Perhatian Jokowi Pada Tanah Papua

Bagikan artikel ini

Iskandar Bagasurya, Pengamat Politik Ekonomi Regional Jakarta

Melalui pembangunan infrastruktur di Tanah Papua, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk “memerdekakan” Papua
Gaung tuntutan merdeka masih saja bersuar di Tanah Papua. Sejak dibebaskan dari penjajahan Belanda dan bergabung dengan Indonesia, oknum pro Papua Merdeka terus menuntut pemisahan diri dari Indonesia. Meskipun demikian, Pemerintah Indonesia tidak pernah luntur dalam menyejahterakan Tanah Papua sebagai bagian dari bangsa dan negara Indonesia.
Diantara beberapa daerah di Indonesia, Papua memang memiliki keunikan waktu kemerdekaan. Tidak dapat dipungkiri, memang Tanah Papua baru berhasil direbut dari penjajah Belanda sejak 1 Desember 1961 atau 16 tahun pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia. Meski demikian, Indonesia tetap menganggap Papua merupakan bagian dari Indonesia yang seutuhnya.
Dalam perjalanannya, tidak semua pihak menerima bergabungnya Papua dengan Indonesia. Kelompok-kelompok sparatis seperti Organisasi Papua Merdeka (OPM) tersebut menuntut kemerdekaan dari Pemerintah Indonesia. Bahkan, tidak jarang beberapa oknum dari OPM ini melakukan tindak kekerasan guna memisahkan diri dari Indonesia. Berbagai alasan coba dilemparkan guna memisahkan diri seperti perbedaan sejarah kemerdekaan antara Papua dan Indonesia, serta perbedaan ras.
Untuk memperingati terbebasnya Papua dari penjajahan Belanda, OPM kemudian mengklaim 1 Desember sebagai HUT-nya. Dalam beberapa tahun sebelumnya, peringatan 1 Desember ini selalu diwarnai dengan pengibaran bendera bintang kejora dan sejumlah tindak kekerasan. Akan tetapi, suasana berbeda agaknya muncul di tahun 2015. Salah satu LSM yang pro Papua merdeka, Komite Nasional Papua Barat meminta agar bendera tersebut tidak dikibarkan dalam peringatan 1 Desember ini. Meskipun demikian, KNPB tetap saja meminta agar paguyuban masyarakat Papua untuk mendiskusikan tentang manifesto kemerdekaan 1 Desember ini.
Tidak sampai disana, para aktivis Papua juga terus mengkritisi pemerintah Indonesia dan menginginkan kemerdekaan Papua. Salah satunya adalah Filep Karma yang pada 1 Desember 2015 ini menyatakan bahwa, dirinya meragukan kemampuan sosok Joko Widodo sebagai Presiden Indonesia. Meskipun mengapresiasi langkah Joko Widodo dalam memperbaiki kondisi di Papua, dirinya menilai hal itu belumlah cukup. Dirinya pun berjanji akan menghidupkan kembali gerakan kemerdekaan Papua dan siap dijebloskan lagi ke penjara.
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen. Artinya, Indonesia memiliki berbagai keanekaragaman dalam masyarakatnya, tidak hanya satu suku maupun ras, tetapi ada berbagai macam suku dan ras. Berdasarkan sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, ada sebanyak 1.340 suku di Indonesia. Jadi tidak ada alasan bahwa perbedaan ras kemudian membuat oknum di Papua menuntut kemerdekaan. Karena melalui berbagai keanekaragamannya itulah Indonesia kemudian tampil sebagai bangsa yang unik dan mampu menjadi bangsa yang besar.
Meskipun tuntutan merdeka oleh sejumlah oknum di Papua terus bermunculan, Pemerintah Indonesia tidak sedikitpun menghentikan niatnya untuk terus “memerdekakan” Papua. Memerdekakan Papua maksudnya adalah terus mengupayakan kesejahteraan bagi masyarakat di Papua. Tidak tanggung-tanggung, Presiden RI Joko Widodo menjadikan pembangunan infrastruktur di Papua dan Papua Barat sebagai salah satu fokus perhatian pembangunan selama lima tahun ke depan, sesuai visi Nawa Cita membangun Indonesia dari pinggiran. Kebijakan tersebut diawali dengan Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tim Kajian Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam Bagi Pembangunan Ekonomi Papua. Selanjutnya, pemerintah membentuk badan atau lembaga yang bertugas untuk mempercepat pembangunan berbasiskan sumber daya alam Papua agar bisa fokus dan mempercepat perekonomian di kawasan itu.
Adapun berbagai infrastruktur yang akan dibangun di Papua dan Papua Barat, diantaranya pembangungan infrastruktur kereta pada tahun 2016, pembangunan dan pengembangan Bandar Udara Douw Aturure, Kabupaten Nabire, Provinsi‎ Papua, pembangunan Tol Trans Papua sepanjang 4.000 kilo meter (km) serta masih banyak rencana pembangunan lainnya.
Dengan adanya perhatian yang lebih tersebut, masyarakat lokal Papua seharusnya semakin membuka mata dan telinga bahwa pemerintah selalu hadir untuk membangun Papua. Namun, upaya tersebut tidak akan ada artinya jika masyarakat lokal Papua tidak memberikan dukungannya. Oleh karena itu, untuk menyukeskan pembangunan tersebut, harus terjalin hubungan vertikal yang harmonis antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan masyarakat di Papua.
Semua pihak tentunya mengharapkan adanya kemudahan dalam menjalankan kehidupannya. Pembangunan infrastruktur di Papua ini juga merupakan bagian dari upaya perbaikan tersebut. Selain akan memberikan kemudahan, secara tidak langsung proses pembangunan dan pasca pembangunan infrastruktur di tanah Papua akan membuka berbagai lapangan kerja baru. Disinilah muncul kesempatan bagi masyarakat asli Papua untuk memperoleh kehidupan lebih baik yang tetap berada pada koridor NKRI.
Berbagai upaya pemerintah tersebut dilakukan tidak semata-mata hanya untuk mencegah Papua lepas dari Indonesia, melainkan sebagai bentuk perhatian pemerintah Indonesia yang selayaknya diterima oleh setiap daerah yang menjadi bagian dari Indonesia. Jelas terlihat bahwa pemerintah Indonesia terus berupaya “memerdekakan” setiap daerah yang menjadi bagian dari Indonesia, termasuk Papua. Melihat berbagai upaya dan perhatian lebih yang diberikan pemerintah Indonesia terhadap keberlangsungan pemerataan pembangunan di Papua, perlukan lagi ada upaya untuk menuntut kemerdekaan dan melepaskan diri?
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com