SANGIHE MENOLAK TAMBANG EMAS

Bagikan artikel ini

Sejak awal April tahun 2021, masyarakat Sangihe bersatu dan mendeklarasikan sebuah wadah gerakan bernama Save Sangihe Island (SSI) dengan satu tekad menolak beroperasinya PT.TMS yang akan menambang emas di pulau Sangihe.

Sampai saat ini, Yayasan Suara Nurani Minaesa (YSNM) menjadi motor penggerak dalam perjuangan SSI, berjuang bersama seluruh elemen maupun masyarakat yang tergabung dalam perjuangan bersama menyelamatkan pulau Sangihe dari ancaman perusakan lingkungan massif yang akan berdampak buruk pada kehidupan manusia, flora dan fauna.

Kabupaten kepulauan Sangihe terletak antara pulau Sulawesi dengan Pulau Mindanao (Filipina), memiliki 105 pulau dengan rincian 79 berpenghuni dan 26 pulau belum berpenghuni. Ibu kota kabupaten bernama Tahuna, terletak di pulau terbesar (daratan) besar yang memiliki luas 736,98 km2 = 73, 968 ha.

Perda No. 4 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Sangihe Pasal 42 poin 1) menyebutkan bahwa pulau Sangihe merupakan kawasan rawan gempa bumi karena dipengaruhi oleh dua (2) lempeng besar yaitu lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik serta dua (2) lempeng kecil yaitu lempeng Sangihe dan lempeng laut Maluku, serta gunung api Karangetang, gunung api Ruang (di kab. kepl. Siau Tagulandang Biaro , dan gunung Api Awu.

Sangihe Perempuan dan Tambang

Di Sangihe juga terdapat 2 gunung api bawah laut, yakni Gunung Banua Wuhu di sekitar pulau Kawio (bagian utara) dan gunung api bawah laut Mahengetang di depan pulau Mahengetang kecamatan Tatoareng.

Beberapa waktu belakangan ini, tatanan kehidupan masyarakat Sangihe terusik, gelisah bahkan ketakutan setelah mengetahui bahwa Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Ridwan Djamaludin telah mengeluarkan ijin SK Produksi bernomor 163.K/MB.04/DJB/2021 kepada PT. Tambang Mas Sangihe (TMS) dengan luas konsesi sebesar 42.000 Hektar. Itu artinya lebih dari setengah dari luas pulau kami akan diekploitasi secara massif oleh PT. TMS selama 33 tahun sampai tahun 2054.

UU Nomor 1 Tahun 2014, tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau kecil, secara tegas mengatur bahwa pulau dengan luas daratan kurang dari 2000 Km2 dikategorikan sebagai pulau kecil dan tidak boleh ditambang. Sedangkan pulau Sangihe hanya berukuran 736 Km2.
Sistem penambangan terbuka (Open Pit) dengan menggunakan peledakan untuk membongkar mineral dari dalam bumi akan sangat mempengaruhi struktur tanah yang labil dan rentan longsor.

Ledakan-ledakan yang terjadi akan menimbulkan bunyi dan getaran yang sangat kuat. Gunung dan hutan lindung Sahendaruman yang menjadi rumah dari habitat burung endemic Sangihe juga terancam keberadaannya. Hutan yang menjadi penopang hidup masyarakat, adalah hulu dari sekitar 70 sungai yang mengalir ke sungai ke setiap kampung di 7 kecamatan dengan 81 kampung di bagian selatan pulau Sangihe yang masuk dalam wilayah IUP PT.TMS berpotensi rusak dan tercemar limbah beracun berbahaya.

Potensi konflik horizontal antar masyarakat, antara masyarakat yang tidak mau memberikan tanahnya dieksploitasi dengan pihak perusahaan, bahkan bisa terjadi konflik antara masyarakat dengan aparat keamanan. Kondisi tersebut tentu akan berbahaya terhadap pertahanan dan keamanan kawasan kepulauan, karena Sangihe adalah daerah perbatasan negara, yang berbatasan laut dengan negara Filipina.

Pasal 9 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM mempertegas mengenai hak atas lingkungan hidup, (1) Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya. (2) Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan bathin. (3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Ketentuan hak atas lingkungan hidup dijelaskan pula dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, Pasal 65 dan 66 telah memberi jaminan kepastian hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem.

