Perketat Pemekaran Daerah Otonomi Baru

Bagikan artikel ini

Alexa Christina Andreawaty, adalah pemerhati masalah Indonesia. Tinggal di Palangkaraya, Kalimantan Tengah

Pemekaran daerah di Indonesia adalah pembentukan wilayah administratif baru atau biasa disebut pembentukan daerah otonomi baru (DOB), di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya. Pembentukan DOB  semakin marak sejak disahkannya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang No. 32 tahun 2004. Pemekaran wilayah bertujuan untuk lebih mendekatkan jarak antara pemerintah sebagai pelaksana pelayanan publik dengan masyarakat sebagai penerima pelayanan. Pemekaran juga bertujuan untuk menjadikan pelayanan publik menjadi lebih efektif dan efisien. Atas dasar itulah sejumlah wilayah melakukan pemekaran untuk sekedar memperpendek rentang ke pemerintahan, mengingat jarak antara pusat pemerintahan dengan masyarakat yang bermukim di daerah terpencil sangat jauh.

Untuk tingkat provinsi saja, sejak tahun 1999 terdapat pembentukan sejumlah DOB, antara lain Maluku Utara dengan ibu kota Sofifi, Banten dengan ibu kota Serang, dan Kepulauan Bangka Belitung  dengan ibu kota Pangkal Pinang. DOB lain adalah Gorontalo dengan ibu kota Gorontalo, Papua Barat dengan ibu kota Manokwari, Kepulauan Riau dengan ibu kota Tanjung Pinang, dan Sulawesi Barat dengan ibu kota Mamuju, serta Kalimantan Utara dengan ibu kota Tanjung Selor. Saat ini Indonesia memiliki 34 propinsi, dan 508 kabupaten/kota.

Ternyata meskipun berdasarkan hasil kajian Kemendagri hampir 65 persen DOB gagal berkembang, usulan pemekaran  dari masyarakat dalam empat bulan terakhir terus meningkat. Kemendagri sudah menerima 114 usulan DOB, dan masih ditambah dengan 87 usulan DOB dari Dewan Perwakilan Rakyat, sehingga kini berjumlah 201 usulan pemekaran. Pemekaran wilayah di Indonesia  kebanyakan bermasalah,  karena tidak didasarkan pada sebuah kajian ilmiah  secara matang, dan diperkirakan hanya untuk kepentingan elite tertentu.

Melihat kegagalan sejumlah DOB maka seharusya  meski  suatu daerah telah memenuhi persyaratan administratif, teknis, dan fisik kewilayahan tidak dengan sendirinya pemekaran wilayah dapat dilakukan. Pemerintah  harus menetapkaan  persyaratan jangka waktu jalannya pemerintahan induk. Ada batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan untuk dapat melakukan pemekaran wilayah.

Untuk pembentukan Provinsi disyaratkan usia Propinsi induk sepuluh tahun, dan untuk pemebentukan Kabupaten/Kota disyaratkan usia Kab/Kota induk  tujuh tahun, dan untuk Kecamatan batas minimal penyelenggaraan pemerintahan adalah lima tahun. Akibat dari pemekaran tersebut juga muncul beberapa permasalahan baru seperti sengketa batas wilayah, kurangnya sarana dan prasarana pemerintahan, pengalihan pegawai serta yang paling penting masalah keuangan.

Pemerintah juga perlu menetapkan pendekatan berbeda. Menurut Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, pihaknya akan menganalisis lebih mendalam dimensi geografis atau kewilayahan, demografis atau kependudukan dan juga sistem seperti potensi fiskal daerah dan perekonomian daerah tersebut. Proses ini akan melibatkan sejumlah pakar sehingga hasil penilaian potensi peekaran menjadi lebih baik.

Sebaiknya sebelum dimekarkan calon DOB harus menjadi daaerah persiapan  selama tiga tahun. Apabila mampu  berkembang dan layak mandiri, maka pemerintah akan menetapkannya menjadi DOB. Apabila selama masa penilaian belum atau tidak berkembnang bisa diberi perpanjangan waktu lagi untuk menentukan apakah layak  dimekarkan atau dikembalikan ke daerah induk. Sayangnya sampai saat ini pemerintah belum pernah melakukan penelitian terhadap usulan DOB.

