Meningkatkan Kualitas Pemilu sebagai Jatidiri dan Budaya Bangsa

Bagikan artikel ini

Suhendro, Pengamat Politik dan Demokrasi

Dalam rangka Mewujudkan Pemilu 2014 yang transparan serta meningkatkan kualitas serta partisipasi pemilih, KPU dan Bawaslu akan membentuk relawan demokrasi di beberapa daerah. Relawan tersebut nantinya akan bertugas meningkatkan kualitas proses pemilu, meningkatkan partisipasi pemilih, meningkatkan kepercayan publik terhadap proses demokrasi, dan membangkitkan kesukarelaan masyarakat kecil dalam agenda pemilu 2014.

Upaya rekruitmen relawan demokrasi, berdasarkan PKPU Nomor 10 Tahun 2012 tentang pemantauan Pileg 2014. Di dalam aturan itu Ombudsman ataupun lapisan masyarakat lainnya diperbolehkan mengawasi penyelenggaran pemilu. Relawan demokrasi yang terpilih nantinya akan disebar di seluruh daerah di Indonesia. Di rencanakan relawan tersebut bertugas selama empat bulan mulai Januari – April 2014. Apapun kegiatan instansi pemerintah dalam penggunaan APBN ataupun APBD, wajib diawasi sehingga tercipta sistem demokrasi yang transparan, sehingga diharapkan nantinya akan tercipta sinergiritas yang baik antara penyelenggara dengan pemantau.

Selain itu, Ombudsman dan masyarakat diharapkan dapat menjadi mitra dalam menuju penyelenggaraan Pemilu yang transparan. Mewujudkan Pemilu bersih dan bermartabat, dapat menghasilkan wakil rakyat yang amanah dan akuntabel. Wakil Rakyat yang bersih dan berkualitas bukan hanya didapat dari hasil pemilihan saja, sekaligus produk dari mekanisme rekruitmen dari partai. Masyarakat mempunyai kewajiban ikut mengawasi mekanisme pemilu, karena dengan mengikuti mekanisme yang benar dan sesuai aturan maka menghasilkan pemimpin yang beradab yang dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa dan bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Jika hasil pemilu dimenangkan oleh sekelompok orang yang hanya mengutamakan kepentingan sendiri atau golongan maka negara dalam ancaman.

Pemilu yang bersih dan berkualitas  dapat dilihat dari minimnya pelanggaran dalam pelaksanaan Pemilu. Partisipasi masyarakat secara sukarela menggunakan hak pilihnya, sering digunakan dalam tolok ukur keberhasilan Pemilu. Semakin tinggi partisipasi semakin legitimid kualitas pelaksanaan Pemilu. Secara kuantitatif keberhasilan Pemilu diukur dari jumlah kedatangan pemilih ke TPS dan keberhasilan Pemilu secara kualitatif dilihat dari rasionalitas pemilihan dan peran aktif dari masyarakat. Situasi nasional saat ini menunjukkan eskalasi politik yang meningkat, terutama gencarnya gerakan Parpol dalam menyongsong Pemilu 2014. Sayangnya, konsolidasi Parpol yang tidak berhasil akan berdampak pada proses Pemilu 2014. Apalagi ditambah dengan kurang matangnya persiapan KPU dan Bawaslu.

Sementara itu banyaknya parpol yang tidak lolos verifikasi, dikhawatirkan menurunkan partisipasi masyarakat terhadap Pemilu 2014. Jika situasi ini tidak ditangani secara cepat dan tepat, dikhawatirkan situasi nasional makin memburuk yang dapat dimanfaatkan kelompok tertentu untuk mendiskreditkan pemerintah. Sebab, bangsa Indonesia sedang berada di persimpangan jalan dan kondisinya tanpa perubahan padahal Indonesia merupakan sebuah negara yang kaya dan potensial. Jika tidak ada perubahan negara ini 10 tahun ke depan maka kita akan menjadi bangsa yang gagal. Bangsa ini harus bangkit karena kalau negara ini bisa bangkit maka kita akan kembali menjadi macan Asia.