Perlindungan jaminan terhadap setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat juga memberikan kepastian akan pembangunan yang berwawasan lingkungan yang dikenal dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

Secara tegas, masyarakat Sangihe ingin menyelamatkan kehidupan di pulau Sangihe , dan menolak tegas kehadiran PT. Tambang Mas Sangihe beroperasi di kabupaten Sangihe.
Sebab, UUD ’45 pasal 28 H , berbunyi “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.

Kronologi Perjuangan Rakyat Sangihe

Sehubungan dengan penolakan terhadap beroperasinya PT.TMS, diwujudkan dalam beberapa hal seperti berikut :

4 April 2021- Bersamaan dengan deklarasi, Save Sangihe Island (SSI) melaunching Petisi Online Penolakan terhadap PT.TMS dan meminta Presiden Jokowi membatalkan ijinnya melalui Change.org. Sampai laporan ini di tulis (3 Januari 2022) sudah ditandatangani oleh 144.150 orang.

SSI dideklarasikan oleh Badan Adat Sangihe, Gereja Masehi Injili Sangihe Talaud (GMIST), Yayasan Suara Nurani Minaesa, WALHI Sulut, YLBHI-LBH Manado, AMALTA, KNTI-Sangihe, Perkumpulan Sampiri Sangihe, Burung Indonesia, Forwas, FPMS, Kopitu Sangihe, AMAN Sangihe, IMM – Sulut, GAMKI Sangihe, Pemuda GMPU, Komunitas Seni Visual Secret, GP Ansor Sangihe, LMND Sulut, Gapoktan Organic Sangihe, AMPS, Kesatuan Pemuda Pegiat Budaya Sangihe, Kesatuan Kapitalaung (Kepala Desa) Menolak Tambang Sangihe, MPA Anemon, KPA Mangasa Ngalipaeng, KPA Spink, Sangihe Drivers Club, dan Sanggar Seriwang Sangihe.

Akan tetapi, jelang setahun dalam perjuangannya SSI telah menggerakan bangkitnya kesadaran orang Sangihe yang berada di luar Sangihe baik di dalam negeri dan luar negeri. Semua bergerak bersama serentak. Kini SSI menjadi wadah perjuangan semua pihak baik perorangan maupun lembaga yang berkomitmen ikut andil dalam perjuangan menyelamatkan pulau Sangihe. SSI mampu mempersatukan kecintaan anak keturunan Sangihe sejagat untuk berpadu mengusir PT.TMS keluar dari Sangihe I kekendage (Sangihe tercinta)

21 April 2021- Sebagai lembaga agama yang menaungi mayoritas pemeluk agama Kristen Protestan, Gereja Masehi Injili Sangihe Talaud (GMIST) telah membuat Pernyataan Teologis yang ditujukan kepada Presiden Jokowi untuk meninjau lagi izin PT. TMS yang ditandatangani oleh Ketua Badan Pekerja Majelis Sinode, Pdt. Patras Madonsa. M.Th. Surat ini sudah dibawa kepada Presiden dan juga PGI di Jakarta.

15 April 2021- Badan Adat Daerah Kepulauan Sangihe mengeluarkan surat Rekomendasi nomor 001/BADKKS/IV/2021, yang menolak tegas kehadiran PT.TMS beroperasi demi keberlanjutan adat-istiadat, budaya harmonis dan kekekerabatan yang turun temurun diwariskan oleh para leluhur dan nenek moyang masyarakat adat di pulau Sangihe. Surat ini ditandatangani oleh Ketua Badan Adat, Bpk. Olden Ambui.

25 April – 2 Mei 2021- Utusan SSI berjumlah 7 orang datang ke Jakarta dan melakukan audiensi dengan Kementerian & Lembaga terkait dan menyatakan penolakan tegas terhadap PT.TMS, yakni : KLHK, ESDM, KKP, KSP, BNPB, Komnas HAM, Komnas Perempuan, PGI dan juga membawa surat ke Ombudsman, Wantimpres, DPR RI Komisi VII. Untuk membangun dukungan dan memperkuat jaringan advokasi penolakan terhadap TMS, tim SSI juga sempat melakukan pertemuan dan koordinasi dengan teman-teman jaringan LSM di Jakarta seperti : Jatam, Walhi, Kontras, Econusa, Lokataru, ANBTI, IOJI, Kemitraan, Jaring Nusa KTI, dll.

