Sepak Bola Indonesia Era Hindia Belanda

Bagikan artikel ini

Paulus Londo, Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)

Jika persepakbolaan di Indonesia saat ini sedang karut marut, jelas karena pembinaannya yang tidak beres. Sebab dalam sejarahnya, Indonesia pernah mengukir prestasi gemilang di kancah sepak bola dunia. Bahkan, bangsa Indonesia juga mengenal permainan tradisional mirip sepak bola, seperti sepak raga, sepak takraw dan sebagainya.

Tapi, sepak bola seperti sekarang diperkirakan mulai dikenal pada awal abad 20, ketika para pegawai Belanda membentuk klub-klub sepak bola di berbagai instansi pemerintah kolonial. Karena itu, pengaruh Belanda terhadap sepak bola di Indonesia sangat kental. Ini setidaknya tercermin dari istilah-istilah sepak bola yang akrab di masyarakat seperti henbal, trekbal (bola kembali), kopbal (sundul bola), losbal (lepas bola), dan tendangan 12 pas. Memang, belakangan istilah-istilah itu memudar berganti dengan istilah dari bahasa Inggris.

Dalam perkembangannya, klub sepak bola di Indonesia kian menjamur pada 1920-1930 yang antara lain ditandai dengan terbentuknya beberapa organisasi sepak bola yang berdasarkan status sosial. Salah satu diantaranya adalah Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) ditahun 1927. Anggota organisasi sepak bola Hindia Belanda yang kemudian berubah nama menjadi Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU), adalah klub-klub orang Belanda. Sedangkan klub-klub sepak bola orang China bergabung dalam beberapa bond seperti Tiong un Tong, Donar, dan UMS. Sementara bond sepak bola pribumi biasanya mengambil nama wilayahnya, seperti Cahaya Kwitang, Sinar Kernolong, atau Si Sawo Mateng, dan sebagainya.

Nasionalisme Dunia Sepak Bola
Salah satu peristiwa penting dalam sejarah sepak bola di Indonesia adalah terbentuknya “Persatoean Sepak Bola Djakarta (Persidja)” tahun 1925, sebagai perlawanan terhadap diskriminasi pemerintah kolonial dalam persepakbolaan. Organisasi sepak bola yang bermarkas di lapangan Jalan Biak ini kemudian berubah nama menjadi “Voetbalbond Indonesia Jacatra (VIJ)“ di tahun 1928. Persidja termasuk perkumpulan sepak bola pribumi yang aktif mendorong terbentuknya “Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI)” yang dideklarasikan di gedung Soceiteit Hande Projo, Yogyakarta tahun 1930. Pada 1933, VIJ keluar sebagai juara pada kejuaraan PSSI ke-3.

Tokoh yang banyak berperan dibalik terbentuknya PSSI adalah Ir. Soeratin Sosrosoegondo. Dasarnya adalah semangat nasionalisme, yakni untuk mengimbangi keberadaan NIVB sebagai representasi gerakan kemerdekaan lewat jalur sepakbola. Karena itu pada tahun 1930-an, di Indonesia telah terdapat tiga organisasi sepakbola berdasarkan suku bangsa, yaitu Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB)yang lalu berganti nama menjadi Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU), milik bangsa Belanda, Hwa Nan Voetbal Bond (HNVB) punya bangsa Tionghoa, dan Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (PSSI) milik orang Indonesia.

PSSI Berjaya

Kemenangan Voetbalbond Indonesia Jacatra (VIJ) alias Persidja dalam kompetisi PSSI 1933 cukup mengagetkan bangsa Belanda. Sebab Soerabajasche Indonesische Voetbal Bond (SIVB) yang memakai bintang-bintang dari NIVB berhasil ditekuk VIJ dengan skor 2-1. Karena itu, untuk menghadapi kompetisi internasional, NIVU mengajak PSSI untuk bekerjasama yang dikukuhkan dengan penandatanganan Gentlemen’s Agreement pada 15 Januari 1937. Dalam perjanjian itu ditegaskan bahwa PSSI dan NIVU menjadi pucuk organisasi sepakbola di Hindia Belanda.

Pada tahun 1938, Indonesia (Hindia Belanda) diundang FIFA untuk berlaga di Piala Dunia Perancis. Sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati antara NIVU dan PSSI, tim yang akan diberangkatkan maka akan diadakan pertandingan antara tim bentuk NIVU dengan tim bentukan PSSI. Pemenangnya yang akan diberangkatkan ke Perancis. Tapi NIVU ingkar janji. Diam-diam mereka memberangkatkan tim bentukannya sendiri mewakili Hindia Belanda. Pada kompetisi Piala Dunia di Perancis 1938 inilah tim sepak bola Indonesia pertama ikuti kejuaraan dunia dan hingga kini tercatat dalam sejarah FIFA.

