Pasien virus corona bisa menunjukkan gejala yang berbeda-beda. Beberapa hanya mengalami pilek ringan, sementara yang lain harus dirawat di rumah sakit, bahkan mati karena paru-parunya meradang dan terisi cairan, demikian kompas.com mewartakan.
Sebaliknya, sejumlah kasus infeksi virus ini juga menunjukkan tidak adanya gejala apapun pada pasien yang dideteksi positif.
Lalu, bagaimana sesungguhnya jenis virus yang sama dapat menyebabkan orang yang terinfeksi muncul dengan gejala yang berbeda-beda bahkan tanpa gejala?
Para ilmuwan masih belum memahami secara keseluruhan tentang virus corona penyebab Covid-19.
Tetapi, salah satu yang bisa dikatakan adalah bahwa sistem kekebalan memainkan peran penting di sini. Sistem ini lah yang akhirnya menentukan apakah pasien akan pulih atau meninggal.
Faktanya, sebagian besar kematian yang berhubungan dengan virus corona disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh yang rusak, bukan kerusakan yang disebabkan oleh virus itu sendiri.
Jadi apa sebenarnya yang terjadi pada tubuh Anda ketika terinfeksi virus, dan siapa yang memiliki risiko terinfeksi lebih parah?
Saat Diserang Virus
Mengutip dari Medium (24/3/2020), saat pertama kali terinfeksi, tubuh akan mengeluarkan pertahanan kekebalan bawaan standarnya sebagaimana menghadapi jenis virus apa pun.
Di sini terjadi pelepasan protein bernama interferon yang mengganggu kemampuan virus untuk bereplikasi di dalam sel-sel tubuh.
Interferon juga merekrut sel-sel kekebalan lain untuk datang dan menyerang virus agar tidak menyebar.
Idealnya, respons awal ini memungkinkan tubuh mendapatkan kendali atas infeksi dengan cepat, meskipun virus memiliki pertahanannya sendiri untuk menumpulkan atau melepaskan diri dari efek interferon.
Respons imun bawaan sebenarnya ditunjukkan dari banyak gejala yang dialami ketika sakit. Misalnya, ketika terjadi infeksi virus maka akan terjadi demam, ini adalah bentuk respons imun yang menjadi peringatan bagi tubuh bahwa ada sesuatu yang tidak beres terjadi, yakni serangan virus.
Selain itu, gejala yang ditimbulkan ini juga wujud sistem imun bawaan yang tengah berupaya menyingkirkan virus. Misalnya melalui proses batuk atau diare.
“Apa yang biasanya terjadi adalah periode di mana virus terbentuk dengan sendirinya dan tubuh mulai menanggapinya. Itulah yang kami sebut sebagai gejala ringan,” kata Mandeep Mehra, MD, seorang profesor kedokteran di Harvard Medical School.
Menurut pria yang ahli pengobatan kardiovaskular di Brigham and Women’s Hospital itu, jika virus berada di saluran pernapasan, pasien terserang batuk. Sementara apabila virus ada di saluran cerna, maka seseorang akan mengalami diare.
Dijelaskan, gejala berbeda pada orang-orang yang terinfeksi virus bisa terjadi, tergantung bagaimana tubuh menangani virus tersebut.
Virus corona masuk ke dalam sel dengan menempel pada protein yang disebut reseptor ACE2 yang ada di permukaan sel.
Reseptor ini paling banyak terdapat di paru-paru, itulah sebabnya Covid-19 dianggap sebagai penyakit pernapasan.
Namun, jumlah reseptor ACE2 tertinggi kedua ada di usus, yang dapat menjelaskan mengapa banyak orang yang terinfeksi virus corona mengalami diare.
Virus bisa masuk ke paru-paru karena terbawa saat seseorang bernafas, sementara ia bisa masuk ke perut ketika seseorang menelan sesuatu.
“Begitulah cara virus dapat mempengaruhi keduanya (pernafasan dan pencernaan),” kata Mehra.
Tujuan Kekebalan Tubuh
Tujuan pertahanan kekebalan tubuh bawaan adalah untuk mencegah virus mereplikasi diri menjadi semakin meluas. Dengan begitu, respon adaptif dari sistem kekebalan tubuh masih memiliki cukup waktu untuk bekerja sebelum infeksi menjadi tak terkendali.
