Budaya Hukum, Memantapkan Konsensus Nasional, Dan Kedaulatan Negara Senantiasa Berada Di Tangan Rakyat  

Bagikan artikel ini

Sesungguhnya usaha-usaha dalam menjaga konsensus nasional sebagai negara merdeka dan berdaulat terletak pada kemampuan negara untuk terus memperkokoh Budaya Hukum Nasional (The National Culture of Law). Budaya Hukum menjadi unsur yang utama dalam memperkuat efektivitas dan sebagai bukti telah bekerjanya Sistem Hukum Nasional dengan sebaik-baiknya. Oleh sebab itu, melalui Budaya Hukum, sudah mencerminkan  setiap pola pikir, tindakan, sikap, konsepsional, kebijakan, dan keputusan dengan suatu arah yang senantiasa bertujuan dalam mempertahankan kekuatan eksistensi masyarakat (publik) – warga bangsa – secara konstruktif, produktif, progresif serta mampu menentukan bagaimana hukum tersebut berlaku dan ditaati dengan kesadaran yang tinggi sebagai Warga Negara demi kesatuan kehidupan sebagai Bangsa dan Negara Republik Indonesia.

Sistem Hukum tanpa diimbangi dengan tegaknya Nilai-nilai Budaya Hukum, maka itu dapat dipastikan Hukum hanya terkesan sekadar asesoris (lips service), lemah, ambiguitas, tidak efektif, berpotensi timbulnya kerancuan, multitafsir, dan berujung pada kekacauan sosial-kemanusiaan. Itu sebabnya, hukum harus senantiasa hidup sebagai Takaran Nilai bagi kehidupan individual, masyarakat, bangsa dan negara yang kuat, konstruktif, produktif, dan visioner, – sebagaimana yang dicita-citakan negara Merdeka dalam Konstitusi Nasional (UUD 1945) sebagai Konsensus Nasional.

Membangun situasi dan kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara (nasional) dalam dinamika kemajuan Budaya Hukum (The Culture of Law) yang terarah kepada semakin mantap dan senantiasa terbangunnya sikap emphatic publik terhadap pola atau tatanan  Hukum Nasional. Hal itu, agar bisa sejalan dengan usaha-usaha dalam mengurangi sikap yang kontra produktif, kriminogen, kontroversi berlebihan serta larut lingkaran permasalahan. Itu sebabnya, Budaya Hukum menjadi penting yang selaras dengan upaya-upaya Pembaharuan Hukum yang diarahkan keberpihakannya kepada Kebutuhan Hukum Publik, – sekaligus Pengembangan Sistem Penegakan Hukum (The Development of The Law Enforcement System), yang meliputi dimensi Struktur Hukum, Substansi Hukum, dan Budaya Hukum itu sendiri.

Bahkan, Pembangunan Budaya Hukum (The Culture of Law Development) harus terarah atau termotivasi kepada tingkat intensitas ketaatan Warga Bangsa terhadap hukum yang berlaku dan mengikat. Maka itu, jelas saja termasuk para Birokrat, Prajurit TNI, Anggota Polri, Advokat, Pemasyarakatan -, serta berbagai elemen yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam menyelenggarakan tugas, fungsi, dan kewenangan pada masing-masing sektor hukum. Oleh karena itu, penegakan hukum yang bernilai sebagai budaya tentunya dapat terlihat dalam sikap ketundukan dalam proses penegakan hukum yang objektif, berkeadilan, dan bermanfaat serta restroaktif. Bahkan, mampu menjangkau segenap posisi hukum publik pada semua lini kehidupan, maupun pengaturan dalam segi private law yang baik, sebagai satu kesatuan yang sistemik dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.

