Saskia Yuli, tinggal di Jalan Pangadegan No. 12 Pancoran Jakarta Selatan. saskiayuli@gmail.com
Kasus korupsi yang menjerat Anas Urbaningrum (mantan Ketua Umum Partai Demokrat/PD) telah menyita perhatian sejumlah kalangan, ditambah lagi dengan mencuatnya nama mantan Wakli Kepala BIN (As’ad Ali) yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua PB NU. Lika-liku penyelesaiaan kasus Anas yang terjerat dalam Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Korupsi proyek Hambalang masih menyisakan tanda tanya besar bagi masyarakat. Sampai kapan Anas diadili dan kasus ini berakhir di pengadilan?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut tentu logis untuk diperbincangkan, karena hingga hari ini kejelasan kasus Anas belum menemui titik terang dan terkesan banyak kepentingan dan seolah-olah syarat dengan politisasi. Permasalahan tersebut harusnya menjadi PR bagi KPK yang selama ini kredibilitas dan integritasnya telah diacungi jempol oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Perjalanan kasus Anas sebagai tersangka memakan waktu dan proses yang begitu panjang yang berawal dari kicauan Muhammad Nazaruddin (mantan Bendahara Umum PD) setelah ia ditangkap dan disidang.
Dalam persidangan Nazaruddin Anas membeberkan keterlibatan Anas dalam kasus yang menjeratnya. Untuk lebih jelasnya disampaikan kronolgi kicauan Nazaruddin. Pada 22 Juli 2011, M Nazaruddin seakan sudah mengatahui bahwa dirinya akan menajdi sasaran KPK. Kemudian dia melarikan diri ke Singapura, sehari sebelum KPK mengumumkannya sebagai tersangka, kasus dugaan korupsi proyek wisma atlet SEA Games Palembang. Dalam pelariannya, tiba-tiba Nazaruddin mengadakan telekonferensi via Skype dengan seorang blogger Iwan Piliang. Rekaman video pun beredar ke khalayak umum. Nazaruddin diduga berada di Dominika, Amerika Tengah. Ia membeberkan data baru, terlibat mengatur proyek Hambalang. Menariknya, ia menyeret sejumlah nama, elite Demokrat Andi Mallarangeng dan Anas Urbaningrum. Nazaruddin kemudian berkelana ke benua Amerika dan ditangkap di Cartagena, Kolombia, 7 Agustus 2011.
Pada 25 Juli 2011, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto meminta KPK menelusuri dugaan korupsi proyek Stadion Hambalang. Selang beberapa minggu, 1 Agustus 2011, KPK mulai menyelidiki kasus korupsi proyek Hambalang senilai Rp 2,5 triliun.
Pada 8 Februari 2012, Nazaruddin menyatakan ada uang Rp 100 miliar yang dibagi-bagi, hasil dari korupsi proyek Hambalang. Rp 50 miliar digunakan untuk pemenangan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat; sisanya Rp 50 miliar dibagi-bagikan kepada anggota DPR RI, termasuk kepada Menpora Andi Alfian Mallarangeng.
Awal mula Anas menanggapi kicauan Nazar, pada 9 Maret 2012, Anas membantah pernyataan Nazar. Bahkan Anas sesumbar dengan mengatakan bahwa jika Ia meneriama Satu rupiah saja Anas korupsi Hambalang, Anas siap digantung di Monas.
Pada 5 Juli 2012, KPK menjadikan tersangka Dedi Kusnidar, Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora selaku sebagai pejabat pembuat komitmen proyek. Kemudian, berita mengagetkan, pada 6 Desember 2012, Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alfian Mallarangeng sebagai tersangka. Pada 3 Desember 2012, KPK menjadikan tersangka Andi Mallarangeng dalam posisinya sebagai Menpora dan pengguna anggaran. Selain itu, KPK juga mencekal Zulkarnain Mallarangeng, adik Andi, dan M. Arif Taufikurrahman, pejabat PT Adhi Karya.
Pada 22 Februari 2013, nasib Anas mulai jelas ketika KPK menjadikannya sebagai tersangka. Anas diduga menerima hadiah atau gratifikasi mobil mewah Toyota Harrier bernomor polisi B-15-AUD. Anas membantah. Monil itu dibelinya sendiri. Kasus berkembang, KPK coba menjerat Anas dengan sangkaan menerima suap Rp 2,2 miliar, dalam kasus Hambalang.
Kemudian untuk pertama kali Anas dipanggil KPK pada 31 Juli 2013, namun ia tidak hadir. Tidak hanya panggilan pertama KPK, pada 7 Januari 2014, Anas juga mangkir dari panggilan kedua KPK. Pada 10 Januari 2014, Usai diperiksa lebih dari lima jam, Anas Urbaningrum ditahan KPK di Rutan KPK Jalan HR Rasuna Said, Kuningan.
Setelah Nazaruddin berkicau hingga menjerat Anas menjadi penghuni Rutan KPK, Anas tidak tinggal diam. Anas sepertinya menjadikan kicauan Nazar sebagai pelajaran dan strategi dalam kesaksiannya. Anas pun berkicau dengan membawa nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan keluarganya terutama Ibas. Anas mulai mengatakan bahwa Kasus Hambalang ibarat buku yang dibaca dan selalu ada lembaran-lembaran baru yang menarik. Dalam beberapa pernyataan Anas pun mengagetkan dan belum terbukti jika kesaksiannya dan penahannya adalah kado terindah bagi SBY.
Perkembangan kasus Anas pun semakin melebar ketika pemanggilan As’ad Ali sebagai saksi dalam kasusnya. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Wakil Ketua Badan Intelijen Nasional (BIN) Asad Said Ali dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang untuk tersangka Anas Urbaningrum.
Namun, dalam kesaksiannya, Anas mengaku tidak menganal As’ad. “Enggak (kenal). Kapan (diperiksanya)?” kata Anas saat tiba di kantor KPK untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah dalam proyek Hambalang, Jakarta, 11 April 2014. Saat ditegaskan lagi soal hubungannya dengan As’ad, Anas mengaku tidak mengenal sosok tersebut. Anas malah bercanda bahwa ia kenal dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan putra bungsunya, Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas.
Semakin melebarnya kasus ini, semakin menegaskan bahwa kasus yang menjerat Anas Urbaningrum penuh misteri. Dalam kondisi seperti ini, KPK seharusnya mengambil langkah cepat dan cermat agar kasus korupsi proyek Hambalang ini tidak terkesan dipolitisi mengingat masyarakat kebutuhan masyarakat Indonesia akan keadilan dan hukum yang tegak. Jika memang bersalah, segera ditindaklanjuti agar tidak menimbulkan opini yang negatif di masyarakat.
Facebook Comments