Dalam pengiriman tim, NIVU sengaja berbuat curang, sebab mereka tak mau kehilangan muka, jika beradu tanding melawan tim bentukan PSSI yang sudah semakin tersohor. Dalam sejarah tercatat, dalam pertandingan internasional 1937, tim PSSI yang diperkuat antara lain oleh Maladi, Djawad, Moestaram, Sardjan, berhasil menahan imbang 2-2 tim Nan Hwa dari Cina di Gelanggang Union, Semarang. Padahal tim Nan Hwa pernah menyikat kesebelasan Belanda dengan skor 4-0.

Piala Dunia 1938 Perancis

Pada Piala Dunia 1938, tim Indonesia mengundang decak kagum karena merupakan bangsa Asia yang pertama ikut dalam kompetisi bergengsi ini. Pesertanya memang tidak banyak. Hanya 15 negara yakni, Italia, Jerman, Swedia, Norwegia, Brasil, Kuba, Swiss, Polandia, Hindia Belanda, Rumania, Hongaria, Cekoslowakia, Belanda dan Belgia. Karena saat itu, Indonesia masih menjadi jajahan Belanda, maka lagu kebangsaaan yang diperdengarkan saat kompetisi adalah lagu kebangsaan Belanda “Wilhelmus van Nassau.” Tapi para pemainnya, sebagian besar pribumi. Mereka itu antara lain Bing Mo Heng (kiper), Herman Zommers, Franz Meeng, Isaac Pattiwael, Frans Pede Hukom, Hans Taihattu, Pan Hong Tjien, Jack Sammuels, Suwarte Soedermadji, Anwar Sutan, dan Achmad Nawir (kapten). Mereka diasuh oleh pelatih sekaligus ketua NIVU, Johannes Mastenbroek.

Kendati tim Indonesia kandas di babak pertama, namun mengejutkan karena dapat memaksa Uni Soviet raksasa sepak bola waktu itu pada posisi imbang dengan skor 0-0 saat bertanding di Moskow.

Pada pertandingan yang digelar 5 Juni 1938, di Stadiun Velodrome Municipal, Reims, Perancis, disaksikan oleh sekitar 10.000 penonton, tim Indonesia (Hindia Belanda) kalah telah melawan tim Hungaria. Secara skill tim Indonesia bisa mengimbangi lawan, namun kalah fisik., terutama perbedaan tinggi tubuh yang begitu mencolok. Bahkan Walikota Reims yang ikut menyaksikan pertandingan ini menyebutnya bagaikan 22 atlet Hungaria dikerubungi oleh 11 kurcaci. Hasilnya, kesebelasan Hindia Belanda kalah 6-0. Dan tak ikut pertandingan berikutnya karena sistem Piala Dunia masih menggunakan sistem knock-out.

Meskipun kalah telak, surat kabar dalam negeri, Sin Po, memberikan apresiasinya pada terbitan mereka, edisi 7 Juni 1938 dengan menampilkan headline: “Indonesia-Hongarije 0-6, Kalah Sasoedahnja Kasi Perlawanan Gagah”. Namun kekalahan tersebut tidak menyurutkan semangat bangsa Indonesia dalam persepakbolaan. Karena pada masa itu berbagai perkumpulan sepak bola terus menjamur ditanah air.

Berdasarkan catatan sejarah klub sepak bola di Hindia Belanda pada tahun 1894-1942 antara lain adalah:
• Ardjoeno di Malang milik pribumi.
• BVC (Bataviasche Voetbal Club) di Batavia milik orang Eropa.
• The Corinthians di Malang milik orang Eropa
• Djocoja di Djokjakarta
• Excelsior di Soerabaja
• Hak Sing di Malang milik orang China
• HBS di Soerabaja
• HCTNH di Soerabaja milik orang China.
• Hercules di Batavia milik orang Europa.
• MVS (Medansche Voetbal Vereniging) di Medan
• OLVEO (Onze Leus is Voortwaarts En Overwinnen) di Batavia milik orang Europa.
• SIDOLIG (Sport In De Open Lucht Is Gezond) di Bandoeng milik Europa
• Sparta (Militer) di Batavia milik Europa.
• Sparta (Militer) di Bandoeng milik Europa
• Sparta (Militer) di Malang.
• STOVIA (Inlandse Artsen) di Batavia milik Pribumi (Mahasiswa).
• SVBB (Sportvereniging Binnenlands Bestuur) di Batavia milik Eropa.
• SVV – Semarang.
• Takja Oetama di Malang milik Pribumi.
• THOR (Tot Heil Onzer Ribbenkast) di Soerabaja.
• Tiong Hoa di Soerabaja milik orang China
• VIOS (Voorwaarts Is Ons Streven) di Batavia milik Pribumi.
• Vitesse di Malang
• UMS (Unity Makes Strength) di Batavia milik China
• UNI (Uitspanning na Inspanning) di Bandoeng milik orang Eropa.
• Velocitas (Militer) di Bandoeng milik orang Eropa
• Voorwaarts di Malang milik Europa.
• VVJA (Voetbal Vereniging Jong Ambon) di Batavia milik Pribumi (Ambon).
• VVM (Voetbal Vereniging Minahassa) di Batavia milik Pribumi (Minahasa).

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com