Sistem Pertahanan Anti Rudal THAAD AS Bisa Memicu Cina dan Jepang Semakin Agresif di Semenanjung Korea

Bagikan artikel ini

Penyelesaian krisis di Semenanjung Korea secara damai nampaknya masih belum bisa tercipta secara maksimal selama Amerika Serikat tetap bersikukuh menempatkan Sistem Pertahanan Rudal yang dikenal dengan nama Terminal High Altitude Area Defence (THAAD) di Korea Selatan.

Penempatan THAAD di Korsel ini bisa dipastikan akan mengundang reaksi keras dari pemerintah Republik Rakyat Cina karena hal ini terjadi menyusul pengerahan sejumlah kapal perang, termasuk kapal induk USS Carl Vinson dan kapal selam USS Michigan. Selain itu pemerintah Cina khawatir bahwa kehadiran THAAD itu akan mengubah keseimbangan kekuatan militer di Semenanjung Korea.

Sebab THAAD memiliki kemampuan untuk mendeteksi kegiatan-kegiatan militer Cina di daerah perbatasan antara Korea Selatan dan Korea Utara. Sehingga tidak berlebihan jika disimpulkan bahwa kehadiran THAAD di Korea Selatan sejatinya bukan untuk menghadapi Korea Utara melainkan untuk menghadapi Cina.

Menurut kajian beberapa pakar Cina, THAAD di Korea Selatan dimaksudkan tidak hanya untuk mencegat rudal yang diluncurkan Korea Utara, tapi dari China dan Rusia. Sebagaimana penelisikan tim riset Global Future Institute dari berbagai sumber pustaka, THAAD memiliki jangkauan operasional 200 kilometer (km) dan dirancang untuk mencegat rudal pada ketinggian antara 40 dan 180 km.

Ketinggian tersebut, menurut analis pertahanan Cina sesuai dengan  “fase terminal” dari jarak menengah dan panjang rudal balistik antar benua bahkan (ICBM), atau rudal  dengan rentang melebihi 3.500 km. Bukan itu saja. Beberapa analis pertahanan Cina juga mengklaim bahwa sistem ini juga cocok dengan  “fase mid-course” rudal jarak menengah, atau rudal  dengan rentang antara 1.000 dan 3.500 km, termasuk rudal DF-21 dan DF-26  China. Sistem ini diyakini tidak cocok dengan jarak jangkau  artileri dan rudal balistik jarak pendek Korea Utara.

Sebagai perbandingan silahkan simak:
Dari Sinetron Hingga Rudal Hipesonik, China Bersiap Lawan THAAD

Analis Cina juga mengkhawatirkan  radar X-band THAAD  yang meskipun  akan dikonfigurasi sebagai radar kontrol tembakan  dengan kemampuan deteksi 600 km, itu mungkin bisa dikonfigurasi ulang sebagai radar peringatan dini, yang memungkinkan jangkauan deteksi melebihi 2.000 km. Kisaran tersebut menunjukkan bahwa kegiatan rudal Cina di darat dan di laut di Cina utara dan timur dapat masuk dalam radar pengawasan dan deteksi Angkatan Laut dan Angkatan Udara AS.

Sebab, radar diduga dapat melihat proses kritis di mana hulu ledak dan umpan yang dilepaskan selama uji coba rudal strategis Cina. Dalam masa perang, hal itu bisa merusak keandalan pencegah strategis Cina karena dibandingkan dengan radar berbasis Alaska, radar THAAD diyakini mampu memperoleh data lebih cepat 10 menit dari waktu peringatan dini terhadap rudal balistik strategis Cina .

Radar THAAD juga dapat membedakan hulu ledak nyata dan umpan. Jika diintegrasikan ke dalam jaringan pertahanan rudal nasional AS, radar ini diduga dapat meningkatkan peluang keberhasilan dalam mencegat rudal Cina bahkan pada  “fase dorongan,” yang artinya semakin mengurangi keandalan pencegah strategis Cina dalam menciptakan kekuatan keseimbangan strategis terhadap Amerika Serikat.

Foto: sputniknews.com

Melalui konstruksi fakta-fakta tersebut di atas, maka bisa dimengerti jika AS dan Korsel tetap bersikukuh untuk menempatkan Sistem pertahanan anti rudal THAAD di Korsel, maka rasanya tidak mungkin akan tercipta penyelesaian damai di Semenanjung Korea yang menguntungkan semua pihak.

