Johannes Dharma dan Toni Ervianto, Kedua penulis adalah alumnus pasca sarjana Kajian Strategik Intelijen, Universitas Indonesia
Menurut Abraham Maslow dalam teorinya “Basic Needs of Human Beings”, keamanan adalah bagian dari kebutuhan dasar manusia untuk dapat mempertahankan, mengembangkan, dan mengisi kehidupannya. Sementara itu, tidak ada komponen bangsa di Indonesia yang tidak setuju bahwa keamanan nasional di negara kita mengandung 4 fungsi yaitu keselamatan bangsa, pertahanan negara, penegakkan hukum dan ketertiban umum dan perlindungan masyarakat. Dari keempat fungsi ini maka keselamatan bangsa merupakan urutan pertama, apalagi kondisi dunia tanpa tapal batas, laju teknologi yang demikian cepat dan mobilitas personil yang semakin tinggi, berpengaruh terhadap nilai-nilai di semua aspek dan dimensi kehidupan serta menimbulkan ancaman yang bersifat asimetris ke depan. Oleh karena itu, patut menjadi pertanyaan dan perhatian bersama, jika masih ada komponen bangsa yang masih mempertanyakan urgensi RUU Kamnas dengan mempertanyakan hal-hal yang tidak sepatutnya dipertanyakan seperti “siapa yang diuntungkan dengan adanya UU Kamnas?”
Kekhawatiran dan Ketakutan Terhadap RUU Kamnas
Tarik ulur dan pro kontra terhadap perlu tidaknya RUU Kamnas pada dasarnya karena adanya kekhawatiran dan ketakutan publik terhadap RUU Kamnas ini antara lain : pertama, kekhawatiran terhadap keberadaan Dewan Keamanan Nasional (DKN) yang dapat menjelma seperti Kopkamtib di era Orde Baru. Kedua, kekhawatiran munculnya negara yang represif. Ketiga, isu RUU Kamnas yang dianggap elitis. Keempat, definisi ancaman dan keadaan bahaya yang dinilai masih “absurd”. Kelima, hubungan sipil-militer yang belum begitu cair.
Terkait dengan kekhawatiran DKN menjadi Kopkamtib pada era Orde Baru jika RUU Kamnas disahkan, maka kekhawatiran dan ketakutan ini terlalu berlebihan serta akibat kurang memahami esensi RUU Kamnas secara benar, sebab DKN dalam RUU Kamnas tidak mengambil alih fungsi kabinet sebab DKN hanya berfungsi memberikan rekomendasi kepada pemerintah pada saat negara dalam keadaan bahaya, sehingga tidak dicurigai oleh masyarakat, hal ini disebabkan karena Kamnas dalam RUU ini adalah sistem keamanan terhadap ancaman, sehingga Kamnas adalah suatu manajemen dalam pertahanan keamanan. Inti dari Kamnas adalah manajemen pertahanan keamanan bukan fungsional, sehingga membutuhkan rekomendasi dari DKN dan dalam DKN itu sendiri ada unsur perwakilan dari lembaga pemerintah, civil society, media massa, tokoh masyarakat dan lain-lain.
Menurut dosen pasca sarjana Kajian Strategik Intelijen, Universitas Indonesia, DR. Andi Widjajanto dalam sebuah seminar di Unpad Bandung mengatakan, RUU Kamnas dapat dilihat sebagai sistem hankam, sehingga diperlukan adanya Dewan Keamanan Nasional (DKN) dalam rangka mengatasi dua jenis ancaman yaitu ancaman militer (sistem keamanan negara yang diancam) dan ancaman nir militer (sistem nilai yang berlaku di masyarakat yang diserang serta faktor-faktor kehidupan diluar hankam yang diserang). Keberadaan DKN adalah dalam rangka menyatukan sistem-sistem tersebut, melalui strategi komprehensif mengatasi ancaman militer dan nir militer tersebut.