Meskipun terkadang ada pula situasi dan kondisi yang harus diciptakan melalui serangkaian engineering, management, and leadership dalam berbagai segi kehidupan menurut hukum, baik dalam kondisi normal maupun selama masa transisi dan atau bentuk-bentuk penyesuaian secara bertahap (gradual) menuju pada suatu posisi pemahaman, kesadaran, dan kepatuhan terhadap hukum (berlakunya hukum normatif dalam arti luas) yang sama serta tepat demi Tegaknya Hukum Nasional (The National Interests) di atas Kepentingan Parsial (Vested of Interests). Dengan demikian, Budaya Hukum menjadi keniscayaan sebagaimana spirit kebangsaan dan kenegaraan di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang demokratis serta berdasarkan Hukum (Konstitusi Negara Republik Indonesia tahun 1945).

Sesungguhnya begitu banyak persoalan Budaya Hukum (The Culture of Law) yang masih sangat fenomenal di tanah air. Hal itu perlu terus disempurnakan. Bahkan, hal itu disinyalir kemunculannya sebagai akibat atau konsekuensi logis dari adanya kepentingan yang saling tarik-menarik. Artinya, berbagai kepentingan dan harapan-harapan atau keinginan-keinginan sepihak (vested of interests) di berbagai jajaran elite nasional, baik personal, instansional, dan institusional (formil maupun informil), sehingga berimbas terhadap berbagai dimensi dalam konfigurasi Budaya Penegakan Hukum (The Law Enforcement) di tanah air. Adalah sebagai gambaran adanya gap antara representasi publik, leadership (pemerintahan) pada satu segi, dan keinginan serta kebutuhan hukum publik yang sebenarnya di lain segi.

Kondisi tersebut praktis telah membawa dampak negatif terhadap berbagai kepentingan dalam kehidupan masyarakat (public), bangsa, dan negara. Anehnya, seringkali terjadi sejak dari tahapan Perencanaan Hukum (The Legal Planning) sampai dengan lahirnya berbagai ragam Produk Hukum (Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan) yang digagas (The Law Ideas). Gagasan itu dibentuk melalui serangkaian kebijakan publik yang bermuara pada tahapan perumusan kerangka Peraturan Perundangan-undangan Republik Indonesia (hukum positif) oleh para Legislator di Parlemen bersama dengan berbagai elemen bangsa dan negara lainnya melalui suatu inisiatif – begitu pula Pemerintahan (Eksekutif) dalam kaitannya dengan suatu inisiatif yang urgensif terhadap suatu Ketentuan Peraturan Perundang Undangan Republik Indonesia yang berujung pada proses pengesahan Peraturan Perundangan Republik Indonesia.

Budaya Hukum perlu diimplementasikan lebih lanjut dalam Sistem Kehidupan Nasional yang kompleks, sebagai satu kesatuan Sistem Kehidupan Nasional (Bangsa dan Negara). Sekaligus perlu mensyaratkan adanya segi manfaat, kepastian, dan keadilan menurut hukum (The Justice) serta menjanjikan kemajuan peradaban (civilization) maupun kebudayaan (The Culture) secara dinamis, konstruktif, kompetitif, kondusif, produktif, dan progresif.

Akan tetapi, mengapa masih banyak produk hukum yang tergolong tidak efektif, bahkan seringkali mengalami diskursus nasional, kontroversi, deviasi, dan distorsi serta lemahnya daya mengikat hukum sebagai suatu Ketentuan Peraturan Perundangan – setelah berada di Tangan-tangan para Penegak Hukum dalam arti luas (The Law Officials). Padahal disadari atau tidak, bahwa proses pemberlakuan berbagai Ketentuan Peraturan Perundang-undangan akan berdampak sistemik pada segenap elemen kehidupan nasional. Disinilah pentingnya pemikiran terkait Budaya Hukum (The Culture of Law) sebagai kronik model law yang hendak dibangun untuk suatu konstruksi tatanan dalam mengembangkan aspek kehidupan nasional yang kompleks (interdisipliner, inter sektoral, multi sektor, multi disipliner dan seterusnya) – berdasarkan hukum (Law-based).

