Toni Ervianto, alumnus Fisip Universitas Jember dan alumnus pasca sarjana Kajian Strategik Intelijen, Universitas Indonesia
Pidato Kenegeraan Presiden SBY di depan Sidang Paripurna DPR – DPR RI dan penyampaian Nota Keuangan RAPBN 2014 di Sidang Paripurna DPR RI 16 Agustus 2013 menyiratkan optimisme SBY tentang momentum pembangunan menuju Indonesia 2030. Indikator-indikator makro ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi, peningkatan GPD per kapita, kendali laju inflasi, angka kemiskinan, beban hutang luar negeri memang menunjukkan kombinasi yang positif. Di tengah kelesuan ekonomi global, Indonesia bukan hanya mampu menjaga kinerja ekonomi yang mantap, namun juga dapat melakukan restrukturisasi belanja negara untuk menjalankan program-program utama pemerintah seperti jaminan sosial, pendidikan, dan kesehatan, pembangunan infrastruktur, dan modernisasi militer.
Pertanyaan utama yang penting untuk diajukan adalah bagaimana menjaga momentum positif tersebut terutama saat Indonesia akan mengalami transisi kepemimpinan nasional di tahun 2014? Ada dua komitmen yang harus dijalankan: komitmen politik strategis dan komitmen operasional.
Komitmen Ganda
Pertama, komitmen politik untuk menjaga arah dan momentum pembangunan harus dipegang oleh elit politik yang akan bertarung dalam PEMILU 2014. Pemerintahan SBY 2004-2014 telah meletakkan beberapa program jangka menengah-panjang yang seharusnya dilanjutkan oleh Presiden RI 2014-2019. Program MP3EI untuk membangun infrastruktur Indonesia merupakan rencana jangka panjang hingga tahun 2030. Program modernisasi pertahanan yang tertuang dalam Postur Kekuatan Pertahanan Minimum juga merupakan program jangka panjang hingga tahun 2024. Keberlanjutan program-program jangka panjang tersebut tentunya tidak menutup kemungkinan bagi Presiden RI baru untuk memasukkan ideologi politiknya untuk memberikan penekanan dan prioritas tertentu, namun diharapkan Indonesia tidak harus lagi membongkar landasan-landasan politik ekonomi yang sudah ada dan memulainya lagi dar tititik nol. Diharapkan Indonesia di tahun 2014 akan telah memiliki pijakan yang kuat untuk memulai program pembangunan untuk mewujudkan Indonesia 2045.
Kedua, komitmen operasional yang harus segera dijalankan adalah komunikasi politik oleh SBY untuk melibatkan para calon pemimpin 2014-2019 dalam penyusunan RAPBN 2014 dan 2015. RPABN 2014 yang nota keuangannya telah disampaikan oleh SBY akan menjadi APBN 2014 yang dijalankan oleh SBY hingga Oktober 2014 dan dijalankan oleh Presiden RI 2014-2019 di bulan Oktober 2014 hingga Desember 2014. Jika para calon Presiden RI 2014-2019 menjanjikan program 100 hari dalam kampanye politiknya, maka pada dasarnya program 100 hari itu akan merujuk kepada alokasi anggaran pembangunan yang dirancang oleh SBY dalam APBN-P 2014. Bahkan, program tahun I Presiden RI 2014-2019 juga masih akan menggunakan APBN 2015 yang pembahasannya akan dilakukan oleh SBY dan DPR hasil Pemilu 2014. Ini berarti, proses transisi kepemimpinan politik 2014 seharusnya juga disertai dengan proses komunikasi politik antara SBY dan calon Presiden 2014-2019 untuk membentuk suatu komitmen strategis untuk melanjutkan arah dan momentum pembangunan Indonesia.
