SUMBER BERITA:
Is Turkey Sleeping with the Enemy? The Russia -Turkey -Iran “Triple Entente”
Perilaku politik luar negeri Turki ini sepertinya ada yang aneh. Secara resmi Turki tergabung dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Namun pada saat yang sama Turki menjalin hubungan persahabatan dengan Rusia dan Iran. Dua negara yang saat ini merupakan musuh bebuyutan Amerika Serikat.
Presiden AS Donald Trump sendiri saat ini mengakui hubungan AS-Turki sangat buruk. Padahal sejak masa perang dingin, AS punya pangkalan militer di Turki. Saat ini,Turki malah bersekutu dengan Iran dan Turki. Sleeping with enemy.
Menyusul oerilaku politik luar negeri Turki yang sekarang bersekutu dengan Iran dan Rusia, maka Trump sudah siap dengan beberapa sanksi ekonomi dan keuangan, termasuk dalam memanipulasi nilai mata uang asing terhadap mata uang Lira, Turki. Bahkan ancaman untuk menghentikan kerjasama militer.
Persekutuan Turki dengan Rusia dan Iran memang mengundang tanda tanya. Mengingat sejak 1993-1994, Turki bahkan sempat menjalin persekutuan strategis dengan Israel melalui apa yang disebut Security and Secrecy Agreement (SSA). Pada 1993 itu juga, melalui Memorandum of Understanding Israel-Turki, terbentuklah Joint Committee dalam kerjasama intelijen antara Turki dan Israel untuk menghadapi ancaman regional dari Suriah dan Iran, dan Irak.
Bahkan bersama Israel, Turki secaa berkala mengadakan pertemuan bersama untuk membuat prakiraan keadaan/assessment terkait terorisme maupun kemampuan militer kedua negara.
Bahkan terkait menghadapi ancaman dari Suriah dan Iran, Turki mengizinkan Israely Defense Force (IDF) untuk mengumpulkan informasi intelijen via satelit elektronik dari wilayah kedaulatan Turki.
Sebagai imbalannya, Israel memberikan bantuan pelatihan kepada pasukan anti terori Turki di sepanjang wilayah perbatasan Iran, Suriah dan Irak.
Sekadar informasi. SSA ini sejatinya didesain sebagai instumen kebijakan luar negeri AS melalui kerjasama solid Turki-Israel dalam bidang militer dan intelijen. Termasuk dalam bantuan peralatan militer maupun pelatihan militer kepada Turki.
Dengan demikian terbentuklah kerjasama segitiga yang solid antara AS, Israel dan Turki dalam menghadapi ancaman regional di kawasan Timur-Tengah sejak era Presiden AS Bill Clinton.
Kerjasama segtitga ini berlanjut terus hingga 2005, ketika secara bersama-sama menghadapi terorisme pasca bom WTC dan Pentagon pada 2001. Termasuk dalam latihan militer bersama Israel-Turki.
Sedemikian solid kerjasama tiga negara tersebut dalam kerangka NATO, dipandang oleh Israel sebagai alat penangkal datangnya ancaman dari Iran dan Suriah.
Bahkan pada 2006, menjelang serangan Israel ke Lebanon,kerjasama militer Israel-Turki dalam kernagka NATO semakin menguat.
Namun kerjasama solid tiga negara tersebut justru dirusak oleh sikap Washington yang menghalang-halangi niat Turki untuk membeli sistem pertahanan udara S-400 seharga 2 miliar dolar AS. Sehimgga Turki harus keluar dari skema Sistem Pertahanan Udara AS-NATO. Termasuk tentunya harus menghentikan persekutuan militernya dengan Israel.
Berarti secara de fakto, Turki memilih untuk keluar dari NATO. Sehingga perubahan sikap Turki ini kemudian merupakan benih ke arah persekutuan segitiga baru:Turki, Iran dan Rusia.
Sehingga membawa implikasi terjadinya restrukturisasi kerjasama militer dan ekonomi yang terjadi sebelumnya ketika Turki-Israel-AS bersekutu.