Terlepas dari fakta adanya upaya Kongres AS untuk memakzulkan Presiden Donald Trump, terkait tekanan Presiden AS Donald Trump kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy agar mengusut keterlibatan mantan Wakil Presiden Joe Biden dan transaksi bisnis putra Biden, Hunter, dengan perusahaan gas alam Ukraina, Burisma. Namun fakta tersebut justru memberi pesan berbeda kepada para pihak yang jeli menangkap adanya agenda di balik berita. Yaitu memperkuat sinyalemen selama ini bahwa pemerintahan Ukraina sejak lengsernya Presiden Viktor Yanukovich pada 2014 lalu, sepenuhnya berada dalam pengaruh AS dan blok Barat.
Ironisnya, pengaruh AS dari belakang layar dalam perumusan dan pembentukan kebijakan luar negeri Ukraina sejak lengsernya Presiden Yanukovich pada 2014 lalu, justru tersingkap melalui percakapan telepon antara Presiden Trump dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy pada Juli yang lalu. Sebuah fakta yang justru sedang digunakan Kongres AS sebagai bahan untuk memakzulkan Presiden Trump.
Seperti dilansir oleh berbagai media dalam beberapa minggu belakangan ini, Percakapan telepon Trump-Zelenskiy merupakan pusat upaya fraksi Demokrat yang mayoritas di DPR untuk memakzulkan Trump.
Trump disebut meminta Ukraina menginvestigasi kaitannya dengan pemilu AS 2016 yang dimenangi Trump, dan menyelidiki salah seorang pesaing utama Trump dari partai Demokrat untuk pemilu 2020, yakni mantan Wakil Presiden Joe Biden serta transaksi bisnis putra Biden, Hunter, dengan perusahaan gas alam Ukraina, Burisma.
Menariknya lagi,desakan Trump agar menginvestigasi keterlibatan Joe Biden, yang waktu itu masih wakil presidennya Barrack Obama, disertai ancaman bahwa AS akan menahan untuk sementara waktu dana bantuan militer dan dana bantuan lainnya kepada Ukraina sebesar US$ 391 juta.
Memang kalau merujuk pada frase “menginvestigasi lawan-lawan politik Trump,” hal itu merupakan sudut pandang subyektif dan bias dari partai demokrat maupun media arus utama AS seperti the New York Times, yang selama ini memang tendensius dalam memandang semua kebijakan maupun perilaku politik Presiden Trump. Sehingga terkesan berat sebelah, dan mengabaikan adanya fakta-fakta penting lainnya.
Baca: Debunking 4 Viral Rumors About the Bidens and Ukraine
Baca juga: Who Is Supposed To Define U.S. Foreign Policy – Hint: It Is Not The Borg
Padahal fakta penting yang seharusnya disingkap oleh media-media arus utama AS seperti the New York Times atau Washington Post adalah fakta ketika Viktor Shokin, prosecutor general atau jaksa agung Ukraina, yang kala itu sedang mengusut keterlibatan Joe Biden dan putranya Hunter Biden terkait dengan perusahaan gas alam Ukraina, Burisma, tiba-tiba dipecat dari jabatannya pada Maret 2015, dengan dalih terlibat tindak pidana korupsi.
Menurut fakta yang tidak disingkap oleh media-media arus utama di Washington, Zlochevsky, pemilik Burisma, menggaji Hunter Biden sebesar US$ 50 ribu per bulan.
Kala itu, yang menjabat presiden Ukraina adalah Viktor Poroshenko. Yang merupakan hasil dari konspirasi parlemen melengserkan Presiden Yanukovich pada 2014 lalu. Bukankah fakta adanya kolusi antara Joe Biden dan pemilik Burisma itu merupakan bukti nyata adanya keterlibatan AS dari belakang layar terhadap konspirasi kejatuhan Presiden Yanukovich pada 2014?
Maka itu, adanya fakta bahwa beberapa pemimpin Ukraina merasa khawatir dengan Trump yang dalam kampanye pilpres 2016 mendukung Presiden Rusia Vladimir Putin, dan mendukung tetap dipertahankannya Crimea agar tetap di tangan Rusia, kiranya penting untuk mengusut indikasi campur tangan Ukraina dalam pemilu presiden AS pada 2016. Yang mana itu artinya, Trump memandang adanya indikasi campurtangan Ukraina dalam memenangi Hillary Clinton, calon presiden dari partai Demokrat.
