Membela BARA NKRI di Papua

Bagikan artikel ini
Menurut penulis, pernyataan tokoh adat tersebut memang ada benarnya, karena penyampaian aspirasi di era demokratisasi dan keterbukaan sekarang ini harus dilakukan secara elegan dan tidak melanggar hukum serta konstitusi di negara Indonesia, sehingga sebenarnya tokoh adat tersebut secara halus menolak keberadaan OPM, KNPB maupun ULMWP karena sering kali aksi unjuk rasa yang dilakukan mereka menantang atau bertentangan dengan konstitusi di Indonesia.
Tokoh adat Papua dari Lapago tersebut juga menegaskan, siapapun yang datang ke Papua harus menghargai rakyat Papua, karena rakyat Papua berharap agar para pendatang tidak mengganggu kenyamanan orang Papua. Pernyataan ini walaupun terkesan sangat bersifat kedaerahan, namun disisi yang lain pernyataan ini juga menunjukkan masyarakat Papua tidak mau permasalahan mereka dipolitisir oleh pihak manapun juga.
Aksi yang dilakukan Barisan Rakyat Pembela (BARA) NKRI sebagai wujud representasi demokrasi dan sah dilakukan sepanjang telah melaporkan aksinya kepada aparat kepolisian dan memiliki tujuan sangat bagus dalam rangka untuk mengingatkan kembali perlunya rasa cinta tanah air dan mencegah adanya keinginan Papua merdeka. Apalagi aksi tersebut dilakukan untuk mengcounter aksi sebelumnya yang dilakukan KNPB.
Belajar dari terjadinya saling balas unjukrasa ini, maka selayaknya akan lebih baik aspirasi KNPB disalurkan melalui DPR Papua Barat atau  pemerintah daerah Papua, agar tidak menimbulkan reaksi yang berlebihan seperti yang dilakukan BARA NKRI. Walaupun di pihak BARA NKRI sendiri juga tidak perlu memaksa warga untuk ikut berunjukrasa, karena  hal tersebut menunjukkan BARA NKRI kurang simpatisannya serta dapat mengganggu aktivitas warga. Siapapun pihak yang melakukan unjuk rasa di Papua jangan melakukannya dengan aksi anarkhis dan tetap menghormati nilai-nilai lokal setempat.
Seyogyanya KNPB maupun tokoh adat asal Lapago,  duduk bersama dengan DPR Papua Barat untuk merumuskan tuntutan atau rekomendasi kepada pemerintah pusat agar  lebih memperhatikan tingkat kesejahteraan masyarakat asli Papua, karena sumber daya alam Papua yang melimpah tetapi tidak dapat dinikmati masyarakatnya sendiri memang ironis.
Sementara itu, pernyataan salah satu anggota Komisi I DPR Papua yang menyatakan KNPB bukan separatis atau OPM, sebagai responnya mengomentari aksi damai yang dilakukan oleh BARA NKRI yang menolak kehadiran organisasi KNPB di Papua. Menurutnya, KNPB melawan pemerintah selama ini karena tidak ada keberpihakan pemerintah kepada orang asli Papua (OAP).
Tidak benar pernyataan anggota Komisi I DPR Papua yang menyatakan KNPB selaku penyambung lidah rakyat, sehingga mereka terus membela dan berjuang melakukan perlawanan terhadap pemerintah agar mendapat perlakuan yang sama dengan lainnya.
Menurut penulis, permasalahannya adalah kemiskinan di Papua bukan kesalahan sepenuhnya pemerintah pusat karena pemerintah pusat telah memberikan dana Otsus kepada Papua dan Papua Barat secara berkesinambungan dan cukup namun pemerintah pusat termasuk KPK belum sepenuhnya mampu mengawasi penggunaan dana Otsus tersebut dan disisi yang lain pemerintah Papua dan DPR Papua juga tidak serius menggunakan dana tersebut sehingga yang terkena eksesnya adalah masyarakat Papua pada umumnya.
