Abu Bakar Bamuzaham, Network Associate Global Future Institute (GFI)
Perang Asia Pasifik atau Perang Asia Timur Raya di awali oleh penyerbuan Bala Tentara Kekaisaran Shinto Djepang yang menyerang Pearl Harbour, Pangkalan Militer AS pada 7 Desember 1941 yang berada di Hawaii AS.
Tidak terbaca secara jelas sasaran dari Kerajaan Shinto Djepang menyerang Pangkalan AS ini, karena pada kenyataan selanjutnya Kerajaan Shinto Djepang bukannya melanjutkan misinya ke Negara AS melainkan justru ke Asia Pasifik.
Tercatat dalam sejarah, hanya sembilan hari Kekaisaran Shinto Djepang mampu melumpuhkan Imperialis Barat di Asia Pasifik, khususnya di wilayah Hindia Belanda (Nusantara) yang selama ini di Kuasai oleh “Sekoetoe ABCD”.
Akibat dari serangan ke Pangkalan militer Pearl Harbour tersebut mengharuskan Dai Nippon harus berhadapan melawan “Sekoetoe ABCD” yakni: Amerika Serikat, British (Inggris) China dan Dutch (Belanda), Imperialis yang terlebih dahulu menguasai wilayah Nusantara yang saat itu bernama Hindia Belanda.
Oleh para Ulama dan Pejuang kala itu, mereka mengistilahkan para Imperialis itu dengan julukan “Sekoetoe ABCD”, karena terdiri dari Amerika Serikat, British (Inggris) China dan Dutch (Belanda).
Mumentum hadirnya Djepang di Hindia Belanda (Indonesia) ini dimanfaatkan secara baik oleh Kaum Ulama dan Santri sebagai Mumentum titik kebangkitan Persatuan Islam.
Berkat kegigihan Kaum Ulama dan Santri yang hanya bermodalkan bambu runcing dan teriakan “Allahu Akbar, semua Imperialis tersebut (Tentara Dai Nippon dan Sekoetoe ABCD) harus takhluk dan dipaksa kembali ke tanah air mereka masing-masing.
Bala Tentara Djepang dan di ikuti oleh tiga dari sekutu ABCD terpaksa harus angkat kaki dari Republik ini kembali ke Negaranya masing-masing.
Hanya tersisa satu dari “Sekoetoe ABCD” yang masih tetap bertahan di Indonesia dan tak mau angkat kaki dari Negeri ini, bahkan sampai hari ini mereka masih tetap mengais rejeki di negeri ini.