Pemanfaatan Tumbuhan untuk Kehidupan di Taman Nasional Gunung Halimun

Bagikan artikel ini

Rusman, Pengiat Sosial Budaya

Kegiatan pemanfaatan tumbuhan-tumbuhan atau Etnobotani sebagai salah satu penunjang kehidupan masyarakat dalam suatu komunitas masih saja dipertahankan. Masyarakat di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) misalnya, sejak turun temurun telah mengenal pemanfaatan tumbuhan untuk kehidupan sehari-hari. Tumbuhan-tumbuhan di sekitar TNGH oleh masyarakat dijadikan sebagai obat, makanan, dan barang-barang konsumsi lainnya. Sebuah tradisi yang patut di teladani.

Siapa bilang bahwa masyarakat kita tidak kreatif dan siapa sangka kekayaan yang terdapat hutan belantara tidak bisa dimanfaatkan? Lihatlah apa dilakukan oleh masyarakat di disekitar kawasan TNGH. Dibelantara hutan yang lebat itu, masyarakatnya masih suka memanfaatkan tumbuhan disekitar untuk dijadikan obat, makanan dan barang-barang konsumsi lainnya.

Berawal dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh sebuah LSM disekitar tahun 1993. LSM itu bernama Biological Science Club (BScC). BScC telah melakukan inventarisasi jenis tumbuhan yang ada di kawasan TNGH. Dari hasil inventarisasinya itu di jumpai 366 jenis tumbuhan yang terdiri dari 244 marga dan 90 suku. Jenis tumbuhan sejumlah itu dapat dijumpai, baik di hutan-hutan maupun di sekitar pemukiman penduduk. Menariknya, keragamanan jenis tumbuhan itu menjadi sumber inspirasi bagi masyarakat setempat sebagai barang yang berguna.

Pertama, misalnya soal obat-obatan. Cara pengobatan tradisional masih melekat dimasyarakat sekitar Gunung Halimun. Terutama bagi masyarakat sunda kasepuhan di Halimun Selatan. Walaupun tenaga-tenaga medis telah masuk ke desa melalui program kesehatan dan posyandu. Namun, penggunaan obat tradisional masih tetap berjalan. Obat-obatan yang mereka hasilkan dari tumbuhan kebanyakan berupa jamu-jamuan. Biasanya jamu-jamuan itu disediakan oleh dukun bersalin, yang bahasa sundanya disebut paraji bagi ibu-ibu bersalin.

Jamu-jamuan kerap dikenal sebagai jajamuan. Jajamuan itu dibuat dari tumbuhan suku Zingiberaceae yang diramu menjadi dodol jahe. Dodol jahe merupakan jenis obat tradisional yang sering dipakai oleh masyarakat untuk pemulihan kondisi kesehatan serta bermacam-macam jenis penyakit. Didalam obat tradisional ini terkandung puluhan jenis tumbuhan yang terdiri dari polong-polongan, padi-padian, biji-bijian, rimpang-rimpangan dan akar. Bagi masyarakat sunda kasepuhan jajamuan merupakan obat untuk penyakit dalam seperti kecapaian, paru-paru, panas dingin, dan sakit pinggang. Memang belum ada penelitian tentang khasiat obat tradisional tersebut. Namun, bila pemakaian obat tradisional ini masih melekat, berarti khasiat dari obat tersebut memang ampuh.

Menurut para orang tua untuk membuat obat tradisional semacam ini, digunakan sekitar 40 jenis tumbuhan. Diantaranya, akar keras tulang, tal angin (Usnea sp), buah dan daun bengang (Nessia altissuna), daun Ki tando, arey ki koneng, daun kumis kucing, daun senggugu, daun dan akar sembung, akar kalising, koneng tinggang, koneng ageng, cikur, jahe, lempuyang, kapol, podotan landak, kulit kina, kulit kilimo, akar tangkur gunung, kingkilaban, pisitan dan lain-lain.

Khusus bagi masyarakat Sunda Kesepuhan, pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan pengobatan merupakan hal yang sangat berarti. Masyarakat percaya bahwa keuntungan penggunaan obat tradisional ini disamping dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, juga obat tradisional ini tidak menimbulkan efek samping bagi sipemakai.

Tumbuhan sebagai obat-obatan tradisional merupakan tumbuhan yang diakui dan dipercaya masyarakat. Masyarakat tradisional dan modern pun hingga kini masih banyak yang menggunakan obat tradisional yang bersumber dari alam (back to Nature). Dan sebagian dari tumbuhan tersebut merupakan tumbuhan obat potensial yang diduga mengandung senyawa bioaktif yang berkhasiat sebagai obat.

Sebagian masyarakat di Halimun sudah mengenal pengobatan kimiawi dari dokter yang mereka dapatkan di warung-warung. Namun, karena kondisi pemukiman masih jauh dari pusat pengobatan dan sarana transpotasi yang cukup sulit. Hal ini membuat masyarakat tetap mempertahankan sistem pengobatan tradisionil ini. Selain itu, masyarakat sangat percaya dengan khasiat pengobatan yang telah teruji secara turun menurun. Mereka selalu menjaga tradisi leluhur. Hal ini terucap dari Abah Anom, pemimpin adat kasepuhan. Tumbuhan obat tradisional ini merupakan kekayaan hayati yang mempunyai potensi ekonomi yang penting sebagai sumber pengobatan farmakologi dan masih diperlukan penanganan struktur genetik dan kimianya.

Salah satu kelebihan tumbuhan obat daerah tropis pada umumnya merupakan senyawa yang bersifat therapeutic, artinya dapat dipakai secara langsung oleh masyarakat dan bersifat sinergis. Selain itu, beberapa jenis tumbuhan seperti bawang putih, sambiloto, nangka walanda, sembung, gedang, sintok, bengang, kumis kucing, sirih termasuk obat yang bersifat PNT (Pratically non toxic).

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com