Oleh sebab itu, kemudian, – diketahui, bahwa Norma Hukum tentunya akan sangat  mempengaruhi dan membentuk pola-pola interaksional bagi skema kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagai warna karakter Budaya Hukum yang semestinya tetap selaras dengan Cita-cita Nasional sebagaimana juga terkandung dalam semangat Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945), berbagai kearifan sebagai Bangsa dan Negara, Pancasila sebagai landasan idiil dan Dasar Negara, serta Landasan Konstitusional (UUD 1945).

Makanya, segala bentuk usaha bagi pencapaian efektivitas Penegakan Hukum justru harus dikelola dengan konstruktif dan produktif, dan jangan sampai terabaikan, sekaligus jangan pula berpotensi membawa konsekuensi logis yang kurang konstruktif terhadap dinamika dan efektivitas Budaya Hukum Nasional yang sesungguhnya (yang diharapkan oleh masyarakat, bangsa, dan negara).

Apalagi ketika tidak adanya kemampuan dalam membangun suatu sinkronisasi dan harmonisasi pada berbagai bentuk pengaturan hukum, yang disebabkan oleh masih adanya gap antara mindset kepemimpinan (elite) terhadap publik (grassroot), sehingga pada gilirannya akan terlihat dalam pola yang timpang, misalnya terkait praktek Pelayanan Publik dalam arti luas pada berbagai lini instansional publik. Maka itu, situasi tersebut sangat berpotensi menjadi ketimpangan yang semakin tidak terkendali serta kontraproduktif, versuistik, yang mana pada akhirnya dapat merusak sistem tatanan kehidupan berbangsa serta bernegara sebagai Negara Hukum (Demokrasi).

Lebih lanjut, bahwa Penegakan Hukum oleh Instansional Penegak Hukum, khususnya dalam konteks the Criminal Justice System harus berjalan secara efektif, yang sesuai dengan sistem penerapan hukum yang baik. Mulai dari aspek atau sektor dalam lini-lini Pelayanan Publik (The Public Services) menurut konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, sampai dengan berbagai bentuk atau corak antisipasi kemajuan secara periodik pada tataran kehidupan berbangsa dan bernegara dengan segala dimensi yang mempengaruhinya.

Mestinya fungsi Penegakan Hukum juga harus mampu dipahamai dan diterapkan dalam Sirkuit Politik Strategis Nasional secara terarah, komprehensif, dan menopang kerangka tegaknya keadilan menurut hukum, baik dalam arti sempit, maupun dalam arti luas. Hal ini dapat menjadi the prime mover agar semakin terbangunnya Budaya Hukum yang konstruktif serta progresif.

Melalui Sirkuit Politik Strategis Nasional dinilai berpotensi untuk mampu memperkuat Sistem Hukum Nasional menjadi ‘satu nafas’ dalam menjunjungtinggi supremasi hukum (the law supremacy), sehingga pada gilirannya akan berdampak positif bagi terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) semakin kuat dan kokoh. Itu berarti, bahwa perlu upaya konkret yang dilakukan sejak dari tahapan rancangan perencanaan hukum, perubahan, harmonisasi aturan (normatif) dan atau rekonstruksi hukum nasional, seiring perjalanan waktu. Semua stakeholders dalam sistem hukum nasional harus senantiasa berpegangteguh dengan komitmen dan atau konsensus nasional untuk menjunjungtinggi kepentingan masa depan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan (oligarkisme) berdasarkan hukum yang berkeadilan. Maka itu, konstruksi hukum dan penegakan hukum bukan hanya berangkat dari animo kepentingan parsial, tidak objektif, dan ‘seenak perut sendiri’, – tetapi harus menjadi semangat kolektif sebagai suatu konsensus nasional.