Negara kita harus menjadi negara yang mandiri sebab sekitar 80% masyarakat kita belum merasakan kemerdekaan. Demokrasi Indonesia merupakan demokrasi kriminal. Artinya masyarakat kita dijadikan korban kebijakan pemerintah dan elit politik. Untuk itu, kita harus benahi sistem negara ini. Calon pemimpin kita pada 2014 harus memiliki leadership yang baik dan harus pro rakyat. Rekayasa pemilih dalam pemilu dilakukan semenjak tahun 2004, jadi Pemilu kita selama ini banyak direkayasa. Oleh sebab itu, kita tidak bisa bergantung pada pemilu 2014.

Pada era informasi dan demokrasi, kultur bangsa Indonesia mengalami perubahan secara drastis. Citra bangsa Indonesia sebagai bangsa yang santun, ramah dan berbudi pekerti yang sering disuarakan orang-orang asing yang berkunjung ke Indoneia mungkin harus kita evaluasi kembali. Bahwa format jati diri bangsa bukan format mati, jati diri akan terus berkembang dan berevolusi sesuai perkembangan zamannya seperti kata pepatah bahwa yang abadi adalah perubahan. Tentu saja perubahan yang diharapakan adalah perubahan yang akan memperkuat jati diri. Birokrasi sebagian besar berfalsafah demikian karena kuatnya garis komando dan etika yang terstruktur di antara setiap elemen birokrasi. Operasional para birokrat tentunya dibatasi sejumlah regulasi dan etika yang membuat birokrat paham akan kedudukannya dan bagaimana cara mereka berkomunikasi dengan birokrat yang lain sehingga birokrat terhindar dari konflik.

Budaya jati diri bangsa Dan Destinasi Wisata

Budaya adalah sikap kelompok manusia. Kalimat ini mungkin merupakan definisi budaya yang kesekian kalinya dan definisi terpendek sehingga mudah diingat. Sikap sekelompok manusia adalah benda intangible yang tidak kasat mata, tidak kasat kuping dan tidak kasat rasa. Harta manusia yang terakhir mencirikan seseorang itu manusia atau sekedar makhluk biologis saja adalah harga diri. Harga diri adalah perasaan seseorang yang lebih berkaitan dengan hati nurani jadi bukan masalah fisik melainkan masalah non fisik. Harga diri yang bersangkutan dengan fisik material adalah harga diri semu. Jati diri adalah signifikansi yang melekat pada diri seseorang atau kelompok orang. Hal itu dapat positif maupun negatif. Bangsa Indonesia, China, Taiwan dan Korea pernah mempunyai jati diri negatif dimata dunia yaitu sebagai bangsa pembajak hak cipta. Itulah salah satu jati diri kita pada suatu saat.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa harga diri ada 2 (dua) macam yaitu harga diri semu yang indikatornya adalah hal-hal yang bersifat fisik dan harga diri murni yaitu berbagai hal yang berkualitas bersemayam di dalam sanubari seseorang. Kualitas yang bersemayam di dalam nurani seseorang ini akan menyebabkan seseorang tersebut percaya diri tampil di berbagai situasi. Tahun politik 2014 mendatang tidak selalu berarti tahun yang tegang dan mengerikan, sebaliknya, atmosfer pemilu bisa dimanfaatkan untuk mendongkrak pariwisata daerah, seperti Yogyakarta berpotensi menjadi destinasi konsolidasi partai dan kader terbaik di Indonesia, karena Yogyakarta sebagai kota bersejarah, serta banyaknya museum sebagai modal berharga.