10 Mei 2021- SSI melakukan hearing/audiensi dengan lintas komisi DPRD Provinsi Sulut, yakni Komisi III dan Komisi IV. Bahkan sempat menghadap kepada Ketua DPRD Sulut, dr. Fransiskus Andi Silangen. SSI meminta DPRD untuk memanggil instansi yang memberi ijin lingkungan, untuk dimintai pertanggungjawabannya dan segera membatalkan ijin yang dikeluarkannya, karena dilakukan secara melawan hukum.

23 Juni 2021- SSI melalui 7 orang masyarakat Sangihe mengajukan Gugatan di PTUN Jakarta terhadap IUP PT.TMS. Gugatan ini, diperkuat dengan diajukannya gugatan intervensi oleh 30 orang masyarakat yang bermukim di wilayah IUP PT.TMS. Saat ini, persidangan sudah mulai memasuki agenda pemeriksaan saksi dari masing-masing pihak (Penggugat dan tergugat). Semenjak awal persidangan SSI sebagai penggugat dan penggugat intervensi sudah meminta diagendakannya siding pemeriksaan setempat kepada majelis hakim. Majelis Hakim, akan mengagendakan Persidangan Setempat dengan mempertimbangkan factor cuaca. Biaya transportasi dan akomodasi pihak PTUN harus ditanggulangi oleh Penggugat. Jumlah biaya tersebut Rp. 50 juta sudah disetorkan ke rekening PTUN Jakarta sejak tanggal 22 Desember 2021.

12 Oktober 2021- Kesadaran perempuan akan pentingnya lingkungan hidup yang sehat, aman dan nyaman bagi kehidupan keluarga termasuk masa depan anak cucunya di masa mendatang, mendorong 56 perempuan dari kampung Bowone dan Binebase kecamatan Tabukan Selatan Tengah mengajukan gugatan terhadap Ijin Lingkungan di PTUN Manado. Saat ini (awal Januari 2022), agenda persidangan masih jawab menjawab antara tergugat dan penggugat.

28 Oktober 2021- Di Ibukota Kabupaten kepulauan Sangihe, Tahuna, mahasiswa dari Politeknik Nusa Utara, elemen-elemen mahasiswa yang lain, dan masyarakat melakukan aksi penolakan terhadap TMS, dengan titik aksi kantor Bupati dan Gedung DPRD Sangihe. Hal yang sama juga dilakukan di Manado oleh Aliansi Rakyat Tolak PT.TMS dengan titik aksi di kantor Gubernur dan Polda Sulut dengan tuntutan yang sama, agar pemerintah provinsi Sulawesi Utara segera membatalkan ijin lingkungan dan Polda tidak menurunkan menurunkan aparat kepolisian untuk menjaga PT.TMS yang belum mendapatkan ijin pemanfaatan pulau dari KKP. Itu berarti PT.TMS illegal di Sangihe.

Lewat petisi online, mereka meminta Presiden Jokowi mencabut IUP PT TMS di Kabupaten Kepulauan Sangihe serta meminta mendapatkan hidup yang aman dan damai.

10 November 2021- Sebagai wujud bangkitnya kesadaran bersama masyarakat Sangihe diaspora di Jabodetabek, masyarakat Sangihe yang terhimpun dalam wadah Nusa Utara Bersatu (NUB) melaksanakan aksi di depan kantor kementerian ESDM. Selain tegas menyuarakan penolakan terhadap PT.TMS, aksi dilakukan dengan simpatik dengan menampilkan kebudayaan Sangihe seperti tarian empat wayer dan masamper.

11 November 2011- Politeknik Nusa Utara (Polnustar) mendeklarasikan Penolakan terhadap PT.TMS di Pulau Sangihe. Terdapat 5 point penting dalam deklarasi Polnustar tersebut, yang pada intinya menolak PT.TMS, meminta Presiden Jokowi membatalkan ijinnya, serta meminta aparat kepolisian untuk menghentikan operasional TMS yang sementara berlangsung karena bertentangan dengan UU no. 1 tahun 2014.

