Kebohongan Gerakan Pembebasan Papua Barat

Bagikan artikel ini

Sandi Nugroho, Mahasiswa Fakultas Sosial dan Ilmu Politik Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta

Banyak rakyat Indonesia yang tidak sadar bahwa saat ini negara kita terusik oleh Gerakan Pembebasan Papua Barat. Tidak banyak dari kita yang peduli akan kebohongan-kebohongan yang disampaikan kelompok ini kepada masyarakat internasional. Dengan memutarbalikkan fakta-fakta kebenaran, mereka menjustifikasi bahwa Indonesia telah sewenang-wenang mengokupasi wilayah Papua Barat sebagai wilayah Indonesia serta banyaknya pelanggaran HAM dan genosida terhadap orang asli papua. Isu inilah yang terus menerus disampaikan kepada masyarakat dunia. Lalu apakah kita sebagai bangsa Indonesia sadar dan pasrah saja jika bangsa kita difitnah seperti ini?

Momentum 1 Desember akan dimanfaatkan kelompok Pembebasan Papua Merdeka sebagai momentum yang menarik perhatian dunia.  Mereka merencanakan untuk melakukan kampanye dan perayaan hari kemerdekaan Papua Barat di sejumlah daerah dunia. Hal ini telah dilakukan mereka berulang kali. Melalui situs freewestpapua.org, bertepatan dengan Kemerdekaan asli Papua Barat pada 1 Desember, bendera bintang Kejora akan dikibarkan di Balai Kota Oxford. Bahkan mereka juga mengajak para simpatisan untuk ikut berfoto dengan diri mereka sendiri memegang atau mengibarkan bendera Bintang kejora sebagai bentuk solidaritas dengan rakyat Papua Barat. Berbagai foto tersebut diharapkan dibagikan melalui berbagai sosial media untuk membangun gambaran bahwa dunia global benar-benar mendukung Kemerdekaan Papua Barat.
Bahakan gerakan yang mendukung kemerdekaan juga dilakukan di dalam negeri sendiri.  Filep Karma, aktivis terkemuka Papua yang bebaskan bulan ini setelah lebih dari satu dekade mendekam  di balik jeruji besi, bersumpah untuk memerdekakan Papua dari Indonesia. Dia tidak percaya dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memutuskan masa depan Papua karena tak punya pengaruh terhadap militer Indonesia. Dia janji menghidupkan kembali gerakan kemerdekaan Papua dan siap dijebloskan lagi ke penjara jika perlu. Filep Karma sejatinya mengapresiasi langkah Presiden Jokowi yang ingin membuka wilayah Papua yang miskin setelah beberapa dasawarsa dilanda konflik. Tapi, dia merasa itu belum cukup. Kemerdekaan Papua adalah harga mati.
Sementara itu, gerakan-gerakan ini juga telah menuai teror sendiri di masyarakat Papua. Banyak terjadi penembakan-penembakan yang berujung pada kematian dan keresahan.  Beberapa lalu terjadi baku tembak antara 3 anggota TNI yang melakukan peninjauan lokasi di Membrano. Mereka dihadang oleh 10 orang bersenjata yang merupakan kelompok OPM. Peristiwa tersebut mengakibatkan tewasnya Mayor Infanteri Jhon De Fretes.
Kapendam Cenderawasih, Letkpol Infanteri Teguh Puji Raharjo menjelaskan, korban bersama anggotanya dihadang oleh 10 orang bersenjata. Meski telah mengakui sebagai pendeta, kelompok tersebut tetap menembak mereka.
Menjadi pertanyaan dari kejadian tersebut, siapakah sebenarnya yang melakukan pelanggaran HAM? Pernyataan Filep Karma sebetulnya meniupkan semangat baru kepada kelompok Papua merdeka untuk mewujudkan impiannya. Mereka akan melakukan apa saja untuk Papua merdeka yang katanya itu hak azasi mereka. Sementara negara juga berkewajiban menjaga kedaulatan wilayahnya dari berbagai ancaman disintegrasi. Akan ada peningkatan aksi-aksi menyerang dan menembaki aparat keamanan, menyerang warga sipil yang tidak sejalan keinginan kelompok OPM, memboikot Pemilu, membakar fasilitas pendidikan sebagaimana sering mereka lakukan selama ini. Dan hal tersebut juga telah terjadi. Bukankah ini juga pelanggaran HAM yang dilakukan warga sipil?
Lalu bagaimana seharusnya kita menyikapi kebohongan yang tentunya mengusik kedaulatan NKRI? Semuanya tergantung masyarakat Indonesia sendiri, memilih untuk peduli atau tidak. Bergantung pada konsistensi pemerintah dalam menjaga ketuhan bangsa adalah pilihan yang sulit. Negara bisa berdiri utuh dan tegak karena keinginan dan kekuatan yang terhimpun dari rakyatnya.  Masalah seperti ini sebenarnya mudah teratasi jika ada memang ada kemauan dan kepeduliand dari seluruh rakyat Indonesia.
Kita seharusnya marah terhadap fitnah-fitnah yang dilakukan oleh kelompok ini. Marah tersebut diekspresikan dengan kepedulian terhadap Papua, bahwa papua tidak seperti yang mereka katakan, tidak pernah ada genosida dan pelanggaran HAM terhadap orang asli Papua. Baik etnis Jawa, Melayu, Papua ataupun etnis lain memiliki kedudukan yang sama sebagai warga negara Indonesia. Dan memang orang asli Papua lebih memilih untuk bersama dalam kesatuan bangsa Indonesia yang telah bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan Papua dari zaman kolonial Belanda. Tanpa Papua takkan ada Indonesia, tanpa Indonesia juga takkan ada Papua.
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com