Runtuhnya Dinasti Amerika (2)

Bagikan artikel ini

M Arief Pranoto, Pemerhati Masalah Internasional Global Future Institute (GFI)

Yang menarik, keruntuhan Dinasti Amerika telah diprediksi juga oleh anggota Kongres AS, Dacid Walkel. Menurutnya ada tiga pokok penyebab kejatuhan AS. Dan (analog) faktor-faktor penyebab kejatuhannya, sama dan sebangun dengan ambruknya Romawi doeloe. Antara lain: (1) hancurnya nilai moral politik dalam negeri; (2) invasi militer yang berlebihan; (3) tidak tanggung jawabnya pemerintah dalam bidang pajak.

Walkel hanya sebatas memberikan ketiga pokok penyebab tanpa mengurai kapan, siapa dan apa pemicu keruntuhan. Memang masih sumir — belum jelas kronologisnya. Tulisan tak ilmiah ini, mencoba membahas keruntuhan Dinasti Amerika melalui penggabungkan indikasi penyebab, sesuai yang diungkap Panarin dan Walkel. Inilah uraian sederhananya:

(1) Hancurnya Nilai Moral. Ukuran moral setiap negara memang tak sama. Oleh karena budaya, nilai, latar belakang, pengalaman, sejarah dan lain-lain setiap bangsa berbeda. Secara universal yang membuat sama ialah nilai agama. Misalnya hal pernikahan. Agama manapun di dunia melihat, bahwa pernikahan adalah lembaga suci yang dijunjung tinggi demi kelangsungan hidup dan keturunan manusia. Akan tetapi, ketika liberalisme (nilai konservatif di Barat) memasuki ranah agama – maka terjadi rivisi ajaran agama menurut logika manusia. Agama dijadikan lembaga guna menampung nafsu hewani atas nama kebebasan dan hak asasi. Asumsinya : “Bukankah agama untuk kepentingan manusia?”. Maka tatkala agama sudah tak sejalan dengan kemajuan zaman, seyogyanya ajarannya pun diselaraskan. Jadi manusia berhak untuk merivisinya. Gila!

Inilah titik awal kehancuran. Ketika Panarin melihat krisis moral dari sisi penambahan narapidana, penembakan di sekolah dan  merebaknya kaum gay, maka pararel dengan versi kejatuhan ala Romawi tentang hancurnya nilai moral, pada bulan Maret 2010 Washington DC menjadi wilayah keenam di AS yang mengizinkan pernikahan sejenis setelah Connecticut, Iowa, Vermont, Massachusetts dan New Hampshire. Tidak bisa tidak. Adanya legalitas dari pihak pemerintah atas pernikahan sejenis di suatu negara, hakikinya ialah cermin kehancuran moral politik dari elit penguasa.

Hal lain tak kalah penting ialah para veteran perang dengan keluarganya yang “dilupakan” pemerintahan AS. Mereka akan membentuk komunitas dan kekuatan tersendiri. Awalnya memang tidak diperhitungkan, namun pada gilirannya bakal menjadi kendala internal menjelang jatuhnya Dinasti Amerika. Belum lagi pengangguran terus membengkak, akan menjadi beban sosial dan ekonomi negara.

(2) Invasi Militer Berlebihan. (Barangkali) Kontribusi terbanyak dalam hal keruntuhan AS ialah budget militer yang super besar bahkan berlebihan. Menurut laporan, biaya perang di Iraq dan Afghanistan sekitar 500 milyar US Dollar (USD). Jumlah itu saja sudah mengejutkan. Namun menurut Joseph E. Stiglitz, pemenang Nobel Ekonomi 2001 dan profesor Linda J. Bilmes, dari Harvard University, melalui riset obyektif, teliti dan cermat diungkap, bahwa biaya sebenarnya selama 5 tahun –dan bakal terus bertambah mengingat perang belum usai– adalah 3 triliun USD. Dikatakan oleh Stiglitz, ini belum termasuk beban bunga dan biaya sosial ekonomi dampak melonjaknya harga energi dunia yang tak bisa dikuantitaskan. Biaya 3 triliun USD itu setara dengan Rp 28.000 triliun, atau sama dengan 9 tahun Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang saat ini berkisar 3.500 triliun rupiah/tahun.

Ketika Obama dilantik Presiden AS pada 20 Januari 2009, sesungguhnya ia cuma menerima warisan “sampah utang” Mr Bush Jr, pendahulunya. Menurut versi  Congressional Budget Office (CBO) utang tersebut sejumlah 13, 4 triliun USD, tetapi CBO memberi isyarat bahwa utang AS jauh lebih tinggi dari jumlah resmi yang diberitakan.

(Berapa utang AS sesungguhnya? Ikuti terus! BERSAMBUNG-3)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com