1. Dihapuskannya subisdi BBM untuk jenis premium dan dilepas harganya mengikuti harga pasar dunia dan untuk solar subsisdi dikurangi dan digunakan subsidi tetap. Harga gas (Elpiji) juga dilepas mengikuti harga pasar dunia. Sebagai konsekuensinya harga BBM dan Gas naik, walaupun sempat diturunkan tetapi nilai kenaikannya lebih banyak dari penurunannya.
2. Dibentuknya Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Tim Anti Mafia Migas) oleh Menteri Enegi Sumber Daya MIneral (ESDM) dan 3. Dilkuidasinya sejak Mei 2015 Pertamina Energy Trading Limited (Petral) yang dianggap oleh pemerintah “sarang Mafia Migas” dan diganti dengan Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina.
Tentunya kita semua mengharapkan dengan kebijakan-kebijakan itu Pertamina bisa lebih besar memperoleh keuntungan buat negara dan bisa melakukan investasi untuk eksplorasi migas agar persediaan energi migas Indonesia lebih bisa dihandalkan.Tetapi harapan itu belum terwujud karena laba bersih Pertamina masih merosot.
Di tahun 2013 Pertamina untuk pertama kali masuk top 500 perusahaan kelas dunia, pada peringkat nomor 122 di “Fortune Global 500 List of Companies”. Tetapi posisi ini mungkin sudah merosot.
Berikut data laba bersih ( laba setelah dipotong pajak) atau Net Profit Pertamina dalam dolar AS (USD):
- 2013,LABA BERSIH= USD 3,07 miliar
- 2014 ,LABA BERSIH= USD 1,53 miliar
- 2015 LABA BERSIH = USD 1,39 miliar
- 2016 TARGET LABA BERSIH ditetapkan sebesar USD 1,61 miliar,turun dari target laba bersih 2015 sebesar USD 1,7 miliar dan hanya 53 % dari laba bersih tahun 2013 yang besarnya USD USD 3,07 miliar.
Kita masih harus menunggu hasil reformasi tata kelola migas, sementara kita menunggu juga diterapkannya pungutan pemerintah terhadap pembelian BBM untuk program ketahanan energi yang pelaksanaannya masih ditunda.
Facebook Comments