanya kembali ke pasca perang dingin bilamana US dan Asean bergabung bersama-sama sebagai oposan Cina. Beberapa individu mungkin berharap seperti ini sekarang tetapi tidak akan menjadi sebuah kebijakan bilamana Asean sudah masuk dalam hasrat yang nyata (i.e Vietnam dan Philipina).

Menurut sumber Cina bahwa Asean hanya punya peranan sebatas mediasi saja dan bukan dalam urusan garis demarkasi/tapal batas dengan bebrapa Negara Asean seperti Vietnam dan Philipina.

Opini public di Cina juga menunjukkan hal senada dan ibarat seperti air yang sedang mendidih maka provokasi yang lebih jauh dari Vietnam maupun Philipina itu artinya sama juga dengan menyatakan konfrontasi secara langsung antara rakyat Cina dan membuat rakyat Cina marah besar.

Issue ini dibuat makin rumit oleh dua negara di  atas  manakala US ada di dalamnya  dan mereka tidak tahu bagaimana sulit dan menderitanya dari pihak-pihak yang berkepentingan.  Dan bagaimanapun Manila dan Hanoi mencoba membuat dan menciptakan ancaman terhadap Cina.

Akhirnya dikejauhan malam sang menteri luar negeri AS pun tersenyum manis memainkan boneka kesukaanya.

Demikianlah adanya.

Oleh-oleh sewaktu lawatan ke Beijing

Referensi :
1. Majalah Global Times, edisi 9 dan 10 Juli 2012
2. Majalah Intelijen
3. Sumber televisi nasional Cina
4. Website Global Review
5. Asean website
6. Sumber departemen Luar Negeri Cina

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com