Olimpiade Musim Dingin Bekukan Sementara Ambisi Perang Trump di Semenanjung Korea

Bagikan artikel ini

Sudarto Murtaufiq, Peneliti Senior Global Future Institute

Eskalasi konflik yang terjadi di Semenanjung Korea dan berpotensi memicu perang nuklir mengenai Korea Utara kian menambah kekhawatiran Washington menyusul berlangsungnya gelaran Olimpiade Musim Dingin di Pyeongchang, Korea Selatan.

Hal ini tampak dari kedatangan Kim Yo-jong, adik perempuan penguasa Korea Utara, Kim Jong-un, dan merupakan momen pertama kalinya seorang anggota dinasti Kim yang memerintah Korea Utara datang ke Korea Selatan. Jabatan tangannya dengan presiden Korea Selatan, Moon Jae-in adalah momen bersejarah dan menjadi kado “selamat datang” menyambut reunifikasi Korea.

Begitu juga dengan demonstrasi bersama yang direncanakan oleh para atlet Korea Utara dan Korea Selatan di bawah bendera penyatuan kembali baru. Bagi semua warga Korea, momentum ini adalah semacam upacara yang sangat emosional dan inspiratif.

Tapi bukan untuk Wakil Presiden AS Mike Pence, yang dikirim oleh Trump untuk ikut mewarnai Olimpiade tersebut. Sebaliknya, Pence justru bisa memperkeruh suasana. Dia bahkan menolak untuk membela demonstran bersama dan menampakkan muka masam sembari berbicara banyak tentang perannya. Apakah dia bertemu Presiden Moon atau Kim Yo-jong masih harus dicermati. Bahkan secangkir teh antara Pence dan Kim bisa mengakhiri semua pembicaraan gila tentang perang nuklir. Apakah ada pihak-pihak di Washington yang tahu bahwa Korea Utara terletak antara China dan Rusia?

Semua drama ini sedang terjadi saat Trump White House menganjurkan untuk memberi Korea Utara sebuah ‘hidung berdarah’. Yang berarti adanya sinyalemen kuat dalam upaya melakukan pengeboman besar-besaran yang kemungkinan besar bisa mencakup senjata nuklir. Trump, yang menerima lima pengecualian yang dilaporkan dari dinas militer karena sedikit tumbuhnya tulang di kakinya, bisa bersenda gurau dalam urusan militer dan berpikir bahwa ‘hidung berdarah’ yang ia tawarkan ke Korea Utara akan membuat Kim Jong-un menjadi lebih baik. Trump merencanakan sebuah parade militer besar di mana dia akan menerima penghargaan tersebut.

Presiden Korea Selatan saat ini tengah berupaya untuk mencegah perang di mana bangsanya akan menjadi korban utama. Sekitar 2-3 juta warga sipil Korea tewas dalam Perang Korea 1950-1953. Semua warga Korea Utara dan sebagian besar warga Korea Selatan dibom oleh kekuatan udara AS. Kini, saat ketegangan melonjak, pesawat-pesawat pengebom dan senjata nuklir AS seolah menabuh genderang perang terhadap Korea Utara.

Sementara, ribuan senjata berat Korea Utara yang digali di pegunungan di sebelah utara Zona Demiliterisasi (DMZ) dapat meratakan semua ibukota Korea Selatan, Seoul, sebelah utara Sungai Han, membunuh jutaan orang, tidak menghitung nuklir dan gas beracun. Tentu, Korea Selatan yang menjadi kekuatan industri kesebelas terbesar di dunia, sekali lagi, akan membayar harga yang mengerikan untuk sebuah perang baru di semenanjung tersebut.

Salah satu misi utama Mike Pence adalah untuk menyiapkan dukungan di antara Korea Selatan sayap kanan yang dengan sengit menentang kesepakatan damai antara kedua Korea dan mendukung serangan di utara. Banyak tokoh sayap kanan Korea Selatan adalah orang Kristen evangelis. Bukan kebetulan bahwa Mike Pence, seorang Protestan fundamentalis yang bersemangat, dikirim untuk menunjukkan bendera dan memberikan tentangan menentang setiap deklarasi dengan Korea Utara.

Washington tidak ingin mengurangi ketegangan antara kedua Korea. Dan apalagi, bicara tentang reunifikasi Korea. Jika kedua Korea berupaya untuk berdamai, pembenaran apa yang akan dilakukan AS untuk mempertahankan kekuatan udara, darat dan laut yang kuat di Korea Selatan yang strategis, dan sering disebut ‘kapal induk Amerika yang tidak dapat tenggelam.’ Jepang tidak lagi menguntungkan bagi Korea bersatu.

Presiden Korea Selatan Moon telah menyerukan sebuah era baru yang positif dalam hubungan utara-selatan. Dia bersikeras menentang kemungkinan perang di Semenanjung Korea. Tapi Washington mengabaikan Moon atau menepiskan keberatannya terhadap ancaman perang melawan Korea Utara. Korea Utara secara rutin menuduh Korea Selatan sebagai ‘boneka Amerika’. Pyongyang adalah satu-satunya ‘pemerintah Korea yang sah dan benar-benar independen’, menuntut Korea Utara.

Menariknya, jika terjadi perang, angkatan bersenjata berkapasitas 655.000 pasukan Korea Selatan dan cadangan 4 juta pasukan berada di bawah komando jenderal AS bintang empat. Senjata nuklir AS bisa dipindahkan melalui pangkalan Korea Selatan. Perintah gabungan bersama gabungan AS-Korea Selatan hanyalah tak lebih dari window dressing.

Sulit untuk mengatakan seberapa dekat AS untuk menyerang Korea Utara. Trump benar-benar bersikukuh atas semua ancaman bodohnya untuk melepaskan ‘api dan kemarahan’ di Korea Utara. Olimpiade sepertinya menunda ketersegeraan untuk berperang melawan Korea Utara. Tapi begitu mereka selesai, genderang perang akan terus ditabuh. Presiden Trump mungkin sedang memikirkan parade pesolek setelah serangan singkat dan melakukan penghancuran terhadap Korea Utara – tentu saja, bahwa Korea Utara berharap tidak mampu melakukan pembalasan dengan mendaratkan beberapa hulu ledak nuklirnya di Jepang dan Washington.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com