Pandangan Habib Luthfi Bin Yahya Pekalongan tentang NKRI dan Islam Nusantara

Bagikan artikel ini

Kusairi, Pemimpin Redaksi Majalah Indopetro

Lebaran ketiga kemarin saya berkesempatan bersilaturahim dengan Habib Muhammad Luthfi bin Yahya di Pekalongan. Menuntut kesabaran memang ketika harus bersilaturahim dengan beliau. Mengingat begitu banyak tamu yang datang dan perlu “matur-matur” dengan beliau; dari soal uang hilang, anak mau nikah, panitia wisudaan, anak mau sekolah, Islam Nusantara, Sunii-Syiah hingga persoalan insiden Tolikara Papua.

Habib memang cukup arif dan bijaksana mendengarkan cerita demi cerita dari masyarakat, yang umumnya jamaah dari berbagai kalangan. Tidak hanya cukup “matur-matur”, tetapi mereka juga membawa sejumlah botol air mineral untuk bisa didoakan dan berharap berkah dari doa al-Habib.

Satu hal yang cukup menyentak saya, begitu luas pemahaman dan pandangan beliau soal konflik Timur Tengah hingga pentingnya menjaga keutuhan NKRI sebagai warisan para pahlawan dan spirit perjuangan para Wali (Songo). “Saudi, Syiria semua kan Islam toh, kenapa mereka harus berperang,” tanya Habib.

Indonesia itu menurut beliau, tidak disukai kalau ekonominya maju. Karenanya selalu ada upaya eksternal (asing) untuk memperlemah ekonomi Indonesia. Sekaligus terus mengancam NKRI. Ketika gagal melemahkan dari sisi ekonomi, dilemparlah isu Suni-Syiah. Begitu merasa gagal dengan isu itu kemudian konflik antar umat beragama seperti insiden di Tolikara Papua. Intinya cuma satu: memecah belah NKRI.

“Kalau melihat perbedaan, kurang berbeda apa Protestan dan Katholik, tetapi mereka tidak mempertentangkan perbedaan tetapi justru mempertemukan persatuan. Sehingga bisa bersama,” katanya. “Sementara umat Islam terkadang cenderung memunculkan atau memperbesar perbedaan. Sehingga terkadang memunculkan konflik di antara umat beragama, bahkan diantara sesama muslim sendiri,” imbuh Dia.

Soal Islam nusantara menurut Habib, sebenarnya maksudnya Islam di Nusantara, bukan merupakan ajaran atau aliran sendiri. Jadi bagaimana mewarisi Islam yang telah digagas atau dikembangkan para wali-wali dulu. “Islam di belahan bumi Indonesia itu punya karakteristik sendiri yang unik,” urainya. “Kalau saja wali songo itu tidak coba beradaptasi dengan lingkungan sekitar ketika Hindu dan Budha masih menjadi agama mayoritas, mungkin kita tidak bisa menyaksikan Islam yang tumbuh subur seperti sekarang ini,” jelas Ketua Ahlit Thariqah Nahdlatul Ulama yang juga mantan Ketua MUI Jawa Tengah ini.

Habib berpesan bahwa inti Indonesia adalah terletak pada rasa persatuan dan kesatuan. Rasa inilah yang agaknya menjadi barang mahal dan sulit sekarang ini. Rasa itu sesungguhnya yang membingkai keberadaan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). “Karenanya tugas kita bagaimana terus menjaga NKRI ini,” begitu pesan silaturahim Sang Habib.

 

 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com