Dua laporan Amerika Serikat (AS) baru-baru ini menyatakan bahwa AS sedang merencanakan perang dengan Rusia dan Cina, tetapi masih jauh dari kepastian bahwa negera-negara adidaya tersebut benar-benar terlibat dalam perang itu. Laporan tersebut juga mengungkap bagaimana AS akan meningkatkan postur pertahanannya dengan anggaran yang sangat besar sebagai persiapan perang dan tidak lagi mempedulikan biaya sosial dan manusia dari kebijakan tersebut.
Laporan pertama berjudul “Providing for the Common Defense” (November 2018). Ini adalah laporan yang disiapkan dengan tujuan menilai dokumen Strategi Pertahanan Nasional yang dirilis pada awal 2018.
Laporan itu menyatakan bahwa perubahan di dalam dan luar negeri berdampak pada menurunnya pundi-pundi keuntungan militer AS dan bisa memberikan ancaman bagi “kepentingan vital AS.”
Pergeseran geopolitik dalam struktur kekuatan kawasan berpotensi mengacaukan keamanan nasional AS sehingga meningkatkan kemungkinan konflik militer. Jika konflik militer benar-benar tak terhindarkan, AS dinilai akan menjadi pihak yang menderita dan kehilangan aset modal besar.
Laporan itu mengatakan bahwa “Amerika kehilangan keunggulannya di bidang-bidang perang utama seperti pertahanan air dan rudal, operasi dunia maya dan ruang angkasa, perang anti-permukaan dan anti-kapal selam, serangan jarak jauh di darat, dan perang elektronik”.
Lebih lanjut laporan itu juga mengakui bahwa “bidang batas Amerika berkurang atau telah kehilangan banyak teknologi utama yang mendukung keunggulan militer AS”. Namun, laporan tersebut hampir tidak diliput oleh media arus utama barat.
Pengakuan atas kekurangan teknologi dan kelemahan strategis tentu sangat tidak diharapkan AS melihat citranya sebagai negara adidaya yang sangat kuat selama ini.
Kemunduran yang dirasakan dan berkurangnya kedigdayaan pertahanan atau militer AS, bagaimanapun juga, menjadi semacam “aib.” Maka AS pun siap menggelontorkan dana yang jauh lebih besar pada tingkat 3-5% di atas inflasi.
Itu berarti bahwa bagian yang lebih besar dari anggaran federal harus dikhususkan untuk anggaran militer. Satu-satunya cara pemerintah AS adalah penggelontoran dana yang sangat besar meski harus mengalami pertumbuhan defisit yang meningkat sebesar $ 22 triliun dan terus bertambah. Laporan itu juga menyinggung akan adanya pemotongan pengeluaran dana sosial seperti pensiun, Medicare, dan jaminan sosial.
Laporan kedua dikeluarkan oleh Kantor Akuntabilitas Pemerintah Amerika Serikat (GAO) berjudul: National Security: Long Range Emerging Threats Facing the United States as Identified by Federal Agencies (December 2018.) Laporan kedua ini tidak lebih banyak diliput dari pada laporan yang pertama.
Alasan yang mungkin atas sikap diamnya media arus utama ini adalah karena laporan GAO sebenarnya merinci di mana Amerika Serikat tertinggal dalam kemampuan militer dari dua saingan utamanya, yaitu Rusia dan China.
Fakta kelemahan militer relatif bukanlah hal baru. Andrei Martyanov dalam bukunya Losing Military Supremacy (2018) memberikan analisis terperinci tentang mengapa teknologi militer Rusia lebih unggul daripada Amerika Serikat di beberapa bidang penting. Apa yang dikatakan Martyanov tentang Rusia sama persis dengan perkembangan teknologi China.
Argumen Martyanov diilustrasikan secara dramatis melalui pidato Presiden Putin pada 1 Maret 2018 di Parlemen Rusia. Reaksi awal Amerika adalah mengabaikan klaim Putin. Namun kenyataannya, kompleks industri militer AS menuntut lebih banyak dana yang harus digelontorkan demi ambisi AS untuk menyaingi keunggulan persenjataan Rusia sebagaimana disinggung dalam pidato Putin.
Laporan GAO sejatinya memberikan sinyal bahwa Putin tidak sedang menggertak. Di bawah bagian laporan yang berjudul “Senjata” di situ dikatakan.
Senjata hipersonik. China dan Rusia tengah mengembangkan senjata hipersonik karena kecepatan, ketinggian, dan kemampuan manuvernya dapat mengalahkan sebagian besar sistem pertahanan rudal, dan senjata dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan serangan konvensional dan nuklir jarak jauh. Tidak ada tindakan pencegahan yang ada.
Rudal. Musuh sedang mengembangkan teknologi rudal untuk menyerang Amerika Serikat dengan cara-cara baru dan menantang pertahanan rudal AS, termasuk ICBM konvensional dan nuklir, rudal serangan darat yang diluncurkan dari laut, dan rudal berbasis ruang yang dapat mengorbit di bumi.
Pesawat terbang. China dan Rusia sedang mengembangkan pesawat baru, termasuk pesawat siluman, yang bisa terbang lebih cepat, membawa senjata canggih, dan mencapai jangkauan yang lebih besar. Pesawat semacam itu dapat memaksa pesawat AS untuk beroperasi pada jarak lebih jauh dan menempatkan lebih banyak target AS dalam risiko.
Sejumlah pakar berpendapat bahwa kesenjangan teknologi antara sistem Rusia dan China dan Amerika Serikat sekarang diukur dalam beberapa dekade. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa kesenjangan ini dapat dijembatani di masa mendatang. Skenario yang lebih mungkin adalah kesenjangan teknologi justru kian melebar.
Ada pandangan yang kuat dalam pemerintahan Amerika Serikat bahwa sulit untuk dipercaya AS dapat “memenangkan” perang nuklir melawan Rusia dan / atau China, setidaknya itu tercermin dalam laporan GAO.
Sejarah menunjukkan bahwa tidaklah bijaksana untuk meremehkan sejauh mana Amerika Serikat akan bisa terus memainkan peran sebagai hegemon dominan di dunia, (lihat Korea Michael Pembroke (2018). Kenyataannya adalah bahwa era dominasi Amerika Serikat sekarang sudah lewat.
Daripada mengambil risiko perang nuklir yang akan mendatangkan kerugian yang tak terbayangkan pada semua orang di dunia, termasuk untuk pertama kalinya Amerika Serikat, skenario yang lebih mungkin adalah intensifikasi dari apa yang disebut Andrei Korybko sebagai “perang hibrida.” Ilustrasi saat ini adalah kampanye yang dilancarkan terhadap Huawei, seolah-olah karena potensi spionase dunia maya China tetapi pada kenyataannya melemahkan dan merusak program China 2025 dalam memelopori kecerdasan buatan, informasi kuantum dan teknologi canggih lainnya, dan memaksa sekutu Amerika untuk membeli produk mereka yang lebih rendah.
Dua laporan ini menunjukkan bahwa AS telah kehilangan keunggulan teknologi dan militer sebelumnya, tetapi sama-sama, bahwa negara Paman Sam itu bersedia melakukan upaya yang luar biasa untuk mencegah erosi lebih lanjut dari perannya di seluruh dunia dan kekhawatiraanya bahwa peran yang selama ini dimainkan AS akan dengan mudah tergantikan oleh dua rival utamanya Rusia dan Cina. Apakah tekad Amerika akan mengarahkan dunia ke dalam pertempuran nuklir tentu menjadi salah satu pertanyaan utama di 2019.
Sudarto Murtaufiq, Peneliti Senior Global Future Institute (GFI)