Tegaknya Keadilan dalam arti sempit justru tercermin dari efektivitas Norma Hukum yang harus pula berlaku efektif dalam memayungi atau menjamin suatu keabsahan menurut hukum atas semua ragam tindakan atasnama negara, institusi, warga negara atau masyarakat sampai kepada dimensi individual. Meskipun demikian, secara luas, bahwa hukum seharusnya telah dianggap bekerja secara sistemik, massif, struktural, kultural, dan automatik dalam Sistem Kehidupan Berbangsa dan Bernegara secara dinamis, berkelanjutan, dan berkesinambungan (sustainable).

Jelas saja, kalau masih terjadinya berbagai kerancuan hukum, karena disebabkan oleh seringkalinya terjadi inkonsistensi sikap, pola pikir dan tindakan, – serta gangguan terhadap tingkat kinerja berbagai elemen fungsional dalam Sistem Penegakan Hukum Nasional (The National Law Enforcement System). Hal itu praktis berimplikasi negatif pada Eksistensi Negara dan atau Pemerintahan serta Anggota Masyarakat yang hidup dalam suatu payung Supremasi Hukum berdasarkan Konstitusi Negara Republik Indonesia (UUD 1945).

Kedudukan Hukum yang sama bagi setiap Warga Negara Republik Indonesia sebagaimana telah termaktub dalam UUD 1945. Khususnya, menurut ketentuan pada Pasal 1 ayat (2), Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 30 UUD 1945. Maka itu, inkonsisten jangan sampai menimbulkan gap antara proses kehidupan yang terjadi melalui Sistem Penegakan Hukum terhadap corak dinamika Budaya Hukum yang hendak dibangun atau dicapai menurut Konstitusi Nasional tersebut.

Meskipun pada dasarnya Budaya Hukum (The Culture of Law) adalah suatu konfigurasi dinamika tatanan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal itu terkait dalam pola hubungan yang begitu kompleks pada tataran kerangka implementasi Konsepsional Supremasi Hukum (The Law Suppremacy) secara konkret yang seharusnya dapat menjunjung tinggi Ideologi Negara, dan Konstitusi Nasional maupun berbagai Peraturan Perundang Undangan Republik Indonesia sampai dengan terbentuknya suatu komitmen oleh semua elemen berbangsa dan bernegara yang kuat dalam mempertahankan Konsensus Nasional bagi kepentingan semua Entitas Nasional (Negara Republik Indonesia) yang demokratis, berdaulat dan merdeka, adil, makmur, serta sentosa berdasarkan hukum yang baik, berlaku dan mengikat. Sehingga Buku ini ditulis oleh Undrizon, S.H., M.H., – yang mana kemudian diberi judul: Budaya Hukum (Memantapkan Konsensus Nasional dan Kedaulatan Negara Senantiasa Berada Di Tangan Rakyat). Buku ini diterbitkan oleh U&A Associates, Jakarta, 2022.

Budaya Hukum mestinya tercermin dalam Sistem Penegakan Hukum Nasional yang senantiasa memposisikan keadilan (justice) dan kepastian (certainty) serta manfaat (benefit) kepada publik (pencari keadilan). Meskipun Budaya Hukum sudah semestinya terwujud secara dinamis (lestari) sebagai bentuk konsekuensi logis dari serangkaian usaha-usaha yang konsisten dan atau kesadaran positif yang selalu hidup (terjaga) serta berkesinambungan di tengah-tengah kompleksitas interaksional kehidupan berbangsa dan bernegara di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang demokratis berdasarkan hukum.