Respon imun adaptif terdiri dari antibodi spesifik virus dan sel T yang berfungsi untuk mengenali virus sehingga bisa lebih cepat menghancurkannya.
Antibodi ini juga lah yang berfungsi untuk memberi kekebalan dan perlindungan sehingga orang yang pernah terinfeksi tidak akan kembali terinfeksi untuk kedua kalinya.
Pada beberapa orang, virus berhasil mereplikasi dan menyebar dengan cepat sehingga sistem kekebalan tubuh yang dimiliki tidak sempat mengendalikannya.
Misalnya pada dokter atau tenaga kesehatan yang setiap hari menangani pasien virus corona ini.
Mereka terpapar virus setiap harinya, jumlah paparan itu pun tak hanya sekali dua kali saja. Oleh karena itu, mereka justru dapat mengalami infeksi yang lebih parah, meskipun masih berusia muda dan memiliki kondisi fisik yang sehat.
Semakin banyak virus yang masuk, maka semakin sulit sistem kekebalan tubuh bertahan.
Alasan lain mengapa virus bisa bergerak cepat dan menang atas tubuh seseorang ada pada sistem kekebalan tubuh itu sendiri.
Kekebalan tubuh yang sudah lemah memudahkan virus untuk berkembang.
Maka dari itu, kelompok usia tua menjadi populasi yang paling rentan terhadap infeksi virus corona baru ini, akibat sistem kekebalan tubuh yang mereka miliki sudah mulai menurun termakan usia.
Selain orang tua, kelompok yang terbilang rentan adalah orang-orang yang mengonsumsi obat-obatan, sehingga kekebalannya tertekan.
Sistem kekebalan yang tertekan ini kemudian bisa mengakibatkan respons interferon awal yang lebih lemah atau terlambatnya antibodi dalam memberikan respons.
Hal ini membuat virus bisa menyebar dari satu sel ke sel lainnya hingga menjadi tak terkendali.
Jika virus telah menetap di paru-paru, maka penyakit yang ditimbulkan bisa berkembang menjadi pneumonia. Sel-sel di paru-paru mengalami kerusakan dan peradangan.
Sebagian sel memang rusak akibat serangan virus, namun sebagian besar lainnnya rusak justru akibat sistem kekebalan tubuh yang mencoba menyingkirkan sel-sel lain yang terinfeksi.
Jadi, ada dua kemungkinan yang bisa terjadi pada seseorang yang menderita Covid-19.
Pertama, respons imun tetap stabil dan bisa mengendalikan kembali sel-selnya yang sudah terserang virus, dan membersihkannya menggunaan sel T dan antiodi. Jika ini yang terjadi, maka pasien akan sembuh.
Sementara yang kedua, sistem kekebalan tubuh kuwalahan dan menunjukkan reaksi berlebihan untuk menghilangkan virus sehingga menghasilkan lebih banyak protein inflamasi yang disebut sitokin.
Inilah yang menyebabkan kasus infeksi virus corona berakhir kritis, pasien menderita gangguan pernapasan akut, atau bahkan kematian. Ketika ini terjadi, paru-paru terisi oleh banyak cairan sehingga tidak bisa memproduksi oksigen dan proses pemompaan darah di jantung menjadi terhenti.
Penanganan
Mehra mengusulkan agar obat antivirus diberikan lebih awal pada orang yang sudah terindikasi sakit, sehingga mereka terbantu dalam melawan virus secara lebih efektif.
Selain itu, pemberian antivirus yang lebih cepat juga bisa mencegah virus berkembang lebih lanjut.
Namun, bagi mereka yang sudah terlanjut memiliki masalah dengan kelebihan produksi sitokin, penanganan paling tepat yang bisa diupayakan adalah dengan mengombinasikan obat penekan kekebalan dan antivirus.
Jadi pengobatan yang paling penting untuk diberikan adalah dengan mempertimbangkan fase penyakit yang tengah dialami oleh seorang pasien.
Saat ini, pertahanan terbaik terhadap virus SARS-CoV-2 ini adalah sistem kekebalan tubuh kita sendiri. Untuk menjaga kekuatannya, kita bisa mengupayakan dengan menerapkan tidur yang teratur, juga olahraga dan asupan nutrisi yang baik.
Dan satu hal terakhir yang menjadi paling penting sekarang adalah berlatih memaksa diri untuk menjaga jarak sosial atau jarak fisik sehingga bisa terhindar dari virus yang sudah tersebar luas ini.