Antirudal THAAD Ungkap Agenda Strategis AS Hadapi Cina di Semenanjung Korea dan Timur-Tengah

Bagikan artikel ini

Hendrajit dan Sudarto Murtaufiq, Peneliti Senior Global Future Institute (GFI).

Dukungan AS terhadap Pembelian Antirudal THAAD Arab Saudi baru-baru ini, pertanda bahwa Korut dan Iran ditetapkan sebagai sasaran antara untuk menghadapi Cina baik di Semenanjung Korea maupun di Timur Tengah.  

Sekarang nampak semakin jelas bahwa di balik memanasnya krisis Korea Utara (Korut) bukan sekadar dipicu soal program nuklir yang dicanangkan secara ambisius oleh Presiden Kim Jong-un.

Isu senjata nuklir dan uji coba rudal jarak menengah Korut yang sempat diuji-coba oleh pemerintahan Pyongyang, bukan saja digunakan sebagai dalih bagi AS untuk meningkatkan kehadiran militernya di Semenanjung Korea. Pula digunakan untuk mencari alasan pembenaran (justifikasi) agar AS bisa menempatkan dan menyebarkan Sistem Pertahanan Anti-Rudal atau yang kita kenal dengan Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) di Korea Selatan.

Namun hal ini menandai adanya sasaran yang jauh lebih strategis di balik gagasan penempatan THAAD di Korea Selatan ini. Bahwa melalui teknologi militer tingkat tinggi itu, semakin memperkuat sinyalemen selama ini bahwa Pentagon memang telah menetapkan Cina dan Rusia sebagai musuh utama AS. Selain Iran, Suriah, Venezuela dan Kuba. Sehingga penempatan dan penyebaran THAAD di Korsel, tidak bisa semata-mata dipandang sebagai reaksi terhadap ambisi nuklir Presiden Jung-un. Lebih dari itu, THAAD harus dipandang sebagai isyarat AS untuk mengondisikan konflik militer berskala luas di masa depan terhadap Cina, atau bahkan mungkin juga dengan Rusia.

Krisis Korea yang dipicu oleh ambisi Presiden Kim Jong-un untuk meluncurkan rudal jarak menengah, sejatinya hanya dijadikan oleh AS dan Blok Barat sebagai faktor pemantik ketegangan militer khususnya terhadap Cina di Semenanjung Korea, dan Asia Pasifik pada umumnya. Sebagaimana di Timur Tengah, AS dan blok NATO akan mendorong eskalasi konflik berskala luas antara Arab Saudi dan sekutu-sekutu AS dalam Dewan Kerjasama Teluk (GCC) terhadap Iran dan Suriah.

Tren global ini semakin terlihat melalui kejadian lain di belahan lain dunia, yaitu Timur Tengah. Jumat 6 Oktober lalu, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat telah menyetujui kemungkinan penjualan sistem pertahanan antirudal THAAD kepada Arab Saudi dengan perkiraan harga senilai 15 miliar dolar AS atau sekitar Rp202,5 triliun. Suatu harga yang cukup fantastis bagi negara Arab kaya seperti Saudi sekalipun, jika tidak ada pertaruhan besar di balik pentingnya pengadaan peralatan militer strategis dan canggih seperti THAAD itu.

Dan menariknya, informasi ini justru berasal dari Pentagon sendiri. Yang lebih menarik lagi, terkait penjualan THAAD pada Arab Saudi ini disertai penegasan bahwa Iran merupakan salah satu ancaman di kawasan Timur-Tengah.

Berarti, Iran dan Korut dipandang dalam satu paket sebagai sasaran pokok serangan militer AS. Suara yang dikumandangkan oleh Pentagon atau Departemen Pertahanan AS, kiranya sudah sangat memperkuat beberapa temuan sebelumnya, bahwa Iran dan Korut memang telah ditetapkan sebagai musuh utama AS dan sekutu-sekutu strategisnya yang tergabung dalam NATO.

Berarti keberadaan THAAD di Korea Selatan, bukan sekadar sebagai reaksi terhadap uji coba peluncuran rudal jarak menengah Korut. Penempatan dan penyebaran THAAD di Korsel, sejatinya harus dipandang dalam konteks yang lebih luas. Yaitu sebuah pertanda bahwa AS dan sekutu-sekutunya sedang mengondisikan destabilisasi dan militerisasi tidak saja di Semenanjung Korea, melainkan juga di kawasan lain, seperti di Timur Tengah.

Bayangkan, Untuk pengadaan THAAD ini, Arab Saudi telah mengajukan permintaan untuk membeli 44 peluncur THAAD beserta 360 peluru kendali, berikut stasiun pengendali api dan radar. Jelaslah sudah,  bahwa di balik kebutuhan pengadaan THAAD, ada hal strategis yang sedang dirancang oleh Arab Saudi. Dan hal itu mustahil tanpa dukungan sepenuhnya dari AS dan Blok NATO.

Seperti halnya THAAD yang ditempatkan di Korea Selatan, berarti keberadaan THAAD di Arab Saudi pun, ditujukan oleh AS untuk menghadapi Cina.

