Bagikan artikel ini

Pada 8 Februari 2023 ada yang tidak biasa di tengah rutinitas kehidupan masyarakat kota Langsa. Kedatangan Menteri Perhubungan RI Ir Budi Karya Sumadi ke Kuala Langsa untuk melihat proses pengerukan jalur masuk pelabuhan. Untuk itu sudah selayaknya apresiasi kita berikan kepada Anggota DPR-RI Fraksi Golkar H Ilham Pangestu.

Namun ketika saya menyimak berita tersebut, tiba-tiba saja muncul di benak beberapa ide dan pandangan terkait betapa strategisnya fungsi pelabuhan dan bandara dalam suatu daerah, melebihi pentingnya pelabuhan sekadar sebagai proyek pembangunan infrastruktur atau pelabuhan sebagai pintu masuk perdagangan antar-provinsi atau bahkan antar-negara.

 

Visi Geopolitik Sultan Iskandar Muda

 

Sebagai warga Aceh yang kebetulan juga berasal dari Langsa, saya amat terpesona pada kisah sukses Sultan Iskandar Muda yang bertahta sebagai Raja Aceh antara 1607-1636. Dalam masa berkuasa selama 29 tahun yang tentunya bukan masa yang singkat, mendorong saya mencari tahu apa keutamaan dan keistimewaan sang maharaja Aceh yang satu ini. \

Kebetulan sejak 2017 saya ikut bergabung dengan kawan-kawan senior saya pada sebuah Lembaga Kajian Strategis, Global Future Institute, yang fokus dan minat utamanya adalah mengenai geopolitik. Dan salah satu subyek kajian yang kemudian terbuka mata saya betapa Sultan Iskandar Muda merupakan salah satu subyek kajian utama untuk menggambarkan betapa di masa silam ada banyak raja-raja di bumi nusantara yang punya visi geopolitik untuk mengenali jatidiri dan potensi daerahnya.

Nah salah satunya adalah Sultan Iskandar Muda. Apa segi-segi penting yang perlu jadi pusat perhatian sekaligus sumber inspirasi bagi para calon elit politik Aceh baik yang berkiprah di daerah maupun pada tingkat nasional terkait visi geopolitik Sultan Iskandar Muda?

 

  1. Sultan Iskandar Muda berhasil menguasai seluruh negeri dan pelabuhan yang-sebelah Selat Malaka. Mengapa? Sebab Sultan Iskandar Muda sadar geopolitik bahwa Aceh merupakan pintu masuk ke Selat Malaka.

 

  1. Sultan Iskandar Muda memukul Johor, yang sekarang merupakan salah satu negara bagian Malaysia, dengan didasari ide untuk mencegah agar Aceh tidak akan ditunggangi oleh Portugis dan Belanda, yang kala itu, pada masa Sultan Iskandar Muda berkuasa, kedua negara Eropa Barat tersebut sedang gencar-gencarnya menguasai kawasan Asia Tenggara, untuk menguasai salah satu sumberdaya alam yan kaya, yaitu rempah-rempah.

 

  1. Memukul negeri-negeri di sebelah Timur Malaysia yang dipandang Iskandar Muda dapat mengganggu perdagangan Aceh dengan India, Turki, dan Mesir.

 

  1. Menyadari posisi geografis Aceh yang strategis, Sultan Iskandar Muda memutuskan untuk menguasai Pahang, yang sekarang juga merupakan salah satu negara bagian Malaysia, dan Patani, yang sekarang  merupakan bagian dari  Thailand Selatan yang berpenduduk Muslim.

 

  1. Yang lebih inspiratif lagi, dengan pertimbangan yang sangat geo-ekonomi sebagai salah satu aspek dari geopolitik, yaitu menaikkan harga pasar hasil bumi untuk ekspor. Caranya? Dengan memusatkan pelabuhan ke pelabuhan di Aceh. Sehingga dari segi pertahanan maupun perdagangan, Aceh mampu tetap berdaulat dan mandiri. Selain merica, kekayaan hasil bumi Aceh juga kaya kandungan kapur barus, minyak dan juga tambang timah.

 

Yang terbersit dalam benak pikiran saya, mengapa visi geopolitik Sultan Iskandar Muda yang berpandangan jauh ke depan tidak menginspirasi para elit politik dan pimpinan daerah di Aceh? Sebab ketika dalam waktu beberapa tahun terakhir ini pembangunan infrastruktur di Aceh sangat menitikberatkan pembangunan pelabuhan, sangat disayangkan jika hanya berfokus pada aspek pembangunan infrastruktur dan pembangunan fisik tanpa mengaitkan pembanunan infrastruktur dengan konektivitas geografis.

Lantas, apakah gagasan Sultan Iskandar Muda yang berkiprah pada abad ke-18 masih tetap relevan? Menurut saya masih relevan. Mengapa?

Kalau kita jeli mencermati, Sultan Iskandar Muda sangat memahami konektivitas geografis Aceh dengan daerah-daerah lainnya baik konekvitas geografis rute kelautan maupun darat. Sehingga Sultan Iskandar Muda pada masa jayanya berhasil membangun suatu jalinan seluruh daerah pesisir sebagian besar Sumatra hingga Bengkulu, dan juga membangun suatu jalinan dengan hamper semua wilayah yang sekarang masuk kedaulatan Malaysia seperti: Kedah, Perlak, Pahang dan Trengganu.

Alhasil pada era Sultan Iskandar Muda bertahta, Aceh mampu berdiri sederajat dalam berhubungan dengan Portugis, Belanda dan Inggris.

Maka itu, setelah menyimak kajian-kajian para senior saya seperti Pak Hendrajit dan Pak M. Arief Pranoto di Global Future Institute terkait visi geopolitik Sultan Iskandar Muda mengenai Aceh, saya merasa perlu memberi beberapa saran untuk para calon anggota DPR dan DPRD maupun para elit politik Aceh pada umumnya.

Mari kita pikirkkan dan gagas bersama untuk membangun Pelabuhan Sabang Sesuai mempertimbangkan Nilai Lokasi Geografis Aceh. Sehingga seperti visi mantan Presiden RI BJ Habibie, Pelabuhan Sabang Bisa menjadi pelabuhan alternatif selain Singapura, sebagai rute transit perdagangan.

Desil Viana (Echie), Wakil Direktur Divisi Pengembangan Program Khusus, Global Future Institute, dan Pegiat sosial-budaya.  

 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com