Penulis : L.Tantri Kristiani Rahmatianing *)
Penamaan Kapal perang Angkatan Laut ( AL) Indonesia jenis Frigat buatan Inggris dengan nama Usman Harun sudah sangat tepat, mengingat Usman Harun yang merupakan anggota Komando Korps Operasi (KKO) yang sekarang dikenal sebagai Korps Marinir TNI AL memiliki jasa besar terhadap bangsa dan negara ini karena mereka menjalankan tugas negara saat itu yaitu melakukan pengeboman di MacDonald House Singapura tahun 1968. Usman dan Harun adalah anggota pasukan khusus yang menyusup ke Singapura semasa Konfrontasi Ganyang Malaysia (1963-1966). Usman dan Harun digantung Pemerintah Singapura setelah berhasil meledakkan Mac Donald House di Singapura.
Sebenarnya Singapura maupun negara–negara lain di Dunia ini tidak berhak mencampuri kedaulatan suatu Negara, apalagi dalam hal penamaan berbagai properti, baik Museum, Bangunan Sejarah, Pesawat Terbang, Kapal Laut, nama jalan, dan berbagai properti negara lainnya. Karena semua negara memiliki pahlawan sendiri, khususnya negara–negara yang pernah di Jajah seperti Indonesia. Banyak pahlawan dari Indonesia yang gugur dalam memperjuangkan Indonesia mencapai kemerdekaannya dari tangan Penjajah. Apabila sikap Singapura yang protes ke Indonesia karena penamaan kapal perang TNI AL sangatlah tidak tepat, pemerintah Singapura masih kurang memahami kedaulatan negara lain dan tidak bijak, serta dapat dikatakan otoriter dan juga ‘sombong”, karena sesungguhnya Pemerintah Indonesia sudah terlalu banyak berbaik hati dengan Singapura.
Namun dalam perkembangan Global saat ini, dimana kebebasan pers yang begitu besar dan persaingan antar negara yang keras, sehingga adanya dinamika Geopolitik merupakan hal yang wajar dan Indonesia sudah sangat menguasai cara – cara untuk menyelesaikan berbagai dinamika global yang terjadi. Mulai dari kasus TKI, kasus ekonomi, perbatasan dan yang terakhir kasus penamaan Kapal Perang ini yang mendapat protes Singapura. Mengingat Singapura merupakan tetangga Indonesia dan Indonesia sangat menghormati etika pergaulan global, maka perlu langkah – langkah yang persuasif dalam menyikapi protes Singapura dengan tetap menjaga kedaulatan Indonesia sebagai negara besar. Berbagai pihakpun mendukung langkah pemerintah yang tidak terpengaruh dan tetap menggunakan nama Usman Harun sebagai nama Kapal Perang buatan Inggris ini. Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana Pertama Untung Suropati menegaskan Penamaan nama Usman Harun merupakan bentuk penghormatan terhadap pahlawan nasional dan menjadi hak negara Indonesia yang berdaulat.
Dalam kondisi dimana belum adanya satu kesepahaman yang kuat antar negara dalam pergaulan global, maka upaya – upaya suatu negara untuk mempertahankan kedaulatan negaranya merupakan hal yang lumrah, namun saat negara–negara sudah memiliki kesepakatan – kesepakatan seperti yang terjadi saat ini, maka berbagai perbedaan dan dinamika sebaiknyalah diselesaikan dengan cara – cara diplomasi, sehingga penggunaan kekerasan dan adu fisik sebisa mungkin dihindari pada ikilim dermokrasi modern saaat ini, walau Indonesia sesungguhnya siap perang dengan siapapun ketika kedaulatannya terancam.
Wakil Ketua MPR RI, Hajriyanto Y Thohari menilai “ protes negara tetangga Singapura terkait penamaan kapal perang RI (KRI) Usman Harun tidak perlu digubris. “Protes keberatan Singapura tidak perlu digubris. Singapura itu memang kebangetan kebutaannya kalau sampai tidak tahu bahwa Usman dan Harun itu pahlawan Nasional Indonesia. Menurut dia Singapura itu sudah bertindak terlalu berlebihan dan tidak berperasaan telah menghukum gantung dua prajurit KKO itu. “Kalau sadar sebagai tetangga, hukum gantung itu tidak mungkin dilakukan. Maksimal hukuman seumur hidup! Kini tanpa perasaan lagi memprotes penamaan KRI Usman-Harun. Itu berarti Singapura lebih buta lagi pada sejarah negara tetangganya yang terdekat,”ungkapnya.
