Menyusul kemunculan wabah virus corona di Wuhan, Cina, isu senjata biologis dan perang biologis yang dilancarkan Amerika Serikat, mencuat kembali. Alhasil, dugaan kuat adanya laboratorium rahasia ala NAMRU-2 AS otomatis merebak kembali.
Terkait mewabahnya virus corona, Wuhаn Nаtіоnаl Biosafety Laboratory, sempat jadi sorotan dan disebut-sebut sebagai laboratorium ѕаtu-ѕаtunуа yang dіnуаtаkаn mаmрu mеngеrjаkаn vіruѕ-vіruѕ mematikan di Cіnа. Sehingga pakar senjata bіоlоgі Dany Shоhаm mеndugа kаlаu Vіruѕ Cоrоnа аdаlаh рrоgrаm ѕеnjаtа bіоlоgі rahasia Cina.
Kесurіgааn bertambah terhadap laboratorium ini kаrеnа lokasinya уаng tеrlеtаk 32 kіlоmеtеr dari Pаѕаr Seafood Huanan, tеmраt аѕаl vіruѕ іnі mеnjаngkіtі mаnuѕіа. Mеѕkі dіrаnсаng dеngаn ѕtаndаrd bіоѕаfеtу lеvеl 4, tіdаk mеnutuр kеmungkіnаn jika аdа virus уаng lolos dаrі lаbоrаtоrіum tеrѕеbut.
Namun demikian, laboratorium ala Wuhаn Nаtіоnаl Biosafety Laboratory bukan satu-satunya yang mengundang kekhwatiran ihwal adanya percobaan senjata biologis yang berakibat timbulnya wabah virus yang memakan korban jiwa. Sebuah fasilitas riset milik Amerika Serikat bernama The Richard Lugar Center for Public Health Research laboratory, yang beroperasi di Tblisi, Georgia, disinyalir juga merupakan laboratorium bertujuan ganda ala NAMRU-2. Bahkan laboratorium ini dikabarkan pernah menggunakan manusia untuk percobaan senjata biologis.
Mengingat laboratorium ini erat kaitannya dengan AS, Igor Giorgadze, mantan Menteri Keamanan Georgia, dalam sebuah konferensi yang diadakan di Moskow mendesak Presiden Donald Trump untuk segera mengadakan investigasi terhadap The Richard Lugar Center for Public Health Research laboratory. Sebab Igor Giorgadze mencatat adanya beberapa orang yang meninggal dunia akibat terkena penyakit hepatitis setelah mendapat perawatan di Laboratorium tersebut pada 2015 dan 2016. Yang lebih mencurigakan lagi, beberapa yang meninggal dunia tersebut terjadi pada hari yang bersamaan.
Baca: US Biological Warfare Program in the Spotlight Again
Bukan itu saja. Berdasarkan declassified documents atau dokumen-dukumen yang sudah tidak lagi dinyatakan rahasia, sama sekali tidak menyingkap apa penyebab kematian maupun nama-nama yang meninggal dunia sesudah menjalani perawatan di laboratorium tersebut. Yang menjadi kekhawatiran utama Igor Giorgadze, kemungkinan menyebarnya wabah virus ke negara-negara tetangga sekitarnya. Termasuk Rusia.
Maka konstruksi cerita tadi, bisa disimpulkan bahwa The Richard Lugar Center for Public Health Research laboratory yang beroperasi di Tblisi, Georgia, merupakan sebuah laboratorium bertujuan ganda ala NAMRU-2 AS yang berada dalam kendali kekuasaan militer dan kementerian pertahanan AS. Laboratorium ini mulai berdiri semasa pemerintahan Presiden Georgia Mikheil Saakashvili.
Seperti halnya juga dengan NAMRU-2 AS di Jakarta, The Richard Lugar Center for Public Health Research laboratory pun tertutup rapat-rapat. Hanya personil Amerika dengan security clearance yang bisa mengakses laboratorium tersebut. Lebih mencurigakan lagi, seperti halnya NAMRU-2 AS di Indonesia, para staf laboratorium yang berkewarganegaraan AS, mendapatkan kekebalan diplomatic(diplomatic impunity) berdasarkan perjanjian AS-Georgia yaitu The 2002 US-Georgia Agreement on defense cooperation.
Sekadar informasi, di dalam negeri AS, sektor kesehatan merupakan wewenang kementerian kesehatan. Namun di luar negeri, sektor merupakan wewenang dari kementerian pertahanan atau Pentagon.
