Tanggapan Koichi Kimura Terhadap Kekerasan, Pelecehan Seksual dan Teror di Maluku

Bagikan artikel ini

Koichi Kimura

Saya Rev. Koichi Kimura, D.th. pernah bekerja di Indonesia selama 17 tahun (1986-2002) sebagai dosen Sekolah Tinggi Teologi Baptis Indonesia dan Sekolah Tinggi Teologi Abdiel di Ungaran, Jawa Tengah dan aktivis kemanusiaan atas nama (Forum for Justice, Human Right, Peace in Fukuoka), LSM yang berasal dari kota Fukuoka, Jepang.  Dan juga kolega yang menulis bersama-sama dengan Eka Hindrati untuk buku yang berjudul Momoye; Mereka memanggilku (2007) yang diterbitkan oleh penerbit Erlangga di Jakarta.

LSM (Forum for Justice, Human Right, Peace in Fukuoka) adalah sebuah LSM yang bejerjasan dengan Pemerintah daelah Provinsi Fukuoka dan beberapa orgaisasi LSM Jepang untuk memecahkan persoalan international tentang soal kebiadaban militer Jepang dan untuk memperoleh pengakuan dari Pemerintah Jepang secara politik dan uang kompensasi sebagai korban perang.

Menyatakan bahwa Eka Hindrati yang berdomisili di Jakarta merupakan peneliti independen yang bekerja untuk persoalan hak asasi manusia untuk soal “ianfu”, perempuan-perempuan yang mengalami kekerasan seksual oleh militer Jepang 1942-1945. Selain itu sudah Eka san juga merupakan kolega kami untuk kerjasama Indonesia-Jepang untuk memperjuangkan kasus “ianfu” di Jepang.

Penelitian ini sudah dilakukan sejak tahun 1999-sekarang. Hasil penelitian ini bukan saja menjadi masukan ke pemerintah Indonesia untuk memberikan perhatian kepada para korban “ianfu” untuk memperoleh uang kesehatan dari Kementrian Sosial RI, melainkan juga untuk memperjuangkan nasib “ianfu” di Indonesia di berbagai forum internasional untuk mendapatkan hak-haknya sebagai korban perang Asia Pasifik 1931-1945 melalui RUU “ianfu” yang sedang diperjuangkan di Parlemen Jepang sejak tahun 2002. RUU “Ianfu” merupakan jalan keadilan bagi 200.000 perempuan di Asia Pasifik yang sudah menjadi korban kebiadaban militer Jepang untuk memperoleh pengakuan secara politik dan uang kompensasi sebagai korban perang.

Selain itu kami mendengar bahwa Eka-san melalui hubungan telepon internasional tanggal 1 September 2012 pk 09.47 wit ada persoalan serius lain yang menimpanya berupa aksi tindak kekerasan dan aksi dari orang bekerja di kantor Kesbang dan Limas yang bernama sdri. Bernadetha Fenyapwain dan juga pelecehan seksual berupa kata-kata yang tidak pantas diucapkan oleh seorang Kepala Dinas Sosial yang bernama bapak Stanis Laus Londar terhadap Eka-san karena merendahkan harkat dan martabat. Untuk itu kami meminta pihak Pemerintah Daerah Maluku Tenggara Barat (MTB) memproses pelaku-pelaku tersebut sesuai sangsi hukum yang berlaku.

Kami sangat menyesalkan dan mengutuk keras tindakan pelanggaran hak asasi manusia yang dialami Eka-san sebagai peneliti bidang hak asasi manusia. Kami akan selalu memantau perkembangan kasus ini.  Kami harap surat ini menjadi dorongan bagi pemerintah Daerah Maluku Tenggara Barat untuk bertindak tegas terhadap masalah ini agar tidak terjadi lagi karena ini akan menjadi citra buruk Maluku Tenggara Barat di mata masyarakat Jepang.

Terima kasih atas perhatiannya.

Salam Hormat,

Rev. Koichi Kimura, D.th.

Tembusan:

Duta Besar Jepang di Jakarta

Network for Redress of War Victims by Japan

Women’s Active Museum on War and Peace, Tokyo-Japan

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com