Tugas yang dilakukan Sersan Anumerta KKO Usman dan Kopral Harun alias Tohir bin Mandar sampai akhir hayat dalam bingkai semangat nasionalisme yang tinggi, membuat pemerintah menganugerahkan tanda kehormatan Bintang Sakti dan diangkat sebagai Pahlawan Nasional. Pemerintah Indonesia sudah menobatkan Usman dan Harun sebagai Pahlawan Nasional dengan Keputusan Presiden Suharto No 050/TK/1968. Tugas yang dilakukan atas perintah panglima tertinggi saat itu, yaitu Presiden Sukarno merupakan bagian dari Operasi Dwikora, yang bertujuan untuk mencegah terbentuknya Malaysia yang dinilai Presiden Soekarno ketika itu sebagai “negara boneka Inggris” dan karenanya menjadi ancaman terhadap kedaulatan Indonesia. Perang ini berawal dari keinginan Federasi Malaya yang lebih dikenal sebagai Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1961 untuk menggabungkan Brunei, Sabah dan Sarawak kedalam Federasi Malaysia yang tidak sesuai dengan perjanjian Manila Accord Keinginan tersebut ditentang oleh Presiden Soekarno yang menganggap pembentukan Federasi Malaysia sebagai “boneka Inggris” merupakan kolonialisme dan imperialisme dalam bentuk baru serta dukungan terhadap berbagai gangguan keamanan dalam negeri dan pemberontakan di Indonesia. Maka dibentuklah sukarelawan untuk dikirim ke negara itu setelah dikomandokannya Dwikora oleh Presiden Sukarno pada tanggal 3 Mei 1964 di Jakarta.
Mengingat kejadian tersebut,seharusnyalah pemerintah Singapura memahami dan menghormati kebijakan pemerintah Indonesia dalam menghormati putra – putrinya yang berjasa dalam merebut dan mempertahankan kedaulatan negaranya. Dan sebenarnya pemerintah Singapura juga mengakui Usman Harum sebagai pahlawan Indonesia, hal itu ditunjukan Lee Kuan Yew, mantan perdana menteri yang pernah memerintah Singapura selama tiga dekade dan sering dijuluki sebagai “Bapak Singapura”, bahkan pernah menaburkan bunga di makam Usman-Harun pada 1973.
Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa mengatakan, protes yang dilayangkan Pemerintah Singapura terkait rencana penamaan “KRI Usman Harun” pada salah satu unit kapal TNI Angkatan Laut tidak menganggu hubungan diplomatik kedua negara. Menurut Marty, masalah penamaan kapal itu sudah selesai. Pemerintah Indonesia telah mencatat keprihatinan Singapura dan Pemerintah Singapura sudah mengerti bahwa penamaan kapal perang ini merupakan kewenangan Indonesia. “Mereka memang menyampaikan keprihatinan. Kita semata mencatat saja keprihatinan mereka. Penamaan kapal perang itu kan melalui suatu proses, dan itu wewenang kita. Kita sudah menyampaikan kepada mereka. Masalahnya sudah selesai,” Menurut Marty, penamaan kapal perang tersebut sudah sesuai dengan prosedur, ketentuan, dan pola yang ditetapkan.
Namun suatu dinamika biasa terjadi di era terbuka dan persaingan saat ini, kita tidak bisa untuk menghindar dari berbagai dinamika tersebut, yang diperlukan adalah kemampuan memanajemen berbagai dinamika yang ada sehingga tidak merugikan bagi Indonesia, baik dari sisi ekonomi, hukum, politik dan yang pasti kedaulatan Indonesia sebagai negara yang bebas merdeka. Jadi berdasarkan fakta-fakta yang disampaikan pada tulisan ini, sangatlah aneh jika Singapura memprotes tentang penamaan KRI dengan nama pahlawannya, diperlukan sikap bijak sebagai tetangga yang baik, namun disisi lain sikap kita bangsa Indonesia juga harus bijak merespons isu tersebut, mengingat tahun ini merupakan tahun politik, kirannya isu ini tidak dijadikan komoditi politik, karena isu penamaan kapal perang Indonesia dengan nama Pahlawannya Usman Harus kita anggap selesai, karena TIDAK ADA KERAGUAN SEDIKITPUN SIKAP KITA DALAM MENJUNJUNG TINGGI PAHLAWAN BANGSANYA SERTA KEDAULATAN NEGARA, yang perlu dicermati kemudian adalah dinamika apa yang kemudian akan terjadi mengingat Singapura dan Indonesia pada era globalisasi ini sangat saling bergantung atas perkembangan masing-masing negaranya, semoga hubungan kedua negara ini kondusif dengan tetap saling menghormati kedaulatan serta tidak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing, untuk itu yang paling dibutuhkan oleh bangsa Indonesia yaitu tetap waspada, mandiri, dan bersatu dalam mensukseskan kepentingan nasionalnya, apalagi saaat ini kita sedang memasuki tahapan dimana kita akan melakukan pergantian kepemimpinan nasional.
*) Penulis adalah alumnus Pascasarjana Tannas UI, peneliti muda pada Forum Kajian Masyarakat untuk Ketahanan Bangsa.