Ada baiknya kita simak liputan dari Eurasia review terkait laboratorium yang berbasis di Georgia ini:
“in 2014 the Lugar Center was equipped with a special plant for breeding insects to enable launching the Sand Fly project in Georgia and the Caucasus. In 2014-2015 years, the bites of sand flies such as Phlebotomins caused a fever. According to the source, “today the Pentagon has a great interest to the study of Tularemia, also known as the fever of rabbits, which is also equated with biological weapons. Distributors of such a disease can be mites and rodents”.
Agaknya, dugaan kuat bahwa the Richard G. Lugar Center in Georgia selama ini merupakan laboratorium rahasia untuk percobaan senjata biologis nampaknya semakin nyata adanya.
AS memiliki 25 laboratorium yang bergerak dalam penelitian biologis yang tersebar di beberapa negara, atas bantuan dana dari the Defense Threat Reduction Agency (DTRA). Para pengawas dari komunitas internasional tidak diizinkan mengakses laboratorium tersebut.
Meskipun demikian, seorang jurnalis independen Jeffrey Silverman, berhasil mengadakan investigasi dan memastikan sebuah fakta bahwa pihak militer AS sedang mengadakan penelitian rahasia yang menimbulkan ancaman buat lingkungan hidup maupun warga masyarakat. Dan menegaskan bahwa the Richard Lugar Center, seperti halnya beberapa laboratorium lainnya yang sejenis, terlibat dalam proses menciptakan senjata biologis. Apalagi pada 2018 lalu, di Georgia maupun Ukraina, sempat dilanda wabah penyakit misterius.
Di Kazakhstan, Asia Tengah, yang dulunya tergabung dalam Uni Soviet, pihak militer AS sempat mendirikan laboratorium yang sejenis the Richard Lugar Center di Georgia. Namanya the Central Reference Laboratory. Dan sempat mengundang protes dari warga masyarakat Kazakhstan.
Pada 2013 lalu, seorang perwira angkatan udara Cina Kolonel Dai Xu, menuduh AS telah menciptakan virus flu burung yang pada perkembangannya mewabah di beberapa daerah di Cina, sebagai bagian dari perang biologis yang dilancarkan AS.
Menurut keterangan Kolonel Dai Xu, AS secara sengaja melepas virus flu burung H7N9 ke Cina sebagai serangan biologis terhadap wilayah kedaulatan Cina. Bahkan kemudian sempat muncul informasi bahwa virus Ebola di Afrika Barat, berasal dari laboratorium biologis AS.
Singkat cerita, perang biologis yang dilancarkan AS melalui penempatan beberapa laboratorium biologis seperti NAMRU-2 AS maupun the Richard Lugar Center di Georgia, sejatinya AS telah melanggar the Biological Weapons Convention (BWC), sebagai perjanjian internasional yang mengikat secara legal negara-negara yang ikut perjanjian tersebut, melarang penggunaan senjata-senjata biologis.
Sehingga melalui BWC itu, negara-negara yang terikat pada perjanjian ini untuk tidak mengembangkan, memproduksi maupun menggunakan senjata-senjata biologis maupun senjata-senjata beracun, sebagai bagian integral dari upaya untuk memperluas apa yang disebut weapons of mass destructions alias senjata pemusnah massal.
Sejak 1975, ada 181 negara yang ikut konvensi BWC. BWC menegaskan kembali dukungannya pada Protokol Jenewa 1925 yang melarang penggunaan senjata biologis. Pada 1969, Presiden Richard Nixon mengakhiri aspek offensif dari program perang biologis AS. Sehingga pada 1975 itu pula, AS meratifikasi baik Protokol Jenewa 1925 dan BWC.
Namun pada 1995 dan 2001, AS tidak menandatangani perjanjian terkait pengawasan penggunaan senjata biologis sesuai spirit Protokol Jenewa 1925 dan BWC. Dengan kata lain, AS menolak adanya mekanisme verifikasi terkait pengembangan maupun penggunaan senjata biologis, maupun terkait keberadaan dan sepak-terjang laboraotorium-laboratorium biologis AS.
Agaknya, pemerintah Indonesia harus mendesak Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa agar Protokol Jenewa 1925 dan BWC dihormati oleh negara-negara adikuasa, terutama AS.
Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)