Suasana Yogyakarta kondusif sebagai tempat konsolidasi dan meeting, dan banyak tokoh dan akademisi yang bisa menjadi narasumber di sini, sehingga potensi pemilu 2014 dijadikan destinasi wisata di Yogyakarta sangat terbuka. Yogyakarta bisa mengambil peluang promosi dan pengembangan wisata dari pesta demokrasi lima tahunan tersebut, dimana pihak pengelola wisata bisa mengadakan paket wisata yang selain menyediakan ruangan pertemuan dan akomodasi, juga mengajak para kader partai politik berkeliling ke museum dan tempat bersejarah. Sebagai contoh museum wayang, meskipun sekilas wayang dan politik tidak berhubungan, apalagi dengan Pemilu, namun tempat tersebut tetap bisa memberikan nilai-nilai berharga bagi para kader, dengan mendapatkan cerita kepahlawanan dari para tokoh wayang. Selama ini masyarakat Yogyakarta sendiri adalah masyarakat yang sudah cerdas, dan siap menghadapi tahun politik tersebut, dan masyarakat juga yakin jika kegiatan-kegiatan politik tersebut nantinya tidak akan mengganggu ketertiban, Yogyakarta terkenal akan multietnisitas dan situasi yang kondusif. Untuk perlu daerah di Indonesia menjadikan Pemilu 2014 sebagai destinasi

Penguatan peran tokoh agama, pemuda dan perempuan

Dalam waktu dekat akan diselenggarakan pesta demokrasi/Pemilu 2014, ini merupakan momen yang strategis untuk pemuda sebagai genarasi penerus bangsa agar ikut berpartisipasi mengawal jalannya pesta demokrasi tersebut bersama-sama dengan elemen masyarakat lainnya. Mahasiswa memiliki peran sentral yang sangat penting dalam mewujudkan demokrasi Indonesia yang berkualitas. Untuk itu, sebagai agent of change, mahasiswa diharapkan dapat menggunakan intelektualnya untuk menyelesaikan setiap permasalahan secara win-win solution. mengharapkan agar pemilih, khususnya mahasiswa dapat memanfaatkan kecerdasan emosional dengan memperhatikan nilai demokrasi serta karakter dan rekam jejak peserta Pemilu 2014 agar terlahir pemimpin yang amanah dan dapat membawa Indonesia menjadi negara yang lebih kuat.

Dalam rangka mempersiapkan Pemilu 2014, terdapat permasalahan yang perlu diselesaikan dalam upaya mensukseskan pemilu 2014, antara lain, lemahnya sosialisasi, rendahnya partisipasi masyarakat, penegakkan hukum yang lemah, banyaknya keberpihakan, pelanggaran oleh Caleg, profesionalitas penyelenggara yang masih rendah, pengawasan Standar Operasional Prosedur Pemilu yang buruk, rekam jejak sebagian Legislator yang kurang diperhatikan.

Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh Pemerintah, antara lain, melibatkan perguruan tinggi untuk mengawasi Pemilu, merevitalisasi institusi untuk memantau pelaksanaan Pemilu 2014 dan meningkatkan kapasitas dan profesionalitas penyelenggara Pemilu 2014. Pemuda merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, saat ini para pemuda msih dihadapkan dengan berbagai persoalan dan hal ini menjadi kendala untuk berperan aktif dalam menciptakan perdamaian yang abadi.

Ada tiga persoalan yang melekat pada generasi muda yaitu belum stabilnya status ekonomi, tingkat emosional yang belum stabil dan perlakuan pranata-pranata diluar pemuda yang kurang memberikan tauladan kepada generasi muda. Perlu adanya arahan dan penataan terhadap generasi muda sehingga akan menjadi pemuda yang tangguh dan dapat berbuat yang terbaik untuk proses pembangunan bangsa dan negara. Munculnya kekerasan pada generasi muda dapat dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok yang tidak bertanggungjawab untuk memecah belah persatuan dan kesatuan.

Pemuda dapat menjadi agen perdamaian jika mempunyai tiga peran antara lain pemuda harus bisa menjadi juru damai, pemuda harus menguasai bahasa yang mendunia dan pemuda harus mempunyai semangat untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Berharap seluruh komponen bangsa agar peduli terhadap kondisi generasi muda saat ini, sehingga ke depan para pemuda dapat diandalkan menjadi agen-agen perdamaian. Permasalahan yang muncul di masyarakat disebabkan kurang adanya komunikasi antara pemuda dengan masyarakat sehingga menimbulkan suatu kesalahpahaman. Terhambatnya komunikasi antara pemuda dengan masyarakat harus dicari jalan keluarnya melalui sinergi kedua pihak, dengan demikian proses pembangunan di desa dapat berjalan dengan lancar. Penguatan peran tokoh agama dalam Peningkatan partisipasi pemilih pada Pemilu 2014 dinilai sangat vital. karena ulama sebagai penerang dan  teladan bagi masyarakat.

