Perlindungan Terhadap Hak-Hak Warga Negara Mulai Dicabut Satu Persatu

Bagikan artikel ini
Mungkin gambar 1 orang dan tersenyum
Aihwa Ong sejak 13 tahun lalu sudah mengingatkan timbulnya gejala mutasi dalam kewarganegaraan akibat neoliberalisme. Mutasi ini ditandai dengan penghapusan elemen hak dan entitlement dalam konsep kewarganegaraan dan kewarganegaraan diartikulasikan ulang melalui nilai-nilai universal neoliberalisme (self-help) dan human rights.
Ini mulai terasa ketika perlindungan terhadap hak-hak warga negara mulai dicabut satu persatu, seperti subsidi, perlindungan tenaga kerja, dan kontrol terhadap harga bahan kebutuhan pokok.
Fenomena buruh migran adalah salah satu wujud self-help citizenship atau entrepreneur citizenship ketika pemerintah tidak sanggup menyediakan lapangan kerja cukup. Pilihan bagi warga adalah bersaing di ceruk yang sedikit itu atau pergi ke negara lain. Salah satunya adalah G-to-G agreement antara Indonesia dan Jepang untuk supply 2-5 juta TKI ke Jepang.
Perlu dicatat, pengaturan buruh migran tidak sama dengan pengaturan Diaspora atau kaum kerah putih, mereka hanya boleh bekerja tapi tidak mendapatkan akses menjadi Permanent Resident atau naturalisasi mengambil kewarganegaraan setempat. Immanuel Kant menyebut mereka yang memperoleh akses untuk bekerja/zugang, tetapi tidak punya akses untuk entry/eingang, dan hidup dalam banyak kekecualian hukum / legal exceptions.
Harga-harga kebutuhan pokok adalah contoh lain, di mana kontrol harga diserahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar, membuat kaum yang berpenghasilan terbatas teriak bahkan kalau perlu berpuasa kalau tidak bisa beli makanan. Kalau mau murah, beli produk pangan impor. Kalau mau mahal, beli dari petani (mahal karena ongkos chanel distribusi yang berlapis, bukan karena harga dari petani). Peran Bulog dan BUMD untuk menstabilkan harga nyaris tidak kelihatan saat ini.
Aturan ketenagakerjaanpun perlahan mulai berubah dimulai dari KepMen 27 Agustus 2019 dimana sektor bawah dibuka untuk asing, lalu subsidi ketenagakerjaan seperti pesangon dan tunjangan bisa dihapus di UU Ketenagakerjaan revisi di tahun 2020.
Perhitungan ketenagakerjaan akan segera diserahkan pada mekanisme pasar atas dasar “produktivitas”, ala Ojol, dimana pegawai dibayar hanya berdasar pekerjaan. Kalau kebanyakan cuti ya berkurang penghasilannya. Sementara di UU 13 tahun 2003 kita masih dapat jatah cuti ini-itu dan perlindungan PHK lewat pesangon yang cukup untuk memulai hidup baru.
Jadi, pilihan kita ada dua: aktifkan advokasi untuk menpertahankan kebijakan pro-rakyat atau kalau perlu diperbaiki supaya lebih melindungi, atau mulailah dengan mengubah nasib sendiri dengan belajar lagi, perkuat skill/kecakapan/ketrampilan, kalau perlu cari beasiswa sekolah ke luar negeri. Atau belajar berusaha sendiri.
Self-help. Hanya orang-orang yang bisa menolong dirinya sendirilah yang akan menjadi pemenang dalam episode kehidupan saat ini.
Nuning Purwaningrum Hallet, aktif sebagai motor penggerak Social Entepreneur
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com