Sementara itu, adanya anggapan bahwa dengan disahkannya RUU Kamnas berpotensi menimbulkan negara yang represif, juga sebuah anggapan yang kurang realistis, sebab sekarang ini adalah era demokrasi dan HAM sehingga demokrasi dan HAM akan juga diadopsi dalam RUU Kamnas. Disamping itu, adanya pandangan RUU Kamnas akan mengembalikan TNI pada masa Orba merupakan paradigma lama yang salah, sebab kondisi Indonesia sekarang ini ditandai dengan adanya media massa yang kuat jejaring dan pengaruhnya, civil society yang semakin terkonsolidasi dan DPR RI/DPD RI yang semakin kuat.
Sedangkan untuk memutus penilaian bahwa disahkannya RUU Kamnas menjadi UU akan dipakai penguasa saat ini agar terhindari dari jeratan hukum pasca tidak menjadi penguasa, seperti rumors yang terjadi di kalangan beberapa fraksi di DPR-RI, maka perlu ditekankan oleh pemerintah bahwa UU Kamnas tersebut berlaku efektif tahun 2015, namun pengesahannya harus segera dilaksanakan.
Terkait dengan isu RUU Kamnas adalah bersifat elitis, maka untuk mengatasinya diperlukan sosialisasi RUU Kamnas yang disampaikan dengan bahasa rakyat, sehingga rakyat tidak selalu memandang situasi setelah RUU Kamnas akan sama dengan era Orba, karena diakui atau tidak masih ada sikap paranoid dan traumatik masyarakat terhadap era Orba. Disamping itu, juga perlu ada dialog antara pemerintah dengan masyarakat terkait RUU ini untuk menyeimbangkan dan menumbuhkan pemahaman masyarakat yang konstruktif terhadap RUU ini.
Definisi tentang ancaman dan keadaan bahaya yang dinilai dapat dirumuskan secara sepihak oleh Presiden ataupun aparat keamanan lainnya juga sebenarnya dapat diminimalisir dengan kehadiran DKN yang didalamnya sudah terdapat perwakilan sipil-militer. Bahkan, dalam RUU Kamnas ini peranan dan kedudukan Pemda juga “sangat strategis” bukan lagi sebagai obyek melainkan sebagai subyek yang penting, karena setidaknya ada 5 peran Pemda dalam RUU Kamnas yaitu sebagai pembuat kebijakan di tingkat lokal untuk mengatasi ancaman militer dan nir militer, fasilitator dan koordinasi, pemberi saran bagi status keamanan, peran dan fungsi administrasi serta peran mengintegrasikan hakikat kepentingan nasional.
Mengapa Diperlukan RUU Kamnas?
RUU Kamnas diproyeksikan menjadi grand design keamanan nasional serta sebagai payung hukum yang nyata dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI dari segala ancaman, baik dari dalam negeri maupun ancaman dari luar negeri. Selain itu, RUU Kamnas diajukan untuk terlaksananya fungsi-fungsi kelembagaan atau institusi pertahanan dan keamanan yang ada di Indonesia agar dapat meningkatkan sinerginya mewujudkan keamanan yang hakiki.
Oleh karena itu, RUU Kamnas berupaya menerjemahkan kembali amanat UUD 1945 pada bagian Pembukaan dan Bab XII tentang Pertahanan Negara dan Keamanan Negara. Aturan itu juga menjadi payung UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, UU No 2 Tahun 2002 tentang Polri serta UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI serta UU sektoral lainnya yang menyangkut keamanan negara.
Keberadaan RUU Kamnas harus dilihat dalam konteks bahwa kondisi negara kita sudah bergeser dari otoriter ke demokratis, disamping itu RUU Kamnas ini juga harus dipandang sebagai sebuah upaya menciptakan produk hukum yang merupakan refleksi keseimbangan sipil dan militer di Indonesia, sehingga “siapa yang diuntungkan dengan disahkannya RUU Kamnas ini” bukan TNI, bukan Polri, dan bukan intelijen melainkan rakyat secara keseluruhan, karena mereka semakin sadar dan memahami bahwa ancaman dapat masuk dari “pintu manapun” setidaknya dari “MIDLIFES/Militer, Informasi, Demokrasi, Legal, Ideologi, Finance, Ekonomi dan Sosial” sehingga perlu ada UU yang terintegrasi untuk menghadapinya yaitu : UU Keamanan Nasional. Semoga.