Di pertengahan abad ke-17 seorang gubernur jenderal di Hindia Belanda bukan cuma dituntut waspada terhadap raja-raja lokal yang membangkang juga mesti bersikap awas terhadap kelakuan anak buahnya sendiri.
Tentu saja gubernur jenderal Hindia Belanda, Jan Pieterszoon Coen (berkuasa: 1619-1623 dan 1627-1629), tak pernah menyangka kedatangan Saartje Specx di rumahnya di Batavia akan membuat gaduh. Putri Jacques Specx itu, yang berusia 12 tahun (lahir circa 1617), agaknya terlalu belia untuk membuat kepalanya pecah, meski remaja kencur itu memang memesona, kombinasi Jepang-Belanda
Alkisah, Jacques Specx diangkat oleh pemerintah Belanda sebagai opperhooft (kepala) kantor perwakilan dagang VOC di Jepang yang bermarkas di Hirado. Di situ ia kenal seorang wanita Jepang kinyis-kinyis. Saartje, yang biasa dipanggil Sara, lahir dari hasil indehoi mereka. Tahun 1629 Jaques dimutasi ke Batavia. Sebelum ke tempat baru ia mesti ke Belanda dulu buat mengurus administrasi penugasan. Sara lalu diantar lebih dulu ke Batavia dan dititipkan di rumah Mur Jangkung, ya, Jan Pieterszoon Coen itu.
Saat tinggal di rumah gubernur jenderal itulah ia bertemu Pieter J. Cortenhoeff, prajurit yang sehari-hari bertugas menjaga rumah sang gubernur dan sebuah kastil di Batavia. Seperti kelakuan ayahnya Sara lalu yang-yangan dengan prajurit ganteng itu. Ia bahkan mengajak pemuda itu bercinta di kamarnya. Mendapat laporan rumahnya dijadikan tempat esek-esek Coen meradang. Sebagai Calvinis sejati perbuatan itu jelas tak dapat ditolerir.
Romeo & Juliet itu pun diajukan ke pengadilan.