Arie Sukiasto, Bekerja di Pemda DKI Jakarta
Segera setelah UU Keistimewaan Yogyakarta disahkan oleh DPR-RI, Menteri Luar Negeri-AS Hillary Clinton datang ke Jakarta, tampaknya ingin menyampaikan ucapan selamat dan terima kasih pemerintah Amerika Serikat kepada “good boy” Presiden RI Jend TNI [Purn] DR Haji Susilo Bambang Yudhoyono yang telah berhasil memperdaya secara halus Gubernur DIY serta rakyat Jogja dengan memberikan hadiah jebakan UU Keistimewaaan Yogyakarta. [Aneh] Gubernur dilantik sendiri oleh presiden.
Dugaan tanpa bukti saya, Amerika Serikat ingin menguasai SDA di Yogyakarta berupa deposit batuan bahan bakar nuklir Uranium U-235 di sekitar pegunungan Yogyakarta dan kandungan pasir besi di sepanjang pantai tetapi terhalang oleh hegemoni kekuasaan keraton di bawah Sri Sultan HB X dan payung hukum UUD-1945. Jejak operasi intelijen AS-CIA lalu nampak di balik wacana RUUK Yogyakarta dari Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono yang berlindung di balik alasan negara demokrasi, yang memicu konflik lokal terkendali dan sekarang dengan halus telah berhasil.
Seperti aksara Jawa yang mati kalau dipangku, maka Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono tampaknya memanfaatkan kelemahan orang Jawa dengan mensahkan UU Keistimwawaan Yogyakarta dan keinginan rakyat DI Yogyakarta agar jabatan gubernur ditetapkan pun dipenuhi, bahkan disertai pemberian kucuran DANA KEISTIMEWAAN YOGYAKARTA. Tetapi, anggaran besar tersebut harus dipertanggung jawabkan. Yang aneh dan istimewa adalah Presiden RI sendiri pencetus wacana RUUK Yogyakarta kemudian melantik Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Bhuwono X dan Sri Paku Alam sebagai wagubnya, seolah ingin menunjukkan perasaan bersalahnya [gulity feeling]? Tetapi, di balik sikap tersebut tampak ada “hidden agenda” 5 tahun ke depan tatkala Sri Sultan harus mempertanggungjawabkan DANA KEISTIMEWAAAN [dan akan ditolak oleh DPRD Yogyakarta?]Maka, pada saat itu kekuasaan bergeser dari Sri Sultan Hamengku Bhuwono X ke partai politik.