Pentingnya Menegakkan Kedaulatan Laut Dalam Kerangka Supremasi Maritim

Bagikan artikel ini

Lepas dari yang sedang dilakukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam memberantas pencurian ikan di laut, beberapa catatan kiranya perlu kami paparkan di sini. Dengan bentangan luas dari Sabang sampai Merauke, wilayah laut Indonesia memiliki potensi kerawanan dalam pencurian hasil laut dari berbagai negara, terutama negara-negara tetangga yang berbatasan langsung.

Luas laut Indonesia yang mencapai 5,8 juta km2, terdiri dari 0,3 juta km2 perairan territorial, 2,8 juta km2 perairan pedalaman dan kepulauan, 2,7 juta km2 Zona Ekonomi Ekslusid (ZEE), serta terdiri lebih dari 17.500 pulau, menyimpan kekayaan yang luar biasa.

Masalahnya adalah, dengan luas wilayah laut Indonesia yang begitu besar penjagaan keamanan laut dari para pencuri menjadi pekerjaan rumah yang masih belum selesai bagi pemerintah. Dengan laut yang maha luas itu, potensi ekonomi Indonesia diperkirakan mencapai 1,2 triliun dolar AS per tahun.

Menurut kajian Isran Noor, dalam bukunya Indonesia Negara Maritim Terbesar di Asia, kerugian akibat pencurian ikan timbul antara lain karena lemahnya pengawasan dan kongkalingkong aparat. Dengan merujuk dari berbagai sumber, terungkap bahwa rata-rata selama satu dekade terakhir negara mengalami kerugian sebesar Rp 30 triliun per tahun akibat pencurian oleh negara asing.

Artinya, jika harga satu kilogram ikan adalah dua dolar AS, maka ikan yang dicuri 166.000 ton per tahun. Belum lagi dengan semrawutnya tata kelola laut juga menyebabkan keengganan sejumlah pihak untuk memanfaatkan “jalur transportasi” dan sandar yang tentunya Indonesia mengalami lost opportunity pada jumlah yang tak kecil dibandingkan dengan kehilangan akibat pencurian.

Puncak dari masalah kelautan Indonesia adalah kehadiran militer asing, kapal selam maupun permukaan, yang tidak terkontrol dan merupakan ancaman serius bagi kedaulatan Republik Indonesia.

Maka solusinya tiada lain adalah menegakkan kedaulatan laut dan mengembangkan supremasi maritime. Langkah pertama yang bisa ditempuh adalah:

  1.  Memperbanyak jumlah kapal patrol laut, yang diperlengkapi dengan perangkat yang memungkinkan untuk memonitor semua aktivitas, mengejar kapal-kapal yang berlayar dan beroperasi secara illegal. Serta diperlengkapi pula dengan alat pertahanan dan pelumpuhan.
  2. Semua pemerintahan daerah hendaknya memfasilitasi penjagaan keamanan dan kedaulatan negara di perbatasan laut dengan negara asing dengan memperbanyak kapal-kapal patrol.
  3. Semua pemerintahan daerah segera memfasilitasi Latihan Gabungan(Latgab) TNI, yang meliputi wilayah ribuan hektar dengan kontur tanah dan laut yang mencerminkan suatu medan tempur yang sesungguhnya.
  4. Keberadaan Angkatan Laut, di masa depan perlu ditingkatkan kemampuan dan kekuatannya sehingga setara dengan negara-negara ASEAN lainnya.

Konsepsi Supremasi Maritim Kita Masih Kabur  

Tentu saja, upaya menegakkan supremasi maritime di tanah air, bukan sekadar soal memperbanyak peralatan militer angkatan laut kita. Lebih dari pada itu, perlu kejelasan doktrin strategi yang ditetapkan oleh para penyusun dan pembuat kebijakan strategis pertahanan kita. Semboyan angkatan laut kita “Jalesveva Jayamahe”(Di Laut kita jaya), seharusnya menjadi acuan dan rujukan dalam pengembangan supremasi maritim. Sehingga melahirkan kejayaan maritim yang sesungguhnya.

Pada tataran ini, para penyusun dan pembuat kebijakan strategis pertahanan nasional sudah saatnya mempertimbangkan tren konflik global antara AS versus Cina yang semakin menguat di kawasan Asia Pasifik, termasuk Asia Tenggara, dan di Indonesia pada khususnya. Maka dari itu, dalam menyusun doktrin strategi maupun kebijakan maritime (Ocean Policy), harus sekaligus menjawab mengenai posisi dan peran Indonesia di kawasan Asia.

