Kebijakan Ekonomi Indonesia Rentan Pengaruh Asing

Bagikan artikel ini

Rachmat Adhani

Dampak membanjirnya investasi langsung maupun tak langsung ke Indonesia rupanya sudah mempengaruhi kebijakan negara yang bersifat strategis. Contohnya saja rencana pembatasan premium yang ujung-ujungnya ternyata menguntungkan investor asing.

Direktur Center for Petroleum and Energy Economics Studies Kurtubi mengatakan, salah satu dampak pembatasan tersebut adalah membanjirnya pelanggan ke pom bensin asing yang beroperasi di Indonesia.

Dengan membatasi premium seakan-akan pemerintah memaksa masyarakat membeli pertamax. Seharusnya pemerintah bisa menjual premium dalam bentuk premium bersubsidi dan premium non subsidi, seperti minyak tanah yang terbagi-bagi menjadi minyak tanah bersubsidi, non subsidi dan industri. Ini solusi agar masyarakat tetap dapat membeli bahan bakar yang lebih murah selain pertamax atau pertamax plus.

Di Jakarta saja, Pertamina menjual Pertamax seharga Rp6.900 dan Pertamax Plus Rp7.250 per liter mulai awal Desember. Harga tersebut berbeda tipis dengan Shell, pom bensin asal Amerika Serikat, yang melego Super R92 dengan harga Rp6.850 dan Super Extra Rp7.300 per liter.

Rata-rata penjualan bahan bakar jenis itu memberikan keuntungan sekitar Rp500 per liter. Bila target awal penghematan untuk Jakarta dan sekitarnya sebanyak 500 ribu kiloliter, dengan harga jual di kisaran Rp6.900 per liter, maka omzet mencapai Rp35 miliar. Angka inilah yang diperebutkan pompa bensin asing penyedia bahan bakar non-Premium.

Tak tertutup pula kemungkinan pemain asing bakal berekspansi ke luar Jawa maupun Bali. Parahnya, swasta asing juga sangat berminat menyalurkan bahan bakar bersubsidi atau yang biasa disebut PSO (public services obligation).

Di Indonesia sudah ada dua daerah yang premium dan solarnya disalurkan oleh Petronas dan AKR. Hal yang menjadi pertanyaan adalah mengapa penyaluran bahan bakar bersubsidi bisa jatuh ke tangan swasta asing? Mungkinkah penerapan kebijakan yang terkesan mendadak ini karena adanya tekanan dari investor asing?

UU Tenaga Kerja Diduga Dipengaruhi Asing

Pengaruh asing terhadap kebijakan perekonomian juga sudah merasuki ranah perundang-undangan. Salah satunya adalah penyusunan Undang-Undang Tenaga Kerja yang diakui oleh anggota DPR telah mendapatkan campur tangan dari China

Anggota Komisi VIII DPR MH Said Abdullah mengatakan hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara yang paling liberal di dunia. Dirinya juga menyayangkan sikap pemerintah yang tidak tegas dalam menghadapi pengaruh dari negara lain.

“Sangat jelas Undang-Undang Tenaga Kerja kita ini sama dengan China, mengatur bagaimana tenaga kerja dibayar semurah-murahnya,” ujar Said. Aturan seperti itu jelas membuat posisi tenaga kerja selalu sulit, tidak akan pernah bisa sejahtera karena menguntungkan para pemodal.

Ia menegaskan bahwa UU Tenaga Kerja harus segera direvisi, meskipun pemerintah selama ini selalu berpendapat UU Tenaga Kerja yang ada masih relevan dengan kondisi saat ini. Hal itu menunjukkan bahwa pemerintah memang dipengaruhi atau mendapat tekanan dari asing, terutama dari China. (dni/rep/tmp/jpt)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com