Yossy Rustina, peneliti muda. Tinggal di Badung, Bali
Suasana Pemilihan Umum Presiden 2014 yang bersamaan dengan bulan suci ramadhan masih begitu terasa di seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Pemilu Presiden yang telah terlaksana dengan cukup baik menjadi tolak ukur nilai demokratis bangsa ini. Tidak hanya itu jumlah partisipan dalam Pemilu Presiden kali ini juga meningkat secara signifikan, dilihat dari antusiasme masyarakat yang rela bergabung dengan tim sukses masing-masing di tengah waktu ibadah berpuasa. Kondisi yang kondusif inilah diharapkan oleh masyarakat dapat terus terjaga pasca pilpres, hal ini terkait dengan adanya pengajuan gugatan ke MK oleh salah satu pasangan Capres.
Dari pihak Jokowi sebagai Presiden Terpilih 2014 menuturkan bahwa “Hidup adalah tantangan, jangan dengarkan omongan orang yang tidak jelas, yang penting kerja, kerja dan kerja. Kerja akan menghasilkan sesuatu, sementara omongan hanya menghasilkan alasan.” Dari kata-kata beliau memiliki arti bahwa sebagai manusia yang berakal-budi diharapkan mampu untuk memaksimalkan kinerja dan kapabilitas. Hal lain yang sangat penting lainnya yaitu menjaga keutuhan dan persatuan pasca Pilpres, yang oleh Presiden terpilih Jokowi diistilahkan dengan sebutan “Salam tiga jari” yang bermaksud untuk menyerukan salam persatuan Indonesia dan tidak adanya perpecahan di tengah masyarakat setelah Pemilu Presiden 2014 lalu.
Bulan Agustus merupakan bulan yang bersejarah bagi seluruh bangsa Indonesia. Bagaimana tidak? Di bulan Agustus ini bangsa Indonesia memperoleh kemerdekaan melalui perjuangannya atas penjajahan yang dilakukan bangsa asing selama berabad-abad. Pada 17 Agustus 2014 yang merupakan HUT Kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan momentum yang sangat tepat bagi seluruh warga Negara Indonesia agar mampu berupaya lebih menanamkan persatuan dan menumbuhkan jiwa nasionalis serta rasa kebangsaan, mengingat baru saja Bangsa Indonesia melaksanakan proses demokrasinya dalam menentukan kepemimpinan nasional.
Indonesia memiliki berbagai macam tradisi dalam memaknai Hari Kemerdekaan. Acara seremonial hingga beragam perlombaan dilaksanakan guna memupuk dan menjalin kerja sama antar individu satu dengan lainnya. Saat ini untuk memaknai Hari Kemerdekaan bagi sebagian masyarakat harus diakui memang terjadi pelunturan rasa kecintaan terhadap kebangsaan. Hasl ini tidak terlepas dari dampak kemajuan teknologi dan arus globalisasi yang seakan mengikis makna nasionalisme kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia. Banyak hal yang dapat dilihat yaitu baik baik materi dan subsatansi pendidikan umum yang kutrang mengedepankan pelajaran mengenai pendidikan kewarganegaraan dan kebangsaan yang sangat diperlukan pada masa-masa pembentukan karakter generasi penerus.
Nasionalisme atau rasa kebangsaan sudah selayaknya dimiliki dan dipahami oleh seluruh masyarakat Indonesia sejak kecil. Apalagi mengingat bangsa kita merupakan Indonesia Negara maritime dan Negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 17.504 pulau, 1.340 suku bangsa dan 546 bahasa , begitu rentan jika kita semua tidak memiliki ketahanan karakter budaya seiring arus budaya asing yang terus menyerang melalui berbagai media. Oleh karena itu, Hari Kemerdekaan bangsa Indonesia ini harusnya dimaknai dengan sebaik-baiknya dan menjadikan kita masing-masing individu untuk kembali bersatu menyatukan segala daya, upaya dan pikiran untuk kembali kepada cita-cita luhur pendiri bangsa. Mulailah bergerak dan berubah kearah yang positif mulai dari diri sendiri dengan tidak mengorbankan kepentingan orang lain diatas kepentingan individu. Momentum peringatan HUT Kemerdekaan Indonesia selayaknya menjadikan momentum dalam mewujudkan dan merealisasi nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.