Chairul Saleh

Bagikan artikel ini
Tarli Nugroho
Di tengah kemacetan, beruntunglah tadi sempat membawa buku ini. Daripada mengeluhkan macet, lebih baik membaca bukan?!
Ada sejumlah fragmen menarik dalam buku ini, meskipun sayang kiprah Chairul sewaktu menjadi Menteri Pertambangan pada masa nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing minim sekali diulas. Salah satu yang menarik adalah kisah tentang lahirnya Deklarasi Juanda.
Sewaktu Mochtar Kusumaatmadja masih anak bawang dalam Panitia Rancangan UU Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim, dia ditegur keras oleh Chairul. Kurang lebih percakapannya beginilah,
“Eh, Mochtar, apa kerja kalian di panitia itu? Sudah setahun tidak ada hasilnya,” tanya Chairul.
“Wah, Pak, saya nggak berani menjelaskan. Biar yang tua-tua saja yang nanti menjelaskannya,” jawab Mochtar.
“Ini kapal perang Belanda mondar-mandir terus di Laut Jawa. Saya sangat terganggu. Apa tidak bisa Laut Jawa dijadikan perairan pedalaman, sehingga tertutup bagi kapal asing?”
“Wah, sayangnya nggak bisa, Pak,” jawab Mochtar, tegas.
“Bagaimana kalau saya minta dibikin bisa?! Kamu bikin konsepnya deh. Jangan bilang tidak bisa!” balas Chairul, tak kalah tegas.
“Itu bertentangan dengan hukum internasional, Pak,” elak Mochtar.
“Hei, Mochtar, kamu ini masih muda tapi mikirnya sudah birokratik seperti itu, tidak revolusioner. Kau tahu, kalau dulu kita berpikir legal dan birokratik, Proklamasi tidak akan pernah terjadi. Sebagai orang hukum coba kau pikirkan, bagaimana caranya supaya Laut Jawa ini dianggap laut pedalaman, bukan perairan internasional, sehingga kapal-kapal asing itu tak seenaknya masuk ke perairan kita dan bikin sabotase,” ujar Chairul.
“Begini, Pak, saya kan cuma pegawai…”
“Sanggup nggak, Mochtar???”
“Baik, Pak, baik. Tapi saya tolong dikasih cuti dua minggu untuk memikirkan konsepnya,” pinta Mochtar.
Begitulah. Mochtar Kusumaatmadja akhirnya mengambil perlop (cuti) ke Bandung untuk memikirkan konsep yang diminta Chairul. Dari situlah kemudian lahir konsepsi bahwa seluruh perairan yang ada di sekeliling pulau dan di antara pulau-pulau yang ada di Indonesia dianggap sebagai perairan nasional, termasuk kekayaan alam yang ada di dalamnya. Kita kemudian mengenal konsepsi tersebut sebagai “Deklarasi Juanda”. Melalui serangkaian perjuangan diplomatik, konsep itu akhirnya bisa diterima dan berhasil mengubah hukum internasional.
Menyimak fragmen itu saya jadi tercenung. Demi kepentingan Republik, dulu para pendahulu kita tak segan berjibaku untuk merombak konvensi hukum internasional. Sekali lagi, demi kepentingan Republik. Sementara kini, mudah sekali kita melenturkan hukum yang ada di Republik demi melayani kepentingan investor (asing).
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com