Fenomena terjadinya, mengapa partisipasi pemilih menurun? Disebabkan memang ada fenomena yang menjemukan yang dirasakan oleh masyarakat karena banyaknya kegiatan pemilihan mulai dari Pilkades, Pileg, Pilbub, Pilgub sampai Pilpres. Fenomena lainnya adalah karena adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap pemimpin yang kita pilih, fenomena selanjutnya adalah dari penyelenggara Pemilu yang sedang marak terjadi sehingga menimbulkan permasalahan. Kemudian Fenomena karena Pemilu adalah urusan duniawi yang tidak ada hubungannya dengan agama yang penuh dengan intrik yang menghalalkan segala cara.

Sementara itu, munculnya money politic yang sudah membudaya sehingga masyarakat sekarang sudah tidak percaya lagi dengan adanya Pemilu. Pemilu dari kacamata agama dalah sebuah tahapan/proses untuk memilih leader/pemimpin dan wakil-wakilnya yang diharapkan bisa menjalankan amanat dengan baik. Dalam agama Islam pemimpin adalah yang dapat menjalankan amanat, untuk mengambil kebijakan untuk kemaslahatan umat yang harus diwujudkan yaitu primer, skunder dan tersier. Dalam katholik memilih dalam Pemilu adalah sebuah kewajiban karena 100% katholik dan 100% Indonesia. Pada masa orde baru umat katholik kurang berminat untuk terlibat dalam kehidupan politik karena hasilnya sudah bisa ditebak, pada tahun 1999 awal reformasi dimana umat katholik berharap memasuki era demokrasi yang baru akan tetapi hasilnya tidak sesuai yang diharapkan yang tidak jauh beda pada masa sebelumnya/orde baru.

Demokrasi menjamin untuk mendapatkan hak-hak dasar sebagai masyarakat dan demokrasi juga menjamin keseimbangan antara hak dan kewajiban masyarakat. Parameter dalam berdemokrasi yaitu adanya kontrol atas keputusan pemerintah, adanya pemilih yang teliti dan jujur dan adanya hak memilih dan dipilih. Demokrasi bisa terlaksana dari lingkup paling kecil yaitu mulai dari keluarga karena bagaimana kita akan menerapkan demokrasi yang lebih besar apabila dari keluarga saja tidak bisa. Sebagai Caleg dari partai politik, maka memiliki tanggung jawab untuk memberi himbauan kepada masyarakat agar dapat menggunakan hak kontitusionalnya pada Pemilu 2014, begitu juga dengan partai politik, memiliki tanggung jawab dalam pendidikan demokrasi bagi masyarakat.

Untuk meminimalisir angka golput dan meningkatkan peran serta pemilih pada Pemilu Legislatif 2014, merupakan tanggung jawab semua pihak termasuk didalamnya KPU selaku penyelenggara pemilu. Untuk itu diharapkan KPU terus melakukan sosialisasi dan pemahaman kepada masyarakat tentang Pemilu agar partisipasi masyarakat dapat meningkat pada Pemilu 2014. Tingginya biaya berpolitik bagi kaum perempuan, menjadi kendala utama yang dihadapi kaum hawa untuk turut berperan aktif dalam dunia politik. Akibatnya, jumlah perempuan yang melek politik atau yang aktif terjun dalam dunia politik masih belum maksimal.

Memang kendala utama yang dihadapi para perempuan untuk berpolitik adalah high cost atau biaya yang cukup tinggi. Olehnya KPPI berusaha mencari solusi, agar perempuan tetap bisa berpolitik tanpa terlalu merisaukan biaya tinggi tersebut. Salah satu langkah dalam mensiasati biaya politik tinggi itu, perempuan dituntut mesti cerdas dan mampu membaca situasi. Salah satunya dengan menggelar acara seminar  maupun dengan melakukan kegiatan silatuhrahmi. Karena memang menurut survey, langkah silatuhrahmi ini menjadi penunjang utama dari keberhasilan seseorang dalam berpolitik.