Selama ini syarat pemekaran wilayah adalah harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Syarat administratif untuk Provinsi meliputi adanya persetujuan DPRD Kabupaten/Kota dan Bupati/Walikota yang akan menjadi cakupan wilayah Provinsi, persetujuan DPRD Provinsi induk dan Gubernur, serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri. Syarat administratif untuk Kabupaten/Kota meliputi adanya persetujuan DPRD Kabupaten/Kota dan Bupati/Walikota yang bersangkutan, persetujuan DPRD Provinsi dan Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.

Sedangkan syarat teknis  mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Syarat fisik meliputi paling sedikit 5 (lima) Kabupaten/Kota untuk pembentukan Provinsi dan paling sedikit 5 (lima) Kecamatan untuk pembentukan Kabupaten, dan 4 (empat) Kecamatan untuk pembentukan Kota, serta  memiliki lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan.

Persyaratan UU terkait DOB yang dianggap gagal juga tidak pernah diterapkan pemerintah secara tegas,  DOB yang gagal  tidak pernah dikembalikan ke daerah induk meski nyatanya tidak mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kebanyakan DOB hanya mengandalkan dana yang diterima dari pemerintah pusat dalam bentuk dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) tanpa ada upaya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah. Banyak DOB yang gagal karena sejak awal pemerintah tidak bersikap tegas menolak usulan DOB yang sebenarnya sudah dinilai tidak akan mampu berdiri sendiri. Karena  ketidaktegasan inilah, banyak DOB yang gagal berkembang.

Pemerintah juga harus berani menolak usulan pemekaran yang disampaikan atas inisiatif DPR, nyatanya hampir semua pemekaran wilayah di Indonesia yang merupakan hak inisiatif DPR selalu bermasalah, karena tidak didasarkan pada sebuah kajian ilmiah secara matang. Pemekaran wilayah yang difasilitasi DPR melalui hak inisiatif, diperkirakan hanya untuk kepentingan elite tertentu, termasuk kepentingan pragmatis anggota DPR dimaksud.

Namun demikian karena tugas, fungsi dan kewenangan kelembagaan DPR yang terlalu kuat, termasuk mencoret rencana anggaran eksekutif dan hak inisiatif memekarkan sebuah wilayah, telah membuat proses ketatanegaraan menjadi  serba kacau. Dengan dalih memenuhi aspirasi rakyat, DPR selalu berambisi memekarkan sebuah wilayah, tanpa disertai sebuah kajian yang matang. Disarankan kedepan pemekaran wilayah melalui hak inisiatif DPR ditinjau kembali melalui revisi UU Nomor 32 tahun 2004. Pemekaran wilayah sebaiknya cukup melalui usulan pemerintah, yakni Kementerian Dalam Negeri.

Pembentukan DOB selama ini juga sarat dengan proses transasksi, kajian pemekaran hanya menjiplak dari kajian peekafran daerah lain. Belum lagi jika ditambah dengan angka-angka idikator yang seperti jumlah penduduk yang  dengan sengaja dipalsukan agar daerah itu terlihat memenuhi syarat untuk berdiri sendiri. Hal ini harus menjadi pelajaran berharga kita semua suaya tidak terulang lagi dalam pemekaran  daerah ke depan. Dengan demikian daerah otonom baru yang terbentuk, mampu mensejahterakan rakyat, bukan justru  membebani negara dan masyarakat.

Sekedar contoh rencana pemekaran 13 DOB di Propinsi Maluku yang diusulkan baik oleh Pemkot/Pemkab maupun masyarakat ke DPRD dan Gubernur Maluku meliputi, Kabupaten Kepulauan Terselatan, Kabupaten Gorom-Wakate, Kepulauan Kei Besar, Aru Perbatasan, Tanaimbar Utara, Seram Utara Raya, Jasirah Leihitu, Kabupaten Talabatei, serta calon Kabupaten Buru Kayeli. Selain itu, Kota Bula, Kota Kepulauan Huamual, Kota Kepulauan Lease, calon daerah kawasan khusus Kepulauan Banda. Namun setelah dilakukan kajian komprehensif terhadap persyaratan yang dikehendaki sesuai ketentuan UU, yang memenuhi syarat hanyalah Kepulauan Kei Besar dan Aru Perbatasan ditambah calon daerah kawasan khusus Kepulauan Banda.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com