Proses transisi politik di Indonesia pada Pemilu 2014 juga memiliki urgensi yang sangat signifikan ditengah-tengah geliat permasalahan politik yang semakin rumit menjelang perhelatan pesta demokrasi tersebut. Urgensi dan signifikansi Pemilu 2014 menjadi penting karena jika Pemilu 2014 lancar dan sukses, maka Indonesia sudah memiliki “tabungan” untuk membawa negara ini ke arah yang dicita-citakan yaitu menjadi negara kuat pada 2030. Namun, jika Pemilu 2014 mengalami kegagalan, maka fenomena “the return of authoritarian regime” akan kembali terbuka lebar dan jika ini terjadi merupakan setback dan pukulan telak yang dapat menghambat kebangkitan Indonesia untuk menjadi negara besar pada 2030.
Dalam konteks perkembangan internasional, keberhasilan Pemilu 2014 juga akan menjadi “pintu masuk” Indonesia dalam rangka menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) yang akan diterapkan pada 2015. Diakui atau tidak, persiapan kita menghadapi AEC ini sangat minim, sedangkan waktu penerapan AEC kurang dari 2,5 tahun ke depan. Bahkan, isu atau permasalahan AEC belum menjadi episentrum agenda politik yang mewarnai dinamika politik dan ekonomi di tanah air. Persiapan Indonesia menghadapi AEC juga semakin rumit ketika unjuk rasa buruh dengan berbagai tuntutan yang normatif ataupun politis semakin marak di tanah air. Unjuk rasa buruh yang mengusung persoalan politis dapat diterjemahkan sebagai “upaya merusak citra Indonesia dan meningkatkan country risk Indonesia” sehingga investor enggan masuk, pengusaha hengkang, pengangguran membengkak, dan kriminalitas meningkat. Prediksi ini bukan bermaksud untuk menakut-nakuti, namun ada kemungkinan dapat terealisasi, sehingga langkah-langkah antisipasi mutlak dipersiapkan secara dini.
KomunikasiPolitik
Secara operasional, ada tiga hal yang bisa dilakukan. Pertama, SBY membuka ruang dialog untuk menampung program kerja 100 hari para calon Presiden 2014-2019. Program kerja 100 hari tersebut akan dijalankan di bulan Oktober 2014 hingga Januari 2015. Dengan mengasumsikan bahwa Presiden baru membutuhkan suatu hasil nyata untuk menunjukkan pemenuhan janji politiknya maka APBN-P 2014 harus memberikan ruang fiskal yang luas yang memungkinkan adanya realokasi anggaran kesektor-sektor yang terkait dengan pendidikan, kesehatan, jaminan sosial, dan perbaikan infrastruktur.
Kedua, SBY membuka ruang dialog dengan calon presiden 2014 untuk membahas RAPBN 2015.Jika Pemilu Presiden 2014 berlangsung satu putaran, maka di Agustus 2014 SBY langsung dapat duduk bersama dengan Presiden terpilih untuk membahas Nota Keuangan dan RAPBN 2015. Namun, jika Pemilu Presiden berlangsung dua putaran hingga Oktober 2014, maka SBY harus melakukan dialog dengan dua calon Presiden 2014-2019 dan menyiapkan dua alternatif RAPBN 2015 yang sesuai dengan program kerja tahun I kedua calon Presiden.
Ini berarti, arah dan momentum pembangunan Indonesia akan tergantung dari inisiatif SBY untuk melakukan komunikasi politik secara dini dan bertahap dengan para calon presiden 2014. Inisiatif SBY tersebut dibutuhkan mengingat secara regulasi formal kewenangan untuk menyusun APBN 2014, APBN-P 2014, dan APBN 2015 tetap berada di tangan Presiden SBY.
Ketiga, untuk dapat melakukan komunikasi politik dengan SBY untuk turut menyusun APBN-P 2014 sebagai bagiandari program 100 hari dan APBN 2015 sebagai bagian dari program Tahun I, para calon Presiden 2014 sudah harus memiliki program kerja yang dapat di operasional dalam bentuk mata-mata anggaran APBN. Jika operasionalisasi program kerja tersebut bisa dilakukan, maka akan terjadi peningkatan kualitas debat politik antara calon Presiden 2014. Program-program kerja calon Presiden 2014 bisa dinilai oleh rakyat secara lebih rasional dengan mengukur kemungkinan pelaksanaan program tersebut dari sisi kebijakan fiskal pemerintah.