(Disampaikan dalam Orasi Budaya di Ramadhan Art Expo 2024, Rabu 27 Maret 2024, di Mula Galeria, CITOS, JLN TB SIMATUPANG).
Peradaban bukan sekadar upaya memenuhi kebutuhan dasar untuk bertahan hidup.
Peradaban merupakan upaya untuk merespons tantangan pada zamannya secara kreatif dan inovatif, dengan mendayagunakan kondisi maupun kekuatan geografis bangsa dan negaranya. Sehingga mampu berkembang maju sesuai kondisi sosial maupun kondisi alamiah geografisnya.
Untuk itu, penting menggali dan mengenali hasrat sejati suatu bangsa secara kolektif.
Sebab, vitalitas peradaban bangsa hanya bisa dihidupkan ketika mampu mengenali hasrat sejati bangsanya.
Di sinilah geopolitik dan kebudayaan menjadi dua subyek yang nyambung satu sama lain.
Sebab di dalam geopolitik sebagai subyek telaah, terkandung sebuah komponen penting: menghayati karakteristik geografis suatu negara bangsa.
1. Kondisi fisik lingkungannya(pertanian, pegunungan atau pesisir).
2. Karakter kolektif yang terbentuk oleh kondisi fisik lingkungannya.
3. Sumberdaya alam yang melekat pada masing masing daerahnya.
4. Sumberdaya manusia yang bertautan dengan karakter kolektif daerah asalnya.
5. Lokasi geografisnya.
Dari fase inilah, menyusun strategi kebudayaan berdasarkan input geopolitik jadi amat penting.
Succes story Cina, India, Brazil, Iran dan Etopia, bisa jadi studi kasus menarik sebagai itibar atau learning point.
Betapa suatu bangsa bisa bangkit dari keterpurukan, lantas jadi bangkit, lantas berjaya dan setara dengan negara negara maju saat ini, karena mampu menghidupkan kembali vitalitas bangsanya.
Sebab peradaban kalau kita ibaratkan kehidupan rumah tangga, sejatinya merupakan dapur tempat aktivitas mengolah berbagai ragam bahan bahan masakan.
Dan kebudayaan merupakan sajian hasil olahan masakannya.
Maka peradaban sejatinya adalah pelayaran. Kebudayaan adalah pelabuhannya.
Hendrajit, Pengkaji Geopolitik Global Future Institute (GFI) dan Wartawan Senior
