Banjul, ibu kota sekaligus kota keempat terbesar di Gambia, terletak di kawasan Afrika. Pada tanggal 4-5 Mei 2024 mendatang di Banjul akan diselenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi Negara-Negara Islam (The Organisation of Islamic Cooperation-OIC) yang mana Gambia akan bertindak sebagai Tuan Rumah OIC. OIC organisasi negara-negara berpenduduk Muslim saat ini beranggotakan 57 negara yang tersebar setidaknya di pelbagai kawasan dunia seperti Asia, Afrika, dan Timur-Tengah.
OIC Summit yang diselenggarakan setiap tiga tahun sekali itu, diharapkan hadir para kepala negara atau kepala pemerintahan dari ke-57 negara berpenduduk Muslim tersebut. Termasuk Indonesia. Membahas beberapa isu strategis terkait kepentingan dan aspirasi negara-negara Muslim maupun umat Islam pada umumnya.
Baca: OIC Foreign Ministers Reaffirm Gambia Summit, Call on Member-States to Step up Support
Berkaitan dengan hal tersebut, ada satu hal penting yang layak untuk disorot dan jadi perhatian negara-negara anggota OIC atau yang di Indonesia lebih popular dengan sebutan Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Yaitu adanya indikasi kuat bahwa pemerintah Ukraina bermaksud untuk menggalang dukungan negara-negara OKI agar bisa memperoleh status sebagai Peninjau (Observer) dalam forum OKI tersebut. Dengan tujuan untuk memperoleh jaringan internasional yang lebih luas dari negara-negara anggota OKI yang penduduknya mayoritas beragama Islam.
Masalahnya jadi krusial ketika Ukraina terutama sejak 2014 hingga sekarang lebih condong bersekutu dengan Amerika Serikat dan negara-negara blok Barat. Sehingga sulit dibantah bahwa upaya mengagendakan Ukraina agar mendapat status sebagai Peninjau di forum OKI, sepenuhnya atas arahan dari Amerika maupun Inggris. Minimal sebagai Peninjau, atau kalau bisa malah diterima sebagai anggota.
Dalam konstelasi global khususnya di kawasan Timur-Tengah seturut serangan Iran ke Israel sebagai balasan terhadap serangan Israel terhadap kantor konsulat Iran di Suriah, maupun serangan Israel terhadap warga sipil Palestina di Gaza, para anggota forum OKI sebaiknya semakin solid dan kompak dalam menghadapi Israel sebagai ujung tombak kepentingan AS-Inggris di Timur-Tengah dalam mempertahankan hegemoni globalnya sejak pasca Perang Dunia II hingga kini.
By The Voice TeamMaka itu, bergabungnya Ukraina ke dalam forum OKI baik itu sebagai Peninjau atau Anggota tetap, bisa memicu konflik internal antar sesama anggota OKI. Karena meskipun Ukraina berkepentingan untuk menggalang dukungan negara-negara Muslim OKI terhadap umat Muslim Tatar Krimea yang sejak 2014 telah bergabung kembali dengan Rusia berdasarkan hasil referendum, namun sikap politik luar negeri Ukraina terkait konflik antara Israel-Palestina maupun Iran-Israel, masih tetap satu haluan dengan kebijakan luar negeri AS-Inggris. Yaitu tetap mendukung Israel.
Padahal, terkait isu Palestina maupun ketegangan antara Iran versus Israel, hampir semua negara-negara Muslim satu suara, mengutuk dan mengecam aksi militer Israel maupun kolonisasi Israel terhadap wilayah Palestina.
Selain dari itu, bergabungnya Ukraina baik sebagai peninjau apalagi sebagai anggota penuh, bisa dipastikan akan digunakan sebagai ajang aksi dis-informasi dan kampanye anti-Rusia di forum OIC seperti misalnya isu pelanggaran hak-hak asasi manusia umat Muslim Tatar Krimea. Dengan kata lain, Ukraina sangat berpotensi untuk menggunakan forum OKI sebagai sarana melancarkan Politisasi Agama untuk Aksi Separatisme Muslim Tatar Krimea agar Krimea kembali bergabung kembali kepada pemerintah Ukraina.
Dalam perspektif politik luar negeri RI maupun kepentingan Global South pada umumnya, bergabungnya Ukraina ke dalam forum OKI dapat mengganggu efektivitas kerja OKI. Lagipula, hal tersebut sama sekali bukan prioritas negara-negara OKI.
Bagi Indonesia, memperjuangkan Kemerdekaan Palestina merupakan prioritas Politik Luar Negeri RI, berdasarkan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang antara lain menegaskan bahwa Penjajahan di muka bumi harus dihilangkan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Maka itu status keanggotaan maupun sebagai peninjau bagi Ukraina, haru dengan tegas ditolak.
Hendrajit, pengkaji geopolitik, Global Future Institute (GFI)