Pemimpin Pluralisme: Sebuah Output Harapan dari Pemilu 2014

Bagikan artikel ini

Jacob Rambe, pemerhati masalah kebangsaan dan sosial budaya. Peneliti khusus bidang komunikasi massa di Forum Dialog (Fordial)

Pluralisme adalah suatu paham atau pandangan hidup yang mengakui dan menerima adanya “KEMAJEMUKAN” atau “KEANEKARAGAMAN” dalam suatu kelompok masyarakat. Kemajemukan dimaksud misalnya dilihat dari segi agama, suku, ras, adat-istiadat, dll. Sementara itu indikator yang digunakan Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) untuk menilai tokoh yang pluralistis adalah ketegasan terhadap Ormas radikal serta memiliki wawasan ke-Indonesiaan, moderat, membela hak monoritas serta tidak mencampuradukan urusan agama dengan politik. Presiden terpilih pada Pilpres 2014 mendatang diharapkan berasal dari tokoh yang pluralis mengingat kondisi Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan agama, serta berada dalam kondisi yang kurang kondusif, masih sering terjadi konflik ditengah masyarakat serta tidak ada perlawaanan pemerintah terhadap kelompok berjubah agama.

Berbagai Kasus Pluralisme Di Luar Negeri

Kekurangdewasaan dan ketidakcerdasan publik sebuah negara dalam rangka merefleksikan keberadaan pluralisme juga dapat menyebabkan terjadinya inharmoni yang tidak jarang diikuti dengan berbagai kerusuhan atau konflik bersifat SARA. Salah satu contoh besarnya adalah kerusuhan sektarian (Muslim vs Budha) pada 20 Maret 2013 di Myanmar menewaskan 42 orang, menghancurkan puluhan rumah ibadah, dan lebih dari 1.200 rumah warga. Kerusuhan yang terjadi tahun 2012 di Myanmar Barat menewaskan 180 orang dan memaksa 110.000 orang menjadi pengungsi. Pakar isu Myanmar dari International Crisis Group, Jim Della Giacoma menyakini kerusuhan sektarian yang semakin sering terjadi berlangsung secara sistematis dan dipicu para penghasut.

Pada Januari 2013, Geert Wilders, politikus Belanda meluncurkan situs provokatif http ://www.mo-sknee.nl/. Melalui situs ini, Paartij voor de Vrijheid (partainya Geert Wilders) siap menampung laporan masyarakat, jika ada rencana pembangunan masjid di Belanda demi menghambat laju Islamisasi. Pada 2009, Wilders mengusulkan pajak jilbab bernama kopvoddentax yaitu pajak (taks atau tax) terhadap cabikan (vod) atas kepala (kop). Istilah yang baru saja dikenal publik Belanda seperti reli (e) gekkie atau orang beragama sinting atau gristengekkie atau orang Kristen sinting membuktikan agama terus menjadi bahan olok-olok dan tidak lagi dianggap sebagai pandangan atau sikap hidup yang pantas dihormati. Pada 2012, BPS Belanda melaporkan, dari jumlah penduduk dewasa yang beragama sekitar 55% (4% diantaranya beragama Islam). Islam dan Kristen dianggap orang Belanda bertentangan dengan nilai-nilai Eropa yang humanis, rasional, progresif. Islam, mereka nilai dengan tindak kekerasan, sedangkan Kristen dinilai dengan pelecehan seks.

Survey LPI

LPI melalui  Direktur Eksekutifnya,  Boni Hargens mengeluarkan hasil survei tentang figur pemimpin yang pluralis,  LPI mengelompokkan beberapa figur calon pemimpin nasional kedalam dua kategori, yakni elite lama dan elite baru. Elite lama adalah  mereka yang sudah lama, lebih dari 10 tahun bergerak dalam politik, baik sebagai pejabat publik maupun sebagai politikus parpol yang sering muncul dalam berbagai  pemberitaan media massa. Adapun elite baru ialah mereka yang kurang dari 10 tahun bergerak dibidang politik. Adanya pengelompokan figur calon pemimpin tersebut, karena realitas selama ini menunjukkan konstelasi politik di negeri ini masih didominasi kelompok politisi lama dan politisi baru.

Berdasarkan hasil survei tersebut, diantara kalangan elite lama, tokoh atau figur calon pemimpin nasional yang paling pluralis ialah Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh disusul Megawati Soekarno Putri dan Prabowo Subianto. Pada elite baru, Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo menjadi figur yang paling pluralis, disusul Hary Tanoesoedibjo dan Ali Masykur Musa. Boni Hargens menjelaskan Surya Paloh menjadi figur yang paling pluralis karena konsep tersebut selalu dikumandangkan Partai NasDem yang dipimpinnya. Ia selalu mengedepankan wawasan kebangsaan Indonesia dan pluralisme. Selain itu, isu-isu yang diangkat dalam Media Group pun selalu mengedepankan semangat pluralisme. Dalam kriteria penilaian, Surya Paloh paling tinggi memiliki wawasan keindonesiaan, membela hak minoritas, dan pro terhadap kebijakan pluralisme.

Survei tentang pluralisme dikalangan figur nasional dibuat karena wacana pluralisme sebenarnya tidak  menarik bagi beberapa tokoh nasional karena  substansinya ingin menggiring wacana pluralis bukan sekadar memunculkan popularitas.  Lebih lanjut ia menilai pemimpin saat ini tidak peka terhadap kelompok minoritas yang menjadi korban atas kekerasan mayoritas.

Sementara itu, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TEP), Jerry Sumampouw mengatakan survei ini penting untuk mengukur kadar pluralisme setiap calon pemimpin,  karena menjadi calon pemimpin harus mempunyai rasa pluralisme yang tinggi. Dengan demikian, LPI beranggapan bahwa pluralisme merupakan prasyarat bagi seorang pemimpin yang bisa berdiri di atas semua golongan.

Isu Pluralisme dalam Pileg 2014

Survei itu dikeluarkan LPI  karena ada kekhawatiran isu-isu berbau suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) akan dipolitisasi dalam Pemilu 2014 mendatang, saat ini saja sudah mulai terlihat muncul berbagai upaya untuk saling menjatuhkan antara calon yang satu dengan yang lain. Para kandidat presiden sendiri sering berusaha menghindar dari isu pluralisme, padahal dalam Pemilu nanti pluralisme bisa menjadi isu sentral. Namun demikian, upaya untuk mendapatkan seorang pemimpin yang pluralis dalam Pemilu nanti baru sekedar wacana semata. Penentuan seseorang menjadi pemimpin berdasarkan hasil Pemilu sangat tergantung pada rakyat yang berhak memilih.

Semua pihak yang menginginkan lahirnya seorang pemimpin pluralis terutama dari kalangan muda berdasarkan hasil survey LPI diatas, harus terus mensosialisasikan hasil survey tersebut agar masyarakat mengetahui dengan jelas siapa saja pemimpin yang pluralis, tanpa melihat dari mana dia berasal serta partai politik yang mencalonkannya. Masyarakat juga perlu diberikan pendidikan politik agar mereka mau menggunakan hak politiknya dalam Pemilu serta bersedia memilih pemimpin pluralis yang diharapkan  mampu melindungi kepentingan kelompok minoritas dinegeri ini.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com