Dengan demikian, fakta bahwa dalam percakapan telepon Presiden Trump dan Presiden Volodmyr Zelensky, Trump meminta Ukraina menginvestigasi kaitannya dengan pemilu AS 2016 yang dimenangi Trump, berarti harus dibaca adanya indikasi konspirasi tingkat tinggi antara Hillary Clinton dan the Ukrainian Connection.
Harusnya fakta seputar hal inilah yang dikembangkan sebagai dasar penyelidikan, yaitu menggali dan menginvestigasi adanya indikasi campurtangan Ukraina untuk mendukung calon presiden yang diusung Demokrat , Hillary Clinton. Bukannya dari fakta bahwa Trump yang mendesak pesaing politiknya seperti Hillary Clinton atau Wapres di era Obama, Joe Bidden, untuk diusut oleh pihak Ukraina. Sebagai bentuk campurtangan AS terhadap Ukraina. Kalau menggunakan sudut pandang yang lebih obyektif, tindakan Trump justru bisa dibenarkan. Karena bermaksud menawarkan sebuah kerjasama kedua negara untuk memberantas kolusi antara penguasa dan pengusaha.
Dengan demikian, tindakan Trump menahan untuk sementara bantuan Ukraina sebesar US$ 391 juta, justru tekanan dalam arti positif, bahwa AS maupun Ukraina, seharusnya tidak saling mencampuri urusan dalam negeri masing-masing negara. Namun harus sama-sama menegakkan kepastian hukum di negaranya masing-masing.
Kedua, indikasi adanya kolusi antara Hunter Biden dan pemilik Perusahaan gas alam Burisma, sangat wajar Trump mendesak Presiden Ukraina agar mengusutnya secara tuntas. Sekaligus menyingkap fakta, mengapa jaksa agung Ukraina Viktor Shokin tiba-tiba dipecat ketika mengusut keterlibatan pemilik Burisma berkolusi dengan putra Joe Bidden, Hunter Biden. Bukankah hal ini justru AS dan Ukraina bisa sama-sama menegakkan kepastian hukum di negaranya masing-masing?
Apalagi melalui fakta lain terungkap bahwa Hunter Biden, menerima uang sebesar 1,5 miliar dolar AS dari Cina. Yaitu dari sebuah perusahaan yang beroperasi di Shanghai. Yang mana motifnya bisa dibaca sebagai upaya mempengaruhi ayahnya Hunter, Wapres Joe Biden. Apalagi pada pengembangan fakta selanjutnya, perusahaan milik Hunter Biden, Rosemont Seneca Partners, terlibat joint venture dengan the Bank of China.
Sayangnya arah penyelidikan Kongres AS yang bertujuan melengserkan Trump, justru bergerak ke arah yang berlawanan. Mengabaikan fakta adanya kolusi antara the Democrat Connection yang melibatkan Joe Biden, wakil presidennya Obama, dan kemungkinan juga keterlibatan mantan pesaing Trump, Hillary Clinton.
Pada tataran ini, kesaksian dari Letkol Alexander Vindman, perwira Angkatan Darat AS yang menjadi staf keamanan nasional Gedung Putih, yang menganut haluan yang sangat mendukung kerjasama erat AS-Ukraina, nampaknya bakal menyulitkan posisi Presiden Trump.
Dalam keteranganya di depan para anggota Kongres Selasa 29 Oktober lalu, dalam penyelidikan pemakzulan terhadap Presiden Donald Trump, menyatakan bahwa ia sangat prihatin dengan permintaan pemimpin AS itu pada Juli lalu, agar Ukraina menginvestigasi lawan-lawan politiknya. Vindman begitu prihatin sampai-sampai ia memberitahu hal tersebut kepada para atasannya.
Vindman, yang ikut mendengarkan percakapan Trump Juli lalu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy, mengatakan dalam kesaksian yang disiapkannya bahwa ia prihatin dengan percakapan telepon itu. Menurutnya, tidaklah pantas meminta pemerintah asing untuk menyelidiki seorang warganegara AS.
Vindman juga menyatakan khawatir akan dampaknya bagi dukungan pemerintah AS terhadap Ukraina. Melalui frase ini nampak jelas, keberpihakan Vindman dalam melindungi kolusi antara para pemain kunci partai Demokrat dan para pejabat plus pemain kunci korporasi gas alam, Burisma. Dengan atas nama menjaga hubungan kerjasama AS-Ukraina.
Melalui keteranganya tersebut, nampak jelas bahwa Vindman termasuk dalam jaringan para konspirator yang bermaksud melindungi skema kerjasama terselubung antara para pemain kunci Partai Demokrat dan para pejabat pemerintahan plus sebuah korporasi minyak dan gas alam Ukraina, Burisma.
Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute.