Menunggu Hasil Perhitungan KPU

Bagikan artikel ini

Abi Mayu

Pasca digelarnya Pemilu legislatif pada 09 April 2014 kemarin, beberapa hasil perhitungan cepat (quick count) dari beberapa lembaga survei telah menyajikan beragam hasil perhitungan suara. Dari beragam hasil perhitungan cepat menempatkan dari 5 urutan teratas, PDIP bertengger diurutan pertama, kemudian disusul oleh Partai Golkar, Gerindra, Demokrat dan PKB (Versi quick count Kompas). Dari keseluruhan Parpol peserta pemilu tidak ada satu partai pun yang mendapat dukungan minimal untuk mengajukan sendiri pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, dengan kata lain setiap partai harus melakukan koalisi untuk mengajukan calonnya. Hal tersebut berdasarkan UU Pemilu Presiden, Pasal 9, pasangan calon presiden dapat diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik dengan dukungan minimal 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah dalam pemilu legislatif.

Hal yang menarik dari hasil quick count tersebut adalah sangat berbeda dengan perkiraan-perkiraan berbagai hasil survei yang ramai sebelum Pemilu legislatif tersebut digelar. Partai-partai politik berbasis massa Islam, selain Partai Bulan Bintang yang diperkirakan bakal tersungkur pada Pemilu 2014, justru sukses meraih suara, sedangkan partai Hanura dan Nasdem yang sempat diperkirakan akan meraup suara yang banyak ternyata melempem dibanding dengan partai berbasis Islam.

Hasil survei yang tidak sejalan dengan realitas hasil perhitungan cepat tersebut mendapat tanggapan beragam dari kalangan masyarakat, khususnya yang mulai meragukan integritas berbagai lembaga survei tersebut. Selain meragukan integritas dari berbagai lembaga survei, mereka juga menganggap bahwa lembaga survei bukan lagi sebagai alat untuk menyajikan fakta dan data melainkan sebagai alat kampanye. Secara tidak langsung, lembaga survei tersebut juga dianggap telah melacurkan objektivitas ilmiah demi kepentingan tertentu. Sangat disayangkan jika berbagai lembaga survei telah dijadikan sebagai alat kepentingan politik tentunya telah merugikan masyarakat sendiri.

Berbicara masalah hasil survei yang jauh dari realitas perhitungan cepat, hasil quick count juga tidak dapat dijadikan sebagai acuan karena belum ada kepastian dari penyelenggara Pemilu itu sendiri. Hal ini perlu untuk kita sadari bersama agar tidak muncul berbagai masalah nantinya, sebab jika masyarakat telah menjadikan perhitungan cepat sebagai acuan dan nantinya tidak sesuai dengan hasil perhitungan KPU maka akan muncul kekecewaan yang berujung dengan permasalahan yang lebih besar. Hal tersebut tentunya tidak kita inginkan, karena Pemilu bukanlah tujuan akhir namun suatu proses untuk mencapai tujuan yaitu Indonesia yang lebih baik. Sehingga menunggu dan meyakini kebenaran hasil penghitungan manual dari KPU (Mei 2014), lebih bijak daripada menjadikan hasil qiuck count sebagai acuan dan kepastian.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com