Fakta soal adanya penyalahgunaan dana Otsus di Papua bisa jadi diketahui juga oleh aktivis KNPB, namun organisasi ini yang kemungkinan merupakan “alat politik” kelompok tertentu di Papua tidak mau mempersoalkannya dan mengalihkan isunya dengan Papua meminta merdeka dengan alasan kemiskinan dimana-mana.
Keberadaan KNPB akan lebih bermutu jika turut mempersoalkan dugaan korupsi di Papua. KNPB misalnya bersama Forum Peduli Pembangunan Jayawijaya (FPPMJ) perlu mempertanyakan tentang tindak lanjut hasil audit BPK Perwakilan Papua terkait dengan kasus penggelapan beras untuk rakyat miskin (Raskin) sebanyak 18 ton, pembelian Pesawat Walesi Air dan kasus perjalanan Dinas Pariwisata Jayawijaya ke Jerman.
Oleh karena itu terhadap pernyataan konyol anggota Komisi I DPR Papua tersebut, maka Badan Kehormatan DPR Papua dan stakeholder terkait perlu memberikan peringatan kepada yang bersangkutan agar tidak memberikan pernyataan yang menimbulkan konflik di masyarakat.
Salah seorang anggota DPR Papua yang lain, menanggapi isu-isu yang sedang berkembang di Papua, diharapkan masyarakat Papua lebih dewasa dan waspada dalam menanggapinya. Hal ini dikarenakan ada kelompok tertentu yang ingin mengacaukan Papua khususnya masyarakat Papua untuk memisahkan diri dari NKRI. Selain itu, jika ada kelompok yang berseberangan dengan NKRI, maka masyarakat harus patut mewaspadai, tidak perlu ikut-ikutan dan jangan mau dimanfaatkan oleh orang atau kelompok tertentu yang mengajak dengan mengiming-imingi sejumlah uang. Apalagi menjelang pelaksanaan Pilkada serentak di Papua, akan marak beberapa oknum politikus yang menjadikan kelompok tertentu sebagai pemicu timbulnya konflik di tanah Papua.
Maraknya pernyataan anggota DPR Papua tersebut yang dapat menimbulkan stigma negatif dan mengarah kepada situasi yang kurang harmonis pihak eksekutif dengan legislatif dan dengan masyarakat di daerah, bukan tidak mungkin hal ini akan menimbulkan bibit-bibit permusuhan diantara mereka, mengingat para anggota dewan daerah itu adalah putera asli daerah dirasa perlu diadakan bimbingan teknis pemahaman bela negara atau kewaspadaan nasional agar para anggota DPR Papua lebih condong memiliki rasa cinta tanah airnya.
Sedangkan, keberadaan BARA NKRI dinilai cukup representatif dalam mengawal pembangunan politik di tanah Papua, sebagai perwujudan dari Ormas yang menyuarakan keindonesiaan, mengingat dengan semakin dekatnya  penyelenggaraan Pilkada 2017 di beberapa kabupaten/kota, dibutuhkan situasi yang aman dan kondusif, sehingga diharapkan masyarakat Papua lebih jeli melihat perkembangan situasi dan isu-isu yang berkembang dan tidak mudah untuk terprovokasi oleh kelompok atau golongan tertentu.
Bagaimanapun juga, berbagai kalangan di Papua apakah itu organisasi adat, organisasi pemuda, organisasi keagamaan, Parpol, LSM atau NGO bahkan media massa perlu menyadari bahwa integrasi atau bergabungnya Papua dalam NKRI adalah final sejak Pepera 1969, dan catatan sejarah ini tidak akan pernah berubah sampai kapanpun. Lebih baik, seluruh stakeholder di Papua saling bekerjasama meningkatkan kesejahteraan, karena hal itu jauh lebih berguna daripada berunjuk rasa menuntut referendum atau berdiskusi membahas dekolonialisasi, karena tidak akan ada referendum di Papua sampai kapanpun. Itu janji ibu pertiwi!.
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com