Sebab selain Korsel-Korut dan AS, ada tiga negara lainnya yang juga harus diakomodasikan kepentinganya di kawasan Semenanjung Korea. Yaitu Jepang, Cina dan Rusia.

Untuk penyelesaian Krisis Korea yang mendasar dan menyeluruh, maka harus disepakati oleh keenam negara tersebut. Terlepas dalam proses mediasinya, sangat dimungkinkan untuk melibatkan negara-negara lain menjadi mediator seperti Indonesia.

Namun yang paling krusial ketika THAAD tetap dipertahankan kehadirannya di Korsel adalah Cina. Sebab dalam perspektif pertahanan Cina, Semenanjung Korea secara historis merupakan lingkup kawasan yang terdekat sehingga penting bagi keamanan nasional  Cina.

Baca juga:
China tells US to remove anti-missile THAAD system from South Korea amid spying fears

Bagi kita di Indonesia, terutama para pemangku kebijakan luar negeri, sudah semestinya peduli dengan tren global yang berbahaya ini.

Sebab selain pada perkembangannya akan mengundang reaksi balasan secara militer dari Cina, pada saat yang sama hal ini akan semakin mendorong Korut untuk meningkatkan postur pertahanan militernya secara lebih agresif. Seperti rudal balistik antar benua yang beberapa waktu lalu sudah diuji coba, sehingga mendorong Presiden Trump melancarkan aksi diplomasi yang sangat agresif mengancam Korut.

Bahkan Jepang pun berpotensi untuk semakin meningkatkan postur pertahanannya secara lebih agresif. Seperti beberapa waktu lalu  Jepang membeli Sistem Pertahanan Aegis Ashore dari Amerika Serikat seharga 2 miliar dolar AS.

Silahkan buka kembali artikel Hendrajit,

 Pembelian Sistem Pertahanan Aegis Ashore, Mengindikasikan Semakin Agresifnya Militer Jepang

Namun masih terkait THAAD, beberapa analis pertahanan memprediksi bahwa bahwa THAAD yang ditempatkan di Korsel dapat mendorong Jepang untuk mengimpor THAAD guna mengkompensasi kekurangan sistem rudal  Patriot PAC-3.

Jika tren ini semakin jadi nyata, maka situasi dan kondisi regional di Semenanjung Korea bukannya semakin mengarah pada perdamaian, melainkan justru akan semakin meruncing eskalasi konfliknya. Selain persaingan militer AS versus Cina akan semakin menajam di Laut Cina Selatan dan Selat Malaka seperti yang sudah berlangsung beberapa tahun terakhir. Sepak-terjang militer Jepang yang semakin agresif pun akan semakin kondusif.

Apalagi kalau menelisik kesejarahannya, Jepang sangat berambisi untuk menguasai Samudra Pasifik. Sehingga dengan semakin meruncingnya konstelasi regional di Semenanjung Korea antara AS versus Cina, maka Jepang seakan mendapatkan momentumnya kembali untuk membangkitkan kedigdayaan militernya di kawasan Asia Pasifik. Menyusul kekalahannya yang cukup memalukan pada Perang Dunia II lalu.

Namun yang tidak kalah penting, penempatan THAAD AS di Korsel, juga mengundang kecemasan warga Korsel sendiri. Khususnya yang bermukim di lokasi dekat THAAD ditempatkan. Baca: Writer calls for public debate over THAAD 

Sehingga reaksi keras menentang penempatan THAAD tidak saja datang dari luar negeri, melainkan juga dari warga masyarakat Korsel itu sendiri. Sebab dengan keberadaan THAAD, daerah yang berdekatan dengan Korut maupun Cina, akan menjadi sasaran potensial serangan balasan dari Cina maupun Korut itu sendiri.
Dengan begitu, berbagai elemen masyarakat sipil di Korsel, termasuk para budayawan dan seniman, menyerukan agar masyarakat Korsel mendapat informasi mengenai apa itu THAAD dan dampaknya bagi Korsel. Dan mendesak agar isu THAAD jadi topik perbincangan publik secara meluas di Korsel.
Kita di Indonesia yang menganut politik luar negeri bebas dan aktif serta berkomitmen ikut serta dalam menciptakan perdamaian dunia sesuai pembukaan UUD 1945, sudah saatnya untuk lebih pro aktif. Khususnya Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pertahanan. Maupun Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas).

Hendrajit, Pengkaji Geopolitik Global Future Institute (GFI)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com