Kesuksesan Pemilu 2014 tidak hanya dapat memilih calon legislatif dan Presiden yang berkualitas dan berlangsung aman, tetapi juga harus dapat mendongkrak partisipasi politik yang semakin menurun, oleh karena itu peran para tokoh agama diharapkan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap Pemilu tahun 2014 untuk mengurangi angka Golput. Keberhasilan dan kesuksesan pelaksanaan Pemilu, salah satunya adalah tingginya tingkat partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya karena hak masyarakat dilindungi konstitusi.

Kaca mata politik lembaga survei

Minat masyarakat Indonesia terhadap politik dan pemilihan umum begitu rendah yang dibuktikan dengan survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada akhir November 2013. LIPI melaporkan 60% responden survei yang dilakukan lembaga itu di 31 provinsi dengan 1.799 orang responden menyatakan kurang tertarik dan tidak tertarik sama sekali terhadap politik. Di sisi lain, hanya sekitar 37% responden survei itu yang menyatakan tertarik atau sangat tertarik terhadap masalah politik atau pemerintahan. Minat terhadap politik itu tentu akan berimbas pada keterlibatan masyarakat sebagai pemilih dalam dua Pemilihan Umum 2014 mendatang, pemilu legislatif dan pemilu presiden.

Kesulitan untuk meningkatkan partisipasi pemilih pada Pemilu 2014. KPU sekarang dihadapkan pada masalah partisipasi pemilih. Sejak Pemilu 1999 hingga 2009 grafik partisipasi pemilih terus menurun tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu 1999 sebesar 92,74%, pada Pemilu 2004 sebesar 84,07%, dan Pemilu 2009 sebesar 71%. Sayangnya, penurunan partisipasi pemilih pada pemilihan umum nasional itu juga diikuti penurunan partisipasi pemilih pada pemilihan kepala daerah. KPU mencatat hanya sekitar 55-56% pemilih daerah yang terlibat dalam pemilihan kepala daerah.

Partai-partai politik dapat mendongkrak keterlibatan pemilih dengan mengangkat isu-isu publik seperti pajak ataupun kenaikan bahan bakar minyak. Sayangnya, isu-isu seperti itu belum ada yang mencuat ke permukaan. Jika pun ada seperti isu bahan bakar minyak, itu sudah lewat. Kesulitan partai politik untuk mengajak pemilih dalam pemilihan umum, karena partai politik tidak mempunyai kebijakan dan program yang jelas.

Idealnya kelembagaan partai itu terjadi setelah pemilu berlangsung dengan para politisi yang menggali isu di lapangan dan mengangkatnya sebagai kebijakan partai dengan kacamata masing-masing. Namun, kehadiran tokoh-tokoh politik baru seperti Joko Widodo ataupun tokoh politik muda seperti Anies Baswedan, cenderung meningkatkan keterlibatan para pemilih dalam pemilu. Penurunan minat masyarakat dan keterlibatan para calon pemilih dalam politik dan pemilu itu menjadi berita buruk bagi partai politik, terutama bagi kehidupan demokrasi Indonesia yang sedang berkembang.

Pencalonan yaitu batas maksimal pencalonan Anggota DPR yang diajukan masing-masing partai, 100% dari jumlah kursi setiap Dapil (Pasal 54), bukan 120% dan dalam sistem pencalonan harus ada tiga bakal calon perempuan. Pengujian konstitusionalitas UU ini selama ini dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. Termasuk UU Pemilu. Hanya saja, dalam Pemilu, ada mekanisme tersendiri setelah lahirnya UU 12 Tahun 2008 tentang Otonomi Daerah. Di Pasal 236C UU No 12/2008 ada penambahan bagi MK untuk melakukan penanganan sengketa hasil perolehan suara pilkada.