Termasuk cara efektif dalam mendorong realisasi Budaya Hukum (The Law Culture) adalah dengan memunculkan berbagai Nilai Kebaikan yang terajut dalam Temuan-temuan Kebaikan di tengah proses interaksi kehidupan masyarakat (publik). Maka itu, dengan sendirinya akan menjadi auto-kritik, auto-kontrol, niat baik serta kesadaran yang mendasar bagi calon pemimpin negara dalam semua lini serta hirarki kekuasaan terkait posisi hukum nasional yang konstruktif serta konstitusional, dan corak argumentasi dari berbagai lapisan masyarakat terkait dengan berbagai distorsi atau deviasi sosial budaya sehubungan dengan adanya gejala kemunduran implikasi Nilai-nilai Kebaikan yang semestinya dapat diterapkan, ditegakan dan dipertahankan secara konsisten, dinamis, progresif serta mampu mendukung intensitas karakteristik sebagai Budaya Hukum yang senantiasa mewarnai secara konstruktif dan sistemik terhadap pola-pola kehidupan yang terbangun dalam bentuk tatanan interaksi masyarakat, bangsa, dan negara tersebut. Oleh sebab itu, wujud Negara Hukum (Rechtstaat) yang selalu menonjolkan segi nilai-nilai positif, konstruktif, produktif serta konstruktif dalam upaya-upaya menyangga dan atau menguatkan bangunan kehidupan suatu Bangsa dan Negara yang berperadaban tinggi (civilization quality).

Budaya Hukum harus menjadi komitmen yang sama oleh segenap Anggota Masyarakat, baik langsung atau tidak langsung terkait dengan posisinya selaku Penegak Hukum, maupun sebagai Entitas Nasional dalam kontekstualitas hubungan sebagai elemen dan atau unsur dalam kesatuan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Republik Indonesia.

Bahwa, hukum yang selalu hidup (the living law) di tengah dinamika publik jangan sampai terseret dalam skema kepentingan individual, kelompok (parsial) dan atau oligharkisme, maka itu hukum harus secara dinamis mampu bergerak seirama dengan arus perubahan atau dinamika zaman (sosiologi hukum) – yang mana pada gilirannya bisa berimplikasi positif terhadap semua lini atau aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (struktural). Itu sebabnya, Budaya Hukum mestinya dapat memberikan manfaat (sosiologis), keadilan (filosofis), dan kepastian (yuridis), – sebagai suatu keharusan dalam usaha-usaha pencapaian (attainment) tegaknya Sistem Hukum Nasional dalam Kemajuan Tatanan Kehidupan Nasional yang produktif serta mencerminkan terwujudnya suatu corak Peradaban Hukum Nasional yang semakin konstruktif (berkualitas). Meskipun masih seringkali ada pihak yang meragukan kualitas profesionalisme, khususnya pada berbagai jajaran otoritas terkait dalam Sistem Penegakan Hukum Nasional, misalnya soal posisi dan peranan strategis Advokat, keberadaan Bantuan Hukum, Polri, Kejaksaan, Pengadilan, dan Pemasyarakatan, serta instansional lainnya yang terkait dalam keamanan dan ketertiban sosial kemasyarakatan dalam arti luas.

Budaya Hukum (the culture of law) yang terus mengalami degradasi nilai dengan munculnya berbagai ragam ’pameo’ dan atau stigma di tengah masyarakat. Semua itu tentunya dalam satu segi menunjukan, bahwa masih adanya responsivitas publik terhadap keberadaan Sistem Penegakan Hukum Nasional yang masih perlu diperbaiki dan disempurnakan secara konkret, terencana, gradual, struktural, berkelanjutan, berkesinambungan (sustainable), akuntabel, dan kultural.

Kebutuhan Hukum Masyarakat sebagaimana selalu terkait dengan perspektif Politik Strategis Negara terhadap Politik Hukum Nasional, yang mana terkadang harus kontroversial. Meskipun demikian, hal itu bisa dijadikan indikator utama dalam memperkuat serta memperkaya nuansa Program Legislasi Nasional yang semakin konstruktif, sekaligus pula dalam segi The Justice Sistem, dan The Criminal Justice System, – sebagai satu kesatuan gerak-langkah yang simultantif (sistemik) bagi Kepentingan Hukum Nasional dalam arus dinamika kehidupan nasional.

Terlepas dari berbagai bentuk Budaya Hukum (The Law Culture) yang masih dipenuhi dengan berbagai kecenderungan terkait dengan gejala kehidupan yang penuh distorsi serta disharmoni tersebut, maka itu semakin banyak pula ditemukan adanya indikasi yang menunjukan ketertinggalan dan rendahnya kualitas dalam menyikapi perkembangan kontekstualitas Budaya Hukum yang semestinya bisa terbangun dengan baik.

