Dana Saksi Parpol, Kepentingan Siapa?

Bagikan artikel ini

Amril Jambak, Wartawan Pekanbaru, Riau

Belakangan ini pemberitaan lagi gencar-gencarnya mengenai dana saksi partai politik (Parpol) peserta Pemilu 2014. Ada parpol yang menolak dan ada yang menyetujui. Entah sengaja dihembuskan untuk melindungi sesuatu hal. Satu pertanyaan yang muncul, dana saksi parpol ini untuk kepentingan siapa?

Padahal, dalam undang-undang diatur, pertama jumlahnya tidak lebih dari Rp1 miliar (perorang) dan Rp7,5 miliar (kelompok), sumbernya tidak boleh anggaran negara APBN atau APBD dan sumbangan luar negeri, kemudian sumber yang tidak jelas sumbernya.

Namun, aneh bin ajaib, Kemenkeu meng¬alokasi anggaran sebasar Rp700 miliar. Itu artinya setiap parpol bakal mendapat Rp58 miliar lebih. Dalam konteks sebagai salah satu tiang penyangga negara, parpol semestinya menolak dana tersebut. Bila menerimanya, itu sama saja menggerogoti anggaran negara.

Rp700 miliar bukanlah sedikit. Ia bisa dipakai untuk kepentingan yang lebih besar, misalnya dipakai untuk memperbaiki infrastruktur yang rusak akibat bencana yang baru-baru ini melanda kita. Atau, anggaran itu amat berguna dipakai untuk mencegah orang miskin baru yang muncul akibat bencana. Diperkirakan jumlah orang miskin baru bertambah sekitar 450 ribu orang akibat bencana.

Bila uang tersebut dipakai untuk membayar saksi parpol, itu sama artinya parpol menggunakan anggaran negara untuk kepetingan parpol, bukan negara. Sangatlah tidak bermartabat parpol yang dengan enteng, tanpa merasa bersalah kepada rakyat dan negara, menerima dan menggunakan anggaran saksi parpol untuk kepentingan mereka sendiri.

Apalagi, sejumlah kalangan menilai pengucuran anggaran untuk saksi tidak memiliki dasar hukum. Dasar hukumnya lahir setelah pemerintah diyakinkan oleh DPR RI.

Karena anggaran negara digunakan untuk kepentingan parpol bukan kepentingan rakyat dan negara dengan dasar hukum yang meragukan, tidak mengherankan jika sejumlah kalangan menyebut dana saksi parpol ialah korupsi. Parpol semestinya sejak awal telah menyiapkan anggaran untuk saksi mereka sehingga mereka tak perlu menggerogoti anggaran negara.

Kesiapan menyediakan anggaran untuk saksi merupakan konsekuensi logis dari kepesertaan parpol dalam pemilu. Kita berharap para pemangku kepentingan membatalkan alokasi anggaran saksi parpol. Partai politik (parpol) harus tegas menolak dana pembiayaan saksi di setiap tempat pemungutan suara pada pemilu 2014 April mendatang. “Tidak baik bagi parpol secara kelembagaan kalau menerima dana itu,” kata Koordinator Kajian Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Girindra Sandino, di Jakarta, Minggu (26/1).

Menurutnya, parpol akan dirugikan secara struktural di tingkat akar rumput. Dia memperkirakan loyalitas kaderkader parpol di bawah sebagai ujung tombak yang akan bergerak di TPS akan terdegradasi dengan dana saksi ini.

“Saya juga khawatir pemberian dana saksi ini membuat para saksi akan bermain di dua kaki,” kata Girindra. Contohnya, ketika parpol kekurangan, bahkan tidak ada saksi di TPS tertentu, dia akan mengambil orang.

Maka, bisa sangat mungkin saksi parpol A juga bermain untuk parpol B dalam hal data. Kemudian, karena secara psikologis penyalurannya melalui Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), saksi yang dibayar berpotensi menutupi kecurangan agar tidak terdapat sengketa.

“Maka, perlu ditekankan bahwa dampak kerugian dari dana saksi ini adalah memperlemah parpol secara struktural di tingkat akar rumput,” katanya.

‘Serang’ SBY

Mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum berkicau lewat akun twitter resmi miliknya @anasurbaningrum. Kali ini, Anas ‘menyerang’ Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait dengan persetujuan dana saksi parpol.

Twitter yang saat ini menggunakan admin tersebut mengungkapkan jika presiden menyetujui alokasi dana saksi senilai Rp 700 miliar berkat lobby yang dilakukan oleh para pengurus partai politik. “Mudah dimengerti kalau presiden setuju. Wong presiden juga ketum parpol,” ujarnya, Senin (27/1).

Padahal, Anas menambahkan, pemberian dana untuk saksi dalam Pemilu 2014 telah melanggar undang-undang. Menurutnya, undang-undang sudah mengatur untuk melarang parpol menerima dana dari APBN.

Dia menambahkan, undang-undang menyebutkan, parpol dilarang menerima dana dari APBN, bantuan asing dan dana yang tidak jelas asalnya. “Jika dana 700 miliar benar-benar dicairkan untuk bayar saksi parpol, maka presiden sedang memimpin pelanggaran UU,”kicaunya. “Presiden yang terang-terangan memimpin pelanggaran UU, ya apa namanya? tergantung dpr menyikapinya,”tambahnya.

Dengan adanya dana saksi parpol yang dialokasikan pemerintah, sebaiknya pimpinan parpol mencermati hal ini. Dan jangan sampai persoalan ini menurunkan citra parpol yang telah dibangun dengan anggaran yang sangat banyak. Ingatlah, pencitraan yang dilakukan bisa hilang dengan sikap ceroboh yang diambil. ***

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com