Membedah Pasal-Pasal Strategis Profesi Advokat Indonesia

Bagikan artikel ini

Bukan itu saja. Berkaitan dengan peran strategis advokat dalam percaturan global dalam aspek penegakan hukum, para advokat kita sudah seharusnya merujuk pada Pasal 23 dan 24  dari UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat asing. Di kedua pasal tersebut diatur mengenai persyaratan dan tata cara  dalam mempekerjakan advokat asing, selain memberikan jasa hukum secara Cuma-Cuma kepada dunia pendidikan dan penelitian hukum.

Selain itu, wajib bagi para advokat untuk mengikuti perkembangan dunia internasional,  dan jangan sampai terbenam dalam rutinitas kerja di dalam firma-firma hukum dan kantor kepengacaraaan. Karena itu bukan tugas sesungguhnya bagi para advokat.

Perkembangan dunia akhir-akhir ini memang layak untuk dicermati oleh berbagai elemen strategis, tak terkecuali para advokat. Misalnya dalam pemberlakuan pasar ASEAN pada tahun 2015. Bahkan pada tahun 2020 mendatang, pasar bebas APEC dikhawatirkan akan menyeret bangsa kita untuk masuk dalam skema pasar global.

Karena para advokat kita harus memiliki kemampuan untuk mengantisipasi berbagai bentuk perjanjian internasional, maupun berbagai kontrak-kontrak dengan pihak asing, agar bangsa tidak dengan mudah masuk perangkap hukum dari perjanjian dan konrak-kontrak internasional yang merugikan bangsa Indonesia.

Berbagai kasus membuktikan bahwa beberapa UU hasil ratifkasi yang melalui proses legislasi di DPR, ternyata Indonesia kecolongan dan lengah dengan negara-negara asing. Misalnya soal Defense Agreement Indonesia-Singapore, dan tentu termasuk dalam soal mobil nasional di WTO, Denhaag. Sehingga program mobil nasional harus kandas di tengah jalan.  Juga CAFTA yang  akhir-akhir ini banyak diributkan orang.

Ini semua membuktikan bahwa peran advokat kita dalam percaturan global masih lemah dan belum maksimal. Padahal para advokat harusnya menyadari bahwa posisi Indonesia sangat lemah dalam skema dan mekanisme persaingan di pasar bebas. Bahkan posisi kita lemah dan tertindas.

Yang sangat disayangkan, para pelaku hukum kita, termasuk termasuk para anggota dewan, hanya sekadar memberi muatan politik dalam membahas berbagai RUU. Sehingga para advokat kita yang berada di garis depan merasa dalam posisi lemah dalam mengawal pemberlakuan UU produk dari badan legislatif. Yang pada perkembangannya kemudian, juga merugikan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Bayangkan jika produk-produk hukum yang dihasilkan DPR berkaitan dengan sektor-sektor publik yang seharusnya tetap dimiliki negara, bukan oleh asing. Misalnya saja RUU Migas, RUU Rumah Sakit, dan RUU Badan Hukum Pendidikan yang sekarang sudah dijadikan Undang-Undang.

Karena itu kita juga wajib mencermati RUU tentang Keterbukaan Informasi Publik seperti UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,  RUU Intelijen, dan RUU Keamanan Nasional. Ini penting karena produk-produk hukum tersebut menyentuh  wilayah kerja advokat.

Maka itu, kami meminta perhatian publik berkaitan dengan Pasal 17 UU 18/2003 yang berbunyi: “Dalam menjalankan profesinya, advokat berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi pemerintah maupun pihak lain, yang berkaitan dengan kepentingan yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan kliennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Bahkan bukan itu saja. Bahkan pasal 16 lebih menguatkan lagi profesi dan tanggungjawab advokat dengan memberikan kekebalan advokat (advocacy immunity) di dalam sidang pengadilan untuk membela kepentingan klien/masyarakat dalam mencari keadilan.

Berarti dalam kaitan dengan pasal 16 UU 18/2003, advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana.

Namun pada sisi lain, pasal 18 melarang para advokat untuk bersikap diskriminatif, apalagi jika dikaitkan dengan ciri masyarakat global yang plural dan aneka ragam.

Hal yang lain tak kalah penting dan harus diketahui para advokat, berkaitan dengan pasal 19 UU 18/2003, yang mengatur tentang kerahasiaan klien dan mantan klien yang dibelanya. Maka itu kita harus tetap kritis dan jeli dalam menyikapi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Bahwa UU ini tidak berlaku bila dikaitkan dengan pasal 19 UU 18/2003.

Maka berkaitan pasal 17, para advokat harus memahami sehingga bisa mendudukkan pemahaman tentang UU Intelijen terhadap profesi advokat. Untuk mengetahui mana informasi yang harus kita lindungi kerena berkaitan dengan kepentingan nasional, dan mana yang bukan.

Jika memang UU 17 harus berkompromi dengan UU Intelijen yang berkaitan kepentingan nasional, maka para advokat harus mengacu pada bagaimana kode etik profesi advokat ditegakkan. Itulah yang dimaksud dengan profesionalisme dalam profesi advokat.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com