Beredarnya Nama Capres, Siapa yang dapat Dipercaya?

Bagikan artikel ini

Nisa Cahaya Putri, Peneliti muda Lembaga Analisa Politik dan Demokrasi (LAPD), Jakarta

Diantara situasi umum nasional  akhir-akhir ini yang menonjol adalah  beredarnya nama-nama bakal Capres pada Pilpres 2014. Nama-nama bakal Capres yang akan merupakan nama CAPRES yang definitif setelah Pemilihan Lembaga Legislatif tanggal 9 April 2014 tersebut hingga tanggal 17 Maret 2014 terkonsentrasi pada tiga nama, yaitu Abu Rizal Bakri, Joko Widodo dan Prabowo Subianto.

Direktur Eksekutif Pol Tracking Institute Hanta Yudha memprediksi Partai Golkar akan mengalami kekalahan di pemilihan presiden seperti pernah terjadi pada 2004. Hal itu karena ada banyak faksi di tubuh Golkar sehingga sulit untuk fokus mendukung satu calon presiden dalam pilpres. “Karakter Golkar sudah biasa seperti itu. Ini potret opsionalisme yang mengganggu Golkar mendukung satu capres,” kata Hanta saat dihubungi, Kamis (13/3/2014). Di internal Golkar, kata Hanta, sedikitnya ada tiga faksi yang sama kuat. Faksi itu meliputi kubu Aburizal “Ical” Bakrie sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar, faksi Jusuf Kalla, dan faksi Akbar Tandjung. Menurut Hanta, ketiga faksi tersebut memiliki agenda politik berbeda. Ical telah resmi menjadi capres Golkar, sedangkan Kalla dan Akbar terus membuka diri untuk menjadi cawapres dari eksternal Partai Golkar.

Menurut penulis, diperkirakan hasil Pemilu Legislatif akan tidak mencukupi bagi Golkar untuk mencalonkan Ical dengan syarat minimum 20% kursi, tetapi cukup kuat bagi Golkar mengajak berkoalisi dengan partai sedang (PAN, Hanura, PKB) untuk mepertahankan pencalonan Ical. Yang diperkrakan dapat menyelamatkan Ical dari pencalonan sebagai Capres adalah dengan menunjuk Cawaores dari internal yaitu Akbar Tanjung bukan dari partai lain. Penujukan Akbar Tanjung sebagai Cawapres akan mempersatukan kembali Golkar dan menjadi solid. Langkah Ical memilih Akbar Tanjung sebagai Cawapres akan lebih riil dilakukan sebelum Pileg 9 April 2014.

Sementara itu, popularitas dan elektabilitas Joko Widodo sebagai calon presiden tak terbendung. Hal ini dilihat dari hasil survei yang dilakukan sejumlah lembaga. Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing menuturkan, dengan metodologi ilmiah yang digunakan berbagai lembaga survei, sudah menunjukkan bahwa Jokowi telah dipilih rakyat sebagai presiden periode 2014-2019. “Secara scientific, Jokowi sudah menjadi pilihan dan dia tinggal menerima jabatan baru itu. Dia adalah calon presiden 2014 yang sudah terpilih,” ujar Emrus dalam diskusi ‘Fenomena dan Kesempatan Tokoh Muda di Parpol’, di  Warung Daun, Minggu 16 Maret 2014.

Sedangkan, pengamat politik Burhanuddin Muhtadi mengatakan, bakal calon presiden PDI Perjuangan, Joko Widodo alias Jokowi, memang menjadi kandidat terkuat dalam sejumlah survei calon presiden. Namun, ia menekankan, Jokowi dan PDI-P yang berada di atas angin tak boleh merasa menang. Burhan memprediksi, pasca-pencapresan Jokowi, pertarungan akan mengerucut pada dua nama. Di antara sederet nama yang sudah mendeklarasikan diri sebagai bakal calon presiden, Prabowo Subianto, yang akan diusung Partai Gerindra, menjadi lawan terberat Jokowi. “Pertarungan akan mengerucut dua calon, Jokowi dan Prabowo. Bukannya menyepelekan Aburizal Bakrie. Namun, perkembangan terakhir, ada persoalan di internal Golkar yang membuatnya semakin sulit bertarung dengan Jokowi dan Prabowo,” kata Burhan, saat dihubungi Kompas.com, Senin (17/3/2014) pagi.