Itu sebabnya, diperlukan pembangunan dan pengembangan karakter Budaya Hukum yang baik, kuat serta konstruktif dan berkualitas dalam lapangan fungsi, tugas, dan kewenangan para Penegak Hukum, baik dalam persoalan Kepengacaraan (Advokat, Korps Kepolisian Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia (TNI), – yang menjadi teladan dalam menjunung tinggi Supremasi Hukum (The Law Supremacy).

Buku ini telah mengetengahkan pembahasannya kedalam beberapa bagian atau Bab. Bab Pertama, mengutarakan mengenai Perspektif Filosofis Dan Teori Ilmu Hukum Dalam Memperkuat Budaya Hukum. Budaya Hukum Sebagai Implikasi Kecenderungan Manusia Dalam Menemukan Efektivitas Nilai-nilai Kebenaran Dalam Sistem atau Tatanan Kehidupan  Budaya Hukum Sebagai Kesimpulan Internalisasi Nilai Yang Diyakini Dari Fungsionalitas Dan Kontekstualitas Normatif. Budaya Hukum Sebagai Konsekuensi Logis Sebagai Makhluk Berpikir Secara Berkesinambunan. Budaya Hukum Dalam Kadar Kedalaman Pengetahuan Yang Sifatnya Indrawi. Budaya Hukum Dalam Telaah Tentang Kebenaran, Baik Secara Ontologi, Epistemologi, Dan Aksiologi. Budaya Hukum Sebagai Hasil Dari Gagasan Yang Tersusun Dalam Rumusan Teoritik, Idealisme, Rasionalisme, Dan Revelasi Atau Yang Bersifat Wahyu. Budaya Hukum Sebagai Corak Kemampuan Akal Budi Manusia Dalam Menentukan Daya Jelajah Efektivitas Hukum Normatif. Menjelaskan Dimensi Budaya Hukum Terhadap Kebenaran Ilmu Pengetahuan Membutuhkan Kemampuan Dalam Konstruksi Serta Perspektif Teoritik. Budaya Hukum Dalam Kecenderungan Segregasi Dan Agregasi Antara Sintesa Dan Aprioris (Keharusan). Budaya Hukum Dalam Kecenderangan Yang Menghandalkan Pengetahuan Sebagai Kebenaran. Budaya Hukum Sebagai Implikasi Proses Pembentukan Pengetahuan Melalui Kemampuan Daya Engineering Akal Budi Manusia Tentang Kebenaran. Budaya Hukum Dalam Perspektif Pengetahuan Sebagai Kebenaran Common Sense dan Good Sense. Budaya Hukum Dalam Konstruksi Pengetahuan Pada Umumnya, Dan Sifat Keilmuan (Science), Filsafat (Philosophy) Serta Agama (Relligion). Perspektif Ilmu Pengetahuan Sebagai Hasil Dinamika Kegiatan Penelitian (Research Activities). Dinamika Pemikiran Hukum Mewarnai Perkembangan Budaya Hukum. Pengaruh paradigma Filsafat Positivisme Dalam Konstruksi Budaya Hukum. Ditemukannya Berbagai Ketimpangan antara Das Sollen dan Das Sein. Karakteristik Kefilsafatan Hukum Dan Hukum Praktis. Rasionalitas Hukum Dan Paradigma Filsafat Positivisme Terkait Dengan Undang Undang Organik Berdasarkan Pancasila. Filsafat Hukum Mempengaruhi Politik Hukum. Kebebasan Berpikir Terhadap Pembaharuan Ilmu Hukum. Pendekatan Metodis Ilmu Hukum dan Ilmu Sosial. Metodologi Ilmu Hukum Sebagai Klasifikasi Sistematisasi, Serta Penyelesaian Yuridik Konkret. Pengembangan Ilmu Hukum Tetap Dengan Rasionalitas Nilai Dan Kaidah, Kewajaran dan Efisiensi. Dan, Ilmu Positif Yang Mengandung Sifat Normatif Secara Praktis Dengan Strategi Ilmu Ilmu Sosial Untuk Suatu Resolusi Konflik.