7 Desember 2021- SSI bertemu dengan tim pencari fakta yang katanya ‘independen’ utusan Kementerian ESDM di Pendopo Bupati Sangihe. Surat Penugasan tim ini tertsnggsl 1 Desember 2021. Mereka yang diutus adalah : Imam Bustan Pramudya (Direktorat Pembinaan Pengusahaan Mineral), Ni’am Mustofa Thohari (Direktorat Pembinaan Pengusahaan Mineral), Arif Zardi Dahlius (Komite Bersama KCMI), STJ Budi Santoso (Ikatan Ahli Geologi Indonesia – MGEI), Kamsul Hidayat (Ikatan Ahli Geologi Indonesia), serta Andi Erwin Sjarif (Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia). Dari bandara sampai Sam Ratulangi Manado sampai di Sangihe tim ini difasilitasi oleh PT.TMS. Hasil temuan tim ini yang terekspose melalui media menyatakan bahwa rencana PT.TMS tidak jelas dan secara internal PT.TMS tidak kuat. Sementara itupun suara penolakan di Sangihe sangat kuat oleh masyarakat.
Sekitar 30 orang utusan SSI dari beberapa kampung menghadiri pertemuan tersebut. Pernyataan tegas penolakkan terus disuarakan kepada tim tersebut, bahkan diperkuat oleh Bupati Sangihe, Jabes Gaghana yang juga mengambil sikap yang sama, berdiri dengan rakyat menolak PT.TMS.

10 Desember 2021- Memperingati hari HAM, Aliansi Rakyat Tolak PT.TMS yang terdiri dari utusan SSI dari kampung-kampung di Sangihe, masyarakat Sangihe yang tinggal di Manado dan sekitar, mahasiswa, kembali menyuarakan penolakan terhadap TMS di kantor Gubernur Sulawesi Utara melalui aksi damai.

16 Desember 2021- Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) membuat surat resmi kepada Presiden Jokowi untuk meninjau kembali dan mencabut ijin PT.TMS, karena Sangihe adalah pulau kecil. Sehingga mengijinkan PT.TMS untuk menambang di Sangihe adalah pelanggaran terhadap UU no. 27 tahun 2007 jo UU no. 1 tahun 2014.

22 – 24 Desember 2021- Dalam persiapan menjelang perayaan natal 25 Desember 2021, harus terganggu dengan pendaratan (mobilisasi alat berat PT.TMS) yang dimasukkan melalui Pelabuhan Ferry Pananaru. Sekitar seminggu sebelumnya, nelayan-nelayan memang sudah melihat adanya kapal LCT yang terparkir di depan teluk Pananaru dan Dagho, tetapi mereka enggan berlabuh dekat. Isu yang dihembuskan kepada masyarakat, bahwa pembangunan armada AL di Pananaru akan dimulai. Sehingga masyarakat mengira kapal yang berlabuh di teluk tersebut adalah kapal yang mengangkut alat pembangunan Angkatan Laut. Ternyata, patut diduga sudah menjadi siasat PT.TMS menunggu masyarakat sedang sibuk menghadapi natal, mereka baru berlabuh.

Malam hari tanggal 21 Desember 2021, kapal tersebut dipaksakan didaratkan dengan merusak relling (pagar pelabuhan yang menghadap ke arah laut), sebab karena besarnya kapasitas LCT dan alat yang akan diturunkan tersebut sangat besar. Kapasitas pelabuhan Pananaru tidak memadai untuk bongkar muat alat berat, dan muatan-muatan lain untuk operasional TMS. 1 tronton, dan 1 lobbo (kendaraan sejenis tronton tetapi lebih rendah, lebih lebar dan panjang dari tronton) dipaksakan diturunkan dengan beberapa kendaraan container yang bertuliskan PT. Indo Drill berhasil diturunkan dengan paksa.