Apabila tidak ada goncangan politik nasional, berdasarkan survei angka partisipasi pemilih dalam pemilu 2014 mendatang cenderung tinggi jika dipotret dari minta pemilih. Hal ini dikonfirmasi oleh persentasi publik-pemilih yang menyatakan berminat memberikan suaranya dalam pemilu presiden sebesar 40% menyatakan sangat berminat dan 44% menyatakan cukup berminat. Partisipasi pemilih yang tinggi ini dengan catatan pemilih tentunya terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Dimana ada temuan survei juga bahwa partisipasi masyarakat dalam pemilu presiden (pilpres) melebihi partisipasi dalam pemilu legislatif (pileg). Hal ini karena pilpres adalah panggung konstentasi bagi banyak figur karena absennya incumbent.

Memutus perselisihan hasil pemilu harus dilaksanakan dengan jujur, akuntabel sesuai aturan dan per undang undangan yang ada dalam memutuskan perselisihan hasil Pemilu. Terbatas pada keberatan atau perbedaan pendapat mengenai hasil Pemilu antara penyelenggara Pemilu dan peserta Pemilu. Perbedaan pendapat yang terjadi karena kesalahan penghitungan suara yang dilakukan oleh KPU sehingga memengaruhi hasil Pemilu. Penghitungan suara hanya merupakan bagian kecil dari electoral process. Padahal tahapan lain juga harus dilaksanakan berdasarkan prinsip Pemilu yang demokratis. Pelanggaran di semua tahapan dapat memengaruhi hasil Pemilu. Tidak sesuai hakikat MK sebagai pengawal konstitusi. Jika hanya mengadili kesalahan penghitungan suara, maka MK tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai pengawal konstitusi. MK terbelenggu dan tidak dapat menjalankan fungsinya menegakkan hukum dan keadilan. MK tidak dapat bergerak jika terjadi pelanggaran pada tahapan sebelumnya yang nyata-nyata melanggar konstitusi dan memengaruhi hasil Pemilu. MK tidak dapat menegakkan keadilan dan demokrasi substantif.

Dalam Penyelenggara Pemilu yang harus dicermati adalah kemandirian KPUD dalam Pemilukada, Bawaslu dan Dewan Kehormatan sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggara Pemilu dan persyaratan calon anggota KPU dan DKPP (dari Parpol mundur minimal 5 tahun sebelumnya). Dalam Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu adalah tenggat waktu bersifat konstitusional dan MK berwenang menjatuhkan sanksi atas pelanggaran. Putusan KPU yang mempengaruhi prinsip-prinsip hukum pemilu terdiri dari : pelanggaran prinsip konstitusional Pemilu sebagai bagian dari obyek perkara perselisihan hasil Pemilu. PHPU Kepala Daerah mencakup perkara konstitusionalitas Pemilukada. MK berwenang menilai pelanggaran yang menyebabkan sengketa hasil. Keputusan dalam proses demokrasi dapat dibatalkan oleh pengadilan. Pelanggaran sistematis, terstruktur dan massif -(serius dan signifikan)- sebagai alasan pemungutan suara ulang. Pelanggaran asas jujur berakibat pada diskualifikasi calon. Pemilih dapat menggunakan KTP dan Paspor dalam Pemilukada.

Cipta Kondisi Pemilu

Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu lembaga negara yang diberi kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Sebagai upaya menjaga dan mengawal proses demokrasi salah satu Kewenangannya adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum (PHPU) sebagaimana diamanahkan dalam  pasal 24 C ayat 1 UUD 1945 dan  pasal 10 UU No 24 Tahun 2003 sebagaimana diubah dengan UU N0 8 tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi.

Berkaca pada pengalaman selama ini hampir setiap penyelenggaraan pemilu bailk pemilu legislatif maupun pemilukada selalu diwarnai oleh pelanggaran dan kecurangan oleh masing-masing calon bahkan oleh KPU yang pada akhirnya akan mempengaruhi hasil perolehan suara dari masing-masing calon dan menimbulkan sengketa yang penyelesaiannya berujung ke MK yang dalam memutus Perselisihan Hasil Pemilu hanya terbatas pada keberatan atau perbedaan pendapat mengenai hasil Pemilu antara penyelenggara Pemilu dan peserta pemilu. Perbedaan pendapat yang dimaksud adalah karena KPU dianggap salah melakukan penghitungan suara sehingga mempengaruhi hasil Pemilu.

