M Arief Pranoto, Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute (GFI)
Telaah Singkat Geopolitik
Dari perspektif (geo) politik lokal/nasional, sistem demokrasi di era reformasi ini cenderung liberal, tidak sesuai dengan nilai dan local wisdom bangsa seperti nilai-nilai musyawarah mufakat, gotong royong, guyub, tolong menolong, dan seterusnya. Akibatnya, ia (sistem liberal tersebut) membuahkan realita politik bahwa hampir semua pimpinan di level manapun baik di desa maupun sampai ke tingkat nasional pun, masalah pokoknya adalah: “Tersandera oleh balas budi dan kepentingan pemilik modal yang mendukung rangkaian pencalonan sampai sang kandidat duduk menjadi pejabat.” Maka implikasinya, banyak para pemimpin terjebak permasalahan klasik seperti korupsi, ataupun balas budi dengan mendudukkan pejabat bukan ahlinya, atau akibat penyelewengan kebijakan publik demi melayani kepentingan si pemilik modal.
Bahwa mencermati sangat banyaknya kepala daerah terjerat korupsi, dan masalah lainnya, sesungguhnya — korupsi dan masalah lainnya di Indonesia bukan soal moral semata namun yang utama justru akibat sistem koruptif yang telah diletakkan dalam konstitusi kita.
Maka dengan model pemilu semacam ini, siapapun kelak terpilih sebagai pemimpin niscaya tersendara oleh “balas budi” terutama para tokoh penggerak massa dan/atau para penyandang dana.
Dan siapapun kelak terpilih di 2019, entah si A, B atau si C, seyogianya tugas pertamanya ialah mengubah dulu sistem koruptif dimaksud. Kenapa? Tak boleh dipungkiri, (geo) politik lokal merupakan bagian geopolitik global. Dan hal-hal di atas tadi, selain modus politik balas budi yang high cost politics dimana “ruh”-nya adalah korupsi, juga sistem dimaksud mampu membelah rakyat (mencabik-cabik persatuan dan kesatuan) sejak dari desa hingga ke kota-kota, sangat kuat diduga adalah permainan invisible hands global yang menginginkan agar bangsa ini terpecah, gaduh dan sibuk di tataran hilir semata sehingga segenap eleman bangsa tidak sempat berpikir apalagi melangkah guna menyelesaikan masalah hulu bangsanya.
Pertanyaannya, “Apakah permasalahan hulu bangsa?” Tak lain adalah tergerusnya berbagai kedaulatan bangsa seperti kedaulatan politik, kemandirian ekonomi, kedaulatan kebudayaan dan lain-lain. Retorikanya, negeri agraris dengan dua musim serta curah hujan tinggi kok sampai impor sembako; negeri dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia kok impor garam? Inilah yang kini berlangsung masif di Bumi Pertiwi, tetapi selama ini semuanya tertutupi kegaduhan-kegaduhan di hilir, yang sejatinya kegaduhan hilir tadi justru diciptakan oleh sistem demokrasi itu sendiri.
Jika kita tak segera sadar diri dan tidak mau paham diri, kenal diri, maka bangsa besar serta negara kaya ini, hari ini dan ke depan — akan terus menjadi ajang lapangan tempur (proxy war) bagi kepentingan-kepentingan para aktor global baik aktor negara maupun aktor non-negara/korporasi guna mengeduk, mengeruk serta mengekploitasi kekayaan alam di Bumi Pertiwi.
Geopolitik berpesan, bahwa keselamatan negara adalah hukum tertinggi di sebuah negeri manapun!
Terima kasih