Tanggapan atas artikel “Kajian Isu Pemanasan Global, Sebuah Kritik Terhadap Studi Lingkungan Hidup Dalam Paradigma Hubungan Internasional”

Bagikan artikel ini

Dina Y. Sulaemanalumnus Magister Hubungan Internasional Unpad, Research Associate of  Global Future Institute (GFI)

Salam.  Mungkin ini lebih tepat disebut ‘melengkapi’, bukan menanggapi. Sebagaimana telah disebutkan dalam artikel tersebut, ada sejumlah ilmuwan yang kontra dengan isu pemanasan global. Bila ditelisik lebih jauh, sesungguhnya ada bisnis trilyunan dollar di balik isu pemanasan global ini.  Seiring dengan gencarnya promosi global warming yang dilakukan aktivis lingkungan hidup, di antaranya yang terdepan adalah mantan wapres Al Gore, histeria global warming pun melanda dunia. Banyak pihak yang tergerak (atau dipaksa oleh peraturan suatu negara) untuk ikut berpartisipasi dalam program melawan ‘perubahan iklim’. Negara-negara berkembang, seperti Indonesia, ‘dipaksa’ berhutang untuk ikut serta dalam program ini.

Hal ini dimanfaatkan para pedagang karbon dunia, dan diprediksi akan menghasilkan uang trilyunan dollar. Orang-orang tenar dunia seperti kelompok musik Rolling Stones, banyak yang menunjukkan kepedulian pada lingkungan dengan cara membeli carbon credit. Perusahaan penerbangan di Inggris memberikan fasilitas penghitungan berapa banyak karbon yang terbuang selama seorang penumpang melakukan perjalanan dengan pesawat, dan si penumpang yang peduli lingkungan akan membeli carbon credit setara dengan karbon yang sudah ‘dibuangnya’. Perusahaan-perusahaan besar yang ingin menjaga citranya sebagai perusahaan ramah lingkungan, juga melakukan aksi pembelian carbon credit, misalnya, Bank HSBC mengalokasikan 7 juta dolar AS dalam pasar karbon.

Menurut prediksi Barclays Capital, salah satu perusahaan investasi terbesar di Inggris, perdagangan karbon bisa menjadi perdagangan terbesar di dunia. Tahun 2007, Barclays sudah melakukan transaksi 30 milyar dollar AS dan dalam sepuluh tahun kemudian mereka menetapkan target 1 triliun dollar AS. [catatan: Barclays dimiliki oleh Rothschild. Masih ingat Rothschild? Baca: Konspirasi Dollar, The Fed, Israel)

Mark Fulton, Kepala Strategic Planning and Climate Change Strategist Deutsche Bank  mengatakan, “Percaya atau tidak, pasar-pasar investasi telah diciptakan dan investasi ini akan tumbuh secara signifikan sampai 20-30 tahun yang akan datang.” Fulton memprediksi hingga tahun 2013 akan terjadi transaksi sebesar 60 milyar euro di Pasar Karbon Eropa. Di sejumlah negara, perdagangan karbon bahkan sudah diatur seperti halnya perdagangan saham.

Al Gore, mantan wakil presidan AS era Clinton, yang kini beralih profesi menjadi aktivis perlindungan iklim, ternyata juga mengais dollar dari bisnis karbon.  Bulan Februari 2008, Al Gore meraih Penghargaan Dan David Foundation dari Israael atas jasanya di bidang lingkungan hidup dan hadiah 1 juta dollar. Menurut Fast Company Magazine, saat Gore meninggalkan jabatan sebagai wapres tahun 2001, kekayaannya hanya 1 juta dollar, dan tahun 2007 dia menyimpan lebih 100 juta dolar. Dari mana ia mendapatkan uang tersebut? Tak lain, bisnis karbon.

Para pelaku bisnis karbon mengklaim bahwa bisnis ini bertujuan untuk menyelamatkan dunia. Namun, pada dasarnya bisnis ini sangat sedikit memberi pengaruh pada pengurangan emisi karbon global. Hal ini karena perusahaan yang boros karbon hanya perlu membeli carbon credit. Carbon credit ini bisa didapat dari proyek-proyek lingkungan hidup di negara-negara berkembang. Misalnya, sebuah hutan di Aceh, bisa diklaim sebagai proyek penyelamatan lingkungan. Bila proyek itu divalidasi oleh tim khusus yang dibentuk perusahaan perdagangan karbon, maka pemda Aceh bisa menjual carbon credit (dengan harga yang dinegosiasikan perusahaan karbon tersebut). Perusahaan tersebut akan menjual carbon credit dari pemda Aceh ke pasar karbon internasional.

Memang, di satu sisi, pemda Aceh akan meraup keuntungan. Namun yang lebih besar lagi mendapat untung tentu saja para broker dan bisnismen karbon internasional. Dan yang terpenting, bila isu pemanasan global memang benar, praktek seperti tak ubahnya bagai ‘penebusan dosa’. Praktek pembuangan gas rumah kaca tetap dilakukan oleh industri di negara-negara maju, dan mereka menebus dosa dengan membiayai proyek-proyek ramah lingkungan di negara-negara berkembang. Analogi lainnya, Indonesia ditekan untuk jangan menebang hutan karena akan semakin membahayakan iklim dunia, padahal sumber bahaya itu masih terus dihasilkan oleh pabrik-pabrik di Barat.

Kesimpulan yang bisa diambil dari semua uraian di atas adalah: perdagangan karbon adalah lahan bisnis yang bergelimang uang dalam jumlah yang sangat besar. Dan tahukah Anda, siapa pendukung legislasi Proyek Dagang Karbon ini di Kongres AS? Tak lain, Joseph Lieberman, senator Yahudi pendukung Israel. Lieberman (bersama Senator Warner dan Boxer) merupakan sponsor UU “Keamanan Iklim” yang menetapkan sistem rumit perdagangan karbon.

*tulisan di atas dikutip dari buku Obama Revealed, karya Dina Y. Sulaeman, terbitan Aliya Publishing, 2010

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com