Indonesia memiliki semua persyaratan untuk menjadi negara besar di dunia. Baik karena cakupan wilayahnya yang sangat luas dan populasi penduduknya yang tinggi. Ditambah lagi letak strategis Indonesia, baik geopolitik maupun ekonomi yang dimiliki Indonesia, yang memungkinkan negara kita ini menjadi Golden Bridge (Jembatan Emas), tak hanya pelayaran antar benua, ekonomi, maupun politik. Melainkan sebagai jembatan peradaban dari Timur, Islam, dan Barat.

Tentu saja juga karena kepemilikan kita terhadap potensi sumberdaya alam yang kaya, energi, termasuk energi surya yang terbesar di seluruh dunia. Tentu saja semua itu baru sebatas potensi. Namun semua hal itu membuat kita optimis bisa menjadi negara yang berpotensi tumbuh sebagai kekuatan global di masa depan.

Menyadari luasnya laut Indonesia maka sudah saatnya Indonesia sekarang mencanangkan adanya pergeseran orientasi dari pengembangan matra darat ke matra laut, sehingga tercipta kembali superioritas Angkatan Laut Indonesia seperti di era pemerintahan Bung Karno.

Selain itu, isu pengamanan perairan laut Indonesia harus ditempatkan dalam kerangka untuk mengawal keamanan dan pertahanan Indonesia di matra laut, seraya untuk menjaga kekayaan ekonomi maritim kita yang begitu kaya dalam wilayah geografis Indonesia. Untuk itu, perlu pembangunan infrastruktur suprastruktur pertahanan dan keamanan maritim yang memadai. Jadi kata kunci di sini adalah, membangun kekuatan pertahanan dan keamanan maritim Indonesia.

Sebagai konsekwensi dari hal tersebut, maka pemberdayaan Angkatan Laut RI mutlak perlu. Sejumlah armada kapan dengan sistem persenjataan yang lengkap, berikut sejumlah skuadron pesawat tempur yang harus menaungi udara Indonesia, amatlah penting dan harus menjadi prioritas utama dalam pengembangan visi kemaritiman Presiden Jokowi.

Terkait dengan hal tersebut, gagasan yang ditulis oleh Bupati Kutai Timur, Isran Noor, menarik untuk kita simak sebagai sebuah rujukan awal. Dalam bukunya, Indonesia Negara Maritim Terbesar di Asia, Isran Noor menulis bahwa Indonesia sudah saatnya mengembangkan sebuah doktrin kedaulatan dan strategi kebijakan laut (Ocean Policy) untuk menunjukkan superioritasnya di Asia. Yang kemudian diikuti dengan upaya memodernisasikan peralatan militernya pada skala yang sejajar dengan negara-negara di Asia seperti Cina, Jepang, Korea Selatan, India dan Iran.

Maka itu, Isran Noor menekankan pentingnya kita memiliki doktrin maritim yang superior, dengan menegakkan apa yang beliau istilahkan Pearl Chain of the Archipelago (Rantai Mutiara Nusantara), sebagaimana dilambangkan “rantai emas di dada” Garuda, yang menggambarkan kekokohan, kemanusiaan, dan persatuan.

Dengan kata lain, kenyataan bahwa Indonesia punya banyak pulau, maka harus dihubungkan secara sistemik dengan pertahanan dan keamanan yang kokoh, yang menjamin kedaulatan dan kehidupan seluruh rakyat Indonesia, dari rongrongan dan gangguan keamanan pihak musuh, baik dari dalam maupun luar negeri. Untuk mendukung doktrin maritim tersebut, kita membutuhkan armada laut, udara, dan juga darat yang representative dengan sistem persenjataan modern.

Terkait dengan gagasan strategis tersebut, dibutuhkan sebuah kerangka berpikir baru dalam pengembangan industri strategis pertahanan di bidang maritim. Itulah pentingnya kita punya doktrin maritim. Karena melalui doktrin maritim itulah, Angkatan Laut kita akan mampu membangun master plan organisasi kemiliteran kita di matra laut.

Begitulah. Membangun visi besar kemaritiman, sehingga memungkinkan Indonesia memiliki supremasi di kawasan Asia. Visi besar ini harus menjadi acuan pemerintahan Jokowi-JK dalam membangun kebijakan kelautan strategis, yang memberikan arah pergerakan dan pembangunan militer yang kuat. Khususnya di matra laut.

Maka itu, saatnya semua komponen strategis bangsa yang punya perhatian besar terhadap gagasan menengakkan superemasi maritim di Indonesia, untuk mengidentifikasi tantangan-tantangan apa yang dihadapi, seberapa besar keterbatasan anggaran yang tersedia, luasnya lautan dan pulau-pulau yang harus dijaga kedaulatan dan keamanannya, potensi konflik perbatasan yang bisa terjadi sewaktu-waktu, potensi-potensi personil yang dimiliki angkatan laut kita, ketersediaan sumberdaya manusia, serta infrastruktur militer yang tersedia.

Penulis: Hendrajit, Pengkaji Geopolitik dan Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com