Selanjutnya di dalam Bab Kedua, menjelaskan tentang Pengaruh Konstruksi Hukum Positif Terhadap Efektivitas Pengembangan Budaya Hukum. Mencari Perpaduan Pemikiran Budaya Hukum. Hukum Harus Menguatkan Eksistensi Negara dan Masyarakat. Hukum Mestinya Bersih Dari Motivasi Kepentingan Sepihak. Hukum Dalam Mengawal Keberpihakan Kepemimpinan Pemerintahan Untuk Kepentingan Nasional. Melalui Aspirasi Hukum Untuk Penguatan Eksistensi Wakil Rakyat Untuk Penguatan Legislasi. Budaya Hukum Dalam Melodrama Di Pusaran Kekuasaan. Pentingnya Mengkomunikasikan Hukum Sebagai Proses Internalisasi Nilai Tentang Penegakan Hukum. Dan, Bagaimana Hukum Dalam Melindungi Kepentingan Publik.

Berikutnya di dalam Bab Ketiga, mengetengahkan pula tentang Kebijakan Dan Keputusan Publik Terhadap Budaya Hukum. Birokrasi Dalam Konstruksi Budaya Hukum Indonesia. Kebijakan Pembangunan Sebagai Sebuah Perbandingan Kemajuan Budaya Hukum. Dan, Efektivitas Budaya Hukum Dalam Mewujudkan Perubahan Mindset.

Sedangkan di dalam Bab Keempat, menjelaskan Tentang Keselarasan Peraturan Perundangan Terhadap Kontekstualitas Hukum Sebagai Budaya Hukum. Indonesia Sebagai Negara Berbudaya Hukum. Menyikapi Kontroversi Dalam Memenuhi Kebutuhan Hukum Masyarakat Suatu Telaah Strategis Tentang Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Yang Bertentangan Dengan Budaya Hukum. Antara Animo Kebijakan Publik Terhadap Kebutuhan Hukum Masyarakat. Proses Legislasi Harus Dengan Titik-tumpu Budaya Hukum.

Kemudian, di dalam Bab Kelima, menjabarkan Tentang Kultur Individual Dan Kultur Publik. Budaya Hukum Dalam Suatu Kecenderungan Keinginan Individual dan Sosialitas Manusia. Budaya Hukum Sebagai Implikasi Positif Dari Kemampuan Manusia Dalam Berpikir Dan Mempelajari Berbagai Pengalaman. Dan, Transisi Kekuasaan Seringkali Merubah Budaya Hukum. Hukum Dan Cita-cita Negara Merdeka. Sedangkan di dalam Bab Keenam, mengupas tentang Kultur Hukum Internasional (Global). Perkembangan Dan Eksistensi Sumber Hukum Internasional. Penentuan Tentang Subyek Hukum Internasional. Hubungan Antara Hukum Internasional Dan Hukum Nasional. Dan, Hakikat Negara Menurut Hukum Internasional.

Berikutnya di dalam Bab Ketujuh, mengutarakan tentang bagaimana Memperkokoh Kekuatan Akar Sosial Budaya Hukum. Bagaimana Budaya Hukum Sebagai Alat Kontrol Untuk Membangun Tatanan Kehidupan Yang Harmonik. Persoalan Budaya Hukum Antara Perspektif Kebenaran Ilmiah Yang Bersifat Rasionalitas Dalam Konteks Kehidupan Pada Lingkungan Sosial. Berbagai Diskursus Tentang Ilmu Hukum, Dan Ilmu-ilmu Sosial Lainnya Terkait Segi Tatanan Kemanusiaan Dan Nilai-nilai Luhur Yang Hidup Di Tengah Masyarakat. Berbagai Faktor Yang Merubah Paradigma Hukum Dari Era Kolonial Sampai Dengan Era Kemerdekaan Sebagai Bangsa Dan Negara. Pancasila Sebagai Konsensus Nasional dan Budaya Hukum. Dan, Hukum Sebagai Piranti Dalam Kesatuan Hidup Sebagai Bangsa Dan Negara.