Meski tidak secara eksplisit, namun pernyataan Pentagon dengan menyebut Iran, berarti secara tidak langsung bermaksud menegaskan adanya ancaman Cina di kawasan Timur Tengah.

“Penjualan ini memperluas keamanan nasional AS dan kepentingan kebijakan luar negeri, juga mendukung pengamanan jangka panjang Arab Saudi dan wilayah Teluk dalam menghadapi ancaman dari Iran dan kawasan,” demikian menurut badan Kerja Sama Pengamanan Pertahanan Pentagon dalam pernyataan tersebut.

Frase kalimat “mendukung pengamanan jangka panjang Arab Saudi dan wilayah Teluk menghadapi ancaman Iran dan kawasan,” jelaslah konteks yang dimaksud adalah Cina dan Rusia yang sebagaimana kita tahu belakangan memainkan peran aktif sebagai kekuatan penyeimbang dalam krisis Suriah. Sehingga sampai sekarang pemerintahan Bashar al Assad masih mampu bertahan menghadapi pasukan pemberontak Free Syrian Army dan Jabal al-nusrra yang didukung dari belakang layer oleh CIA maupun tentara NATO.

Bahkan kalau kita cermati lebih jeli, kemampuan nuklir Iran bahkan jauh lebih canggih daripada Korut.  Iran memiliki salah satu dari program rudal balistik terbesar di Timur Tengah dan menganggap program itu sebagai pertahanan yang penting terhadap Amerika Serikat dan musuh lainnya, terutama negara-negara Arab Teluk dan Israel.

Maka itu sangat masuk akal jika Pentagon mengaitkan penjualan THAAD pada Arab Saudi terkait ancaman Iran. Sebab seperti halnya THAAD di Korea Selatan, Sistem Rudal THAAD dibuat untuk menjalankan pertahanan menghadapi  serangan rudal balistik musuh.

Karena itu, dalih pihak Gedun Putih maupun Pentagon bahwa THAAD dikerahkan ke Korea Salatan dengan tujuan untuk berjaga-jaga dari peluru kendali jarak lebih dekat milik Korea Utara, nampaknya merupakan alasan yang dibuat-buat.

menurut kajian tim riset GFI, THAAD sebenarnya sama sekali tidak diperlukan jika semata-mata untuk menangkal ancaman serangan militer Korut. Sebab, dengan gagalnya tiga kali uji coba rudal jarak menengah yang dilaporkan bisa membawa senjata nuklir, sebenarnya kemampuan persenjataan nuklir Korut tidak berbahaya sama sekali alias dibesar-besarkan. Bahkan kalau mau lebih tegas, kekuatan persenjataan nuklir sama sekali tidak sebesar yang digembar-gemborkan pihak AS.

Selain dari itu, kalaupun Korut memang pada perkembangannya nanti akan menyerang Korea Selatan atau Jepang, Korut cukup menggunakan senjata-senjata jenis arteleri dan meriam. Dengan kata lain, dalih AS untuk menempatkan THAAD di Korsel untuk menghadapi serangan nuklir Korut, sama sekali tidak beralasan.

Apalagi diperkuat dengan perkembangan terkini yang mana Jumat lalu AS sepakati pembelian anti-rudal THAAD ke Arab Saudi dengan agenda strategis yang tergambar dalam paparan sebelumnya.

Yang lebih masuk akal, penempatan dan penyebaran THAAD di Korsel adalah untuk menghadapi semakin menguatnya kekuatan angkatan bersenjata Cina di kawasan Asia Pasifik, terutama Semenanjung Korea.

Dan pemerintah Cina, nampaknya menyadari betul agenda tersembunyi AS tersebut. Seperti dilansir oleh kantor berita Reuters belum lama ini, Cina mengecam penempatan THAAD di Korea Selatan, mengatakan bahwa radar kuat sistem tersebut bisa menembus terlalu dalam ke wilayah kedaulatan negaranya dan memperlemah kemampuan negaranya. Hal itu pun dinyatakan secara tegas oleh  Juru Bicara Kemlu Cina Geng Shuang dalam sebuah konferensi pers beberapa waktu lalu.

Bukan itu saja. Dalam perhitungan para pakar pertahanan Cina, radar yang ada di dalam THAAD bisa menembus wilayah Cina sehingga bisa berfungsi untuk memata-matai semua kegiatan militer Cina.

Kekhawatiran Cina rasa-rasanya cukup beralasan. Kalau menelisik kemampuannya, THAAD memiliki kemampuan untuk menempuh jarak sekitar 200 kilometer dengan ketinggian menjangkau 150 kilometer. THAAD juga memiliki kemampuan untuk menembakkan rudal balistik jarak pendek dan menengah dari terminal penerbangannya.

Rudal tersebut juga dilengkapi dengan teknologi hit to kill. Meskipun tidak membawa hulu ledak, namun THAAD mengandalkan energi kinetik untuk menghancurkan rudal yang masuk. Sedemikian rupa kegusaran Beijing sehingga beberapa proyek dari beberapa perusahaan Korsel yang beroperasi di Cina dihentikan oleh otoritas Cina.

 

 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com