Menurut penulis, para pendukung Jokowi sadar karena mereka menyadari adanya musuh yang ingin menggagalkan Jokowi menuju jabatan Presiden besar sekali, oleh sebab itu sebuah tim yang bertugas melindungi Jokowi dianggap sangat perlu dibentuk dengan atribut tim pembela Jokowi. Namun demikian aktivitas ni nampaknya diluar aktivitas resmi partai, sehingga masih belum jelas sikap DPP PDI-P menanggapi aktvitas ini.

Sementara itu, pidato pernyataan Megawati tentang penujukkan Jokowi sebagai Capres yang dibuat dalam wujud tulisan tangan dan dibaca oleh Puan Maharani juga nampaknya dimaksudkan oleh Megawati sebagai indikasi kesunguhan hati Megawati memberikan kepercayaan kepada Jokowi sebagai  Capres PDI-P, sebuah kewenangan mutlak dari Megawati Soekarnoputri yang diserahkan oleh Kongres PDI-P. Banyak Pengamat nampaknya melihat sikap Megawati yang mau melepaskan haknya yang luar biasa sebagai Ketua Umum PDI-P untuk mencalonkan diri sebagai Capres dan menyerahkannya kepada Jokowi, dianggap sebagai sikap yang luhur dan patut dipuji. Hal ini didasarkan pada analisa penujukan Jokowi sebagai Capres PDI-P akan memberikan banyak kebaikan bagi masa depan politik PDI-P, diantaranya bagi kemungkinan tampilnya kembali PDI-P sebagai partai pemerintah, namun yang paling diuntungkan dari pencapresan Jokowi adalah caleg-caleg PDIP lebih mudah terpilih ke Senayan, disamping “kelompok minoritas”.

Terkait Prabowo Subianto, memang harus diakui sebagai kenyataan, popularitas dan elektabilitas Prabowo cukup tinggi. Dalam berbagai survey Prabowo popularitas dan elektabilitasnya tinggi, nomor dua setelah Jokowi. Para pengamat bahkan memperkirakan, apabila Jokowi tidak dipasang sebagai Capres oleh PDI-P, akan berarti pilihan rakyat bakal jatuh pada Prabowo Subianto sebagai Presiden. Dari segi dinamika, Prabowo dalam rangka kampanye sudah menjangkau hampir seluruh tanah air kecuali Papua, sedangkan Jokowi diperkirakan akan sulit menjangkau seluruh daerah di Indonesia.

Meskipun TNI menyatakan netral dalam Pemilu, sulit dicegah bahwa Prabowo akan menggapai juga para purnawirawan TNI untuk mendukungnya, kecuali kemungkinan kelompok Luhut Binsar Panjaitan dan sejumlah purnawirawan jenderal yang mendukung pencapresan Jokowi.

Secara definitif pada dasarnya Partai Politik yang telah  mendeklarasikan dengan lengkap pasangan Capres dan Cawapresnya adalah Partai Hanura dengan Wiranto sebagai Capres dan Harry Tanusudibyo sebagai Cawapres.

Pada umumnya pasangan lengkap Capres dan Cawapres yang disebutkan oleh semua Parpol baru akan diumumkan pada pasca Pemilu Legislatif kertika hasil Pemilu Legislatif mulai tersiar, meskipun juga masih berdasar hasil Quick Count.

Pada periode pasca Pemilu Legislatif  berdasarkan Quick Count akan dapat diketahui Partai mana yang akan mampu mencalonkan pasangan Capres dan Cawapresnya dengan kekuatan sendiri atau harus berkoalisi dengan partai lain.

Yang pasti menjelang hari H Pilpres, tensi politik akan semakin memanas karena baik kubu yang satu dengan kubu yang lainnya akan saling mencoba membuka “kartu truf” masing-masing kelompok, namun kita sebagai warga negara biasa mengharapkan agar para kandidat capres dan cawapres dapat bertarung dengan elegan dan dewasa serta menjauhkan cara-cara charracter assasination.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com