Selanjutnya di dalam Bab Kedelapan, mengutarakan tentang Perbandingan Sistem Hukum Sebagai Visi Pembangunan Budaya Hukum Secara Kerkelanjutan dan Berkesinambungan. Maka itu, perlu menjelaskan tentang Rangkaian Kejadian Dan Peristiwa Dalam Membangun Sistem Hukum, Perbandingan (Comparative) Menurut Ilmu Pengetahuan Dan Budaya Hukum, Sifat Dasar Perbandingan Hukum Dalam Memperkuat Budaya Hukum, Budaya Hukum Dalam Kedudukan Sistem Hukum, Sistem Hukum Republik Indonesia Yang Mempengaruhi Budaya Hukum, Budaya Hukum Dalam Tinjauan Perbandingan Sistem Hukum, Membangun Tatanan Dunia Baru Dalam Perspektif Budaya Hukum, Budaya Hukum Dalam Pengaruh Karakteristik Konvergnsi Eropa, Konvergensi Global Dalam Pandangan Futuristik Untuk Menyikapi Tren Budaya Hukum Dunia, Perbandingan Sistem Hukum Dalam Memajukan Budaya Hukum, Perspektif Perbandingan Sistem Hukum Dalam Memacu Perubahan Peradaban Domestik, Efektivitas Budaya Hukum Dalam Lingkaran Perkembangan Kepentingan Ekonomi Global, dan Konsistensi Budaya Hukum Nasional Dalam Menyikapi Perkembangan Geoekonomi

Semoga melalui penerbitan Buku Budaya Hukum ini, – hendaknya dapat berkontribusi positif dalam membuka cakrawala pemikiran, sikap pandang yang produktif tentang bagaimana negara mampu melindungi segenap kepentingan individual dan nasional di dalam kedudukan Negara Kesatuan Republik Indonesia – dengan Rasionalitas Hukum Nasional yang baik dan bervisi.

Buku ini sebagai wujud kontribusi Anak Bangsa dalam kerangka berlomba untuk kebaikan, meskipun disadari masih jauh dari kadar kesempurnaan sebagai Karya Buku. Walaupun demikian, hal ini menjadi suatu kepuasan dan kebahagiaan tersendiri bagi kami untuk saling mengisi negeri ini dengan sesuatu Karya dan Kerja Kebaikan. Bahwa, sejauh kemampuan Kita dalam mempelajari tentang berbagai hal di dunia ini, maka tetaplah masih maha jauh Tuhan Yang Maha Kuasa (Allah Swt) yang mengetahui serta berbuat sekehendaknya.

Besar harapan Kami agar segala informasi yang disajikan bisa berguna bagi Warga Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, utamanya sebagai pembuka cakrawala pandang para Pembaca, Pengambil Kebijakan dan Keputusan, Periset di bidang hukum, Praktisi Hukum, Akademisi, Profesional, Mahasiswa, dan Masyarakat pada umumnya. Sekaligus dalam hal ini, Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam berbagai bentuk Saran, Motivasi, Bantuan Moril, dan Materil, sehingga Buku ini bisa hadir ke hadapan sidang Pembaca.

Pepatah mengatakan, bahwa: tiada gading yang tak retak, maka itu akhirnya dengan segala kerendahan hati kami mohon masukan dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan Karya Buku berikutnya. Semoga terhadap segala masukan tersebut akan menjadi amal kebajikan bagi mereka disisi Tuhan Yang Maha Esa. Selamat membaca, semoga bermanfaat adanya! (uzn)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com