22 Desember 2021- Sekitar jam 15.00 salah satu Penggugat IUP yang berdomisili di kampung Kaluwatu melihat ada sebuah tronton bermuatan penuh yang dikawal aparat kepolisian dan TNI di perjalanan ke arah Laine. Karena ukuran jalan dan jembatan di jalan yang dilewati tidak memenuhi syarat, maka tronton tersebut terhenti di jembatan Kalurae. Ternyata mereka (TMS) sampai menggunakan eksafator kecil untuk membuka jalan dengan bantuan aparat. Meskipun sehingga tronton tersebut dibawa ke kampung Bowone dimana base camp TMS. Pastinya keberadaan tronton tersebut sangat mengganggu aktivitas masyarakat pengguna jalan yang tengah sibuk mempersiapkan perayaan Hari Besar Natal.

Keesokan harinya, tanggal 23 Desember 2021- Setelah diketahui ada alat bor (drilling) yang akan diangkut dengan lobbo (kendaraan yang lebih besar dari tronton) dengan berat muatan sekitar seberat 40 ton. Sangat jelas akan merusak sarana jalan yang ada di Sangihe. Bahkan lebar jalan pun tidak memadai. Masyarakat dari Bowone, Salurang, Binebas dan Bentung kecamatan Tabukan Selatan Tengah bersama masyarakat dari kecamatan Tamako dari kampung Menggawa dan Kalinda bersatu menghadang mobilisasi alat drilling tersebut. Masyarakat dengan tegas meminta kepada pihak Indo Drill untuk mengangkut kembali alat berat yang sudah diturunkan untuk dikembalikan ke Bitung atau Surabaya. Karena situasi sudah mulai panas, akhirnya pihak Indo Drill pun menyepakati akan memuat kembali alat berat dan semua muatan yang sudah diturunkan dan akan kembali dengan LCT yang sama. Tetapi mereka harus mengambil lagi bagian dari tronton yang masih ada di kampung Bowone. Jumlah aparat makin banyak, dan Nampak perusahaan sengaja-sengaja mengulur waktu.

Maka, sekalipun sudah tanggal 24 Desember 2021, masyarakat tetap datang kembali di Pelabuhan Ferry Pananaru. Mereka ingin memastikan sampai semua kendaaran yang memuat alat berat dinaikan kembali ke LCT. Akhirnya pada sekitar jam 20.00, semua alat berat, tronton, lobbo dan kendaraan container sudah dimuat kembali ke LCT milik Indo Drill, dan kapal tersebut berangkat kembali ke Bitung. Meskipun masyarakat sangat sedih karena tidak bisa merayakan ibadah malam natal di gereja, tetapi demi menyelamatkan pulau Sangihe, mereka telah berhasil memaksa pengangkutan kembali alat-alat berat PT.TMS keluar dari Sangihe.

30 Desember 2021- Gereja Masehi Ingjili Sangihe dan Talaud (GMIST) kembali mengeluarkan sebuah Surat Keputusan dengan nomor 019/1.1.g/G/XII-2021 dengan perihal : Penegasan Sikap GMIST terhadap Aktifitas Penambangan di Pulau Sangihe.

Pada poin nomor 1, GMIST bersikap tegas dan menyatakan menolak aktifitas pertambangan yang dilakukan oleh PT.TMS.

Sambil terus menghadapi proses hukum yang tengah berjalan baik di PTUN Jakarta terkait IUP dan PTUN Manado terkait Ijin Lingkungan PT.TMS, SSI terus bergerak melakukan penguatan kapasitas dan pengorganisasian masyarakat di tingkat kampung. Hal ini dimaksudkan supaya perjuangan menyelamatkan pulau Sangihe makin massif dilakukan oleh masyarakat akar rumput menghadapi ekspansi PT.TMS yang Nampak memaksakan kehendaknya.

Pada tanggal 13 Januari 2022- Majelis Hakim di PTUN Jakarta mengagendakan pemeriksaan saksi dari pihak Penggugat (SSI). Oleh sebab itu, SSI akan memberangkatkan sekitar 3 – 4 orang masyarakat yang akan diajukan menjadi saksi pada persidangan saat itu.
Sementara agenda persidangan setempat masih menunggu penjadwalan dari Majelis Hakim. Diperkirakan akan dilaksanakan akhir Januari atau bulan Februari 2022.

Manado, 3 Januari 2022
Yayasan Suara Nurani Minaesa (YSNM)

Jull Takaliuang
Inisiator SSI

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com