Dalam praktik MK dalam memutus sengketa pemilu tidak terbatas pada sengketa perselisihan hasil Pemilu tapi pada perselisihan perolehan suara hasil pemilu, dikarenakan ada masalah-masalah dalam tahapan-tahapan penyelenggaraan Pemilu. MK melihat persoalan ini sebagai persoalan konstitusionalitas bukan hanya sekedar penghitungana suara yang hanya merupakan hasil akhir. Kelemahan konstruksi Normatif Kewenangan MK dalam menangani perkara PHPU adalah Penghitungan suara hanya merupakan bagian kecil dari electoral process. Padahal tahapan lain juga harus dilaksanakan berdasarkan prinsip Pemilu yang demokratis. Terjadinya pelangggaran disemua tahapan dapat mempengaruhi hasil Pemilu. Jika MK hanya mengadili kesalahan penghitungan suara, maka Mk tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai pengawal konstitusi. MK menjadi terbelenggu dan tidak dapat menjalankan fungsinya menegakkan hukum dan keadilan. MK tidak dapat bergerak jika terjadi pelanggaran pada tahapan sebelumnya yang nyata-nyata melanggar konstitusi dan mempengaruhi hasil Pemilu. Maka MK tidak dapat menegakkan keadilan dan demokrasi substansif sehingga MK banyak melakukan ijtihad dalam rangka menegakkan keadilan.

Diantara Putusan menarik dari MK yang lebih menekankan pada prinsip kedaulatan rakyat yang diwujudkan dalam sistem demokrasi Pemilu adalah Pemungutan suara berdasar hukum adat adalah sah, Perselisihan antar calon internal partai politik dapat diadili MK jika diajukan oleh DPP partai politik, penentuan pemenang suara dalam Pemilu legislatif adalah berdasar hasil suara terbanyak bukan lagi pada nomor urut berdasarkan pada landasaan filosofis kedaulatan ditangan rakyat dan rakyat sudah memberikan pilihan. Penyelenggaraan Pemilu meliputi, Dewan Kehormatan Penyelenggaraan, Pemilu (DKPP), Komisi Pemilu dan Badan Pengawas Pemilu Partai politik, menjelang Pemilu 2014, bukan hanya mempunyai kewajiban meningkatkan elektabilitas partai ataupun calon presiden yang diusung partainya, melainkan juga mendongkrak keterlibatan para pemilih. Minat masyarakat yang rendah terhadap politik disebabkan kinerja partai politik yang mengecewakan. termasuk di dalamnya kinerja mengecewakan yaitu kasus-kasus politik yang melibatkan partai politik.

Menilai reaksi masyarakat berupa penurunan minat terhadap politik merupakan hal wajar. Dalam situasi partai-partai politik terlibat kasus korupsi dan kinerja mengecewakan, tentu bukan hanya tugas partai politik untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pemilihan umum. Kualitas pemerintahan hasil Pemilu 2014 tidak akan berubah karena masih dalam skema pemilu yang dijalankan. Kasus penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi masih akan berlangsung pasca-Pemilu 2014. Wakil rakyat yang tidak akuntabel masih ada karena skema pemilu kita bermasalah. Akan tetapi, tugas partai politik untuk mendongkrak partisipasi pemilih dalam Pemilu 2014 tidak semudah membalikkan tangan mengingat sisa waktu yang tinggal empat bulan. Mengapa partisipasi pemilu jarang dilakukan? karena masyarakat tidak banyak tahu/paham tentang hak politik dan cenderung mengalami kebosanan.

Hak Politik : Hak warga negara paling akhir setelah orang itu bernegara dan ketika orang lahir sudah membawa hak politik. Hak politik merupakan bagian dari keberhasilan dan hak politik hadir karena Negara ada (Negara Merdeka). Hak Sosial : hak untuk hidup bersama manusia yang lain.